32. Berubah

18K 467 5
                                    

Davin menggandeng Lia sepanjang pulang, dia tak melepaskannya meski hanya sekejap. Entahlah, apa yang sudah pria itu pikirkan, tapi satu hal dia sudah begitu saat melihat seorang pria tampan mengajak Lia bicara. Padahal pria itu hanya orang asing yang kebetulan lewat dan menanyakan sesuatu. Namun Davin malah memanas seperti tengah memergoki Lia berselingkuh.

"Cih, berani sekali kau tersenyum padanya, dasar wanita penggoda! Sadar Lia, sadar! Kau sudah punya suami!" geram Davin menggerutu sambil meremas telapak tangan Lia. Tak tahu saja jika yang dia lakukan lumayan membuat Lia kesakitan.

"Terus kamu mau aku cemberut, pasang muka ketus sama kayak kamu?" sarkas Lia kesal.

"Tidak sopan. Kamu masih pake kamu-kamu, dengar Lia aku lebih tua darimu, 7 tahun Lia!" dengus Davin memperparah masalah diantara mereka.

Namun Lia malah tersenyum dengan senyuman yang jelas sangat dipaksakan. "Baiklah. Maafkan aku Pak Davin, aku hampir saja melupakan status diantara kita!"

"Dan sekarang pun kau melupakannya!" Davin tiba-tiba berhenti dan sedikit menunduk untuk menatap Lia.

Ah, ya sebenarnya Lia lumayan pendek atau Davin yang sangat tinggi. Sehingga tinggi Lia hanya sampai sebahunya saja. Kemarin-kemarin Lia mengenakan hak tinggi sehingga selisih tumbuh tinggi mereka tidak terlalu kentara, tapi sekarang dia hanya mengenakan sandal tanpa tumit. Sehingga membuat Davin harus berusaha untuk bisa mengintimidasinya.

"Apa maksudnya?" tanya Lia heran dan mengerutkan dahi.

"Pura-pura tidak tahu lagi. Dasar wanita yang suka membuat orang lain bikin emosi!" geram Davin lagi-lagi sambil meremas telapak tangan Lia dengan keras. Kali ini tak bisa ditahan sampai membuat Lia berusaha lepas. "Aku suamimu. Panggil aku 'mas,' Lia, dan jangan coba-coba membantah!"

"Aaaggrrh! Tapi lepas dulu! Ta-tangan aku sakit!"

Davin tak langsung menurut dan malah mendekatkan wajah mereka. Pria itu bahkan memperdalam tatapan diantara mereka. "Katakan sekarang!"

"Mas Davin, aku mohon ...." Akhirnya Lia menyerah dan menurut. Mau bagaimana lagi, gara-gara hal itu bisa saja jemarinya remuk dan patah.

Seringai devil langsung muncul dan Davin tersenyum puas. Meski begitu, dia tak melepas, tapi melonggarkan pegangannya. "Bagus. Aku suka istri yang penurut!"

"Dan aku benci suami yang suka memaksa, kasar dan tidak mempunyai hati!" balas Lia dengan ketus. Ternyata wanita itu masih belum jera.

Membuat Davin hendak meremas telapak tangannya Lia lagi, tapi beruntunglah Lia peka. Buru-buru sebelum pegangan itu menguat, dia menghempaskannya.

"Jangan pikir karena kau suamiku sekarang, kau jadi bisa semena-mena padaku. Dengar Pak atau Mas Davin, aku sebenarnya bisa berdamai dengan masa lalu kita dan melupakannya, berusaha untuk menerimamu kembali!" tukas Lia hampir saja membuat Davin senang, tapi setelah kalimatnya berlanjut Davin langsung kecewa.

"Demi Raka. Apapun yang berhubungan dengan putraku itu, aku bisa. Bahkan jika duniapun memperlakukan dirimu buruk, aku pun siap. Kita bisa memulainya bukan? Apa salahnya melupakan masalalu!"

"Omong kosong. Kau pikir itu gampang. Di saat luka penghianatan yang pernah kau berikan masih membekas dan sangat terasa. Aku bahkan sangat trauma dengan itu, Lia!"

"Kalau begitu kenapa masih menikahiku!"

"Berapa kali lagi aku bilang, aku ingin membuat hidupmu di neraka. Aku tak ingin membiarkanmu bebas di luar sana dan berbahagia!"

Lia tidak kecewa lagi mendengar itu atau bahkan merasa sesak. Mungkin saja hatinya sudah kebal, sangking seringnya Davin mengingatkan atau mengatakannya. Malahan Lia memutar matanya jengah dan mendesah kasar.

"Itu lagi, Mas Davin kau sungguh tidak kreatif. Ayolah, setidaknya jika mau mengancamku dan membuatku terus takut atau tertekan pakai kalimat lain!"

"Tutup mulut sampahmu! Walaupun sudah kuulang berkali-kali, kau sendiripun tidak bisa mengingatnya!"

"Terserah. Lakukan saja yang ingin Mas lakukan, aku tidak akan mencegahnya asal Mas kamu tidak melupakan dirimu untuk bahagia!" ujar Lia lembut dan tiba-tiba saja dia tersenyum tulus.

Davin mengerut bingung, tapi kemudian saat dia berjalan cepat karena kesal. Semuanya terjawab sudah.

Bruk!

Lia dengan jahilnya mencegat kaki Davin sehingga terpeleset dan terjatuh dengan tidak apik.

"Hati-hati!" dengus Lia kasar sambil mengejek dan kemudian menyeret kopernya menjauh dari Davin tanpa perduli teriakannya.

"LIAAA!!"

"Rasakan itu pecundang!" geram Lia sambil terngiang perkataan orang tuanya yang sangat membela Davin dan itulah yang membuatnya lebih berani sekarang. Ketidakterimaannya.

Dia benci saat tak ada satu orang pun yang berpihak padanya termasuk keluarganya. Setelah fitnah sekarang ketidakadilan. Namun tidak untuk murung lagi, hati dan perasaan Lia sudah cukup dengan hal itu. Lagipula daripada terus-terusan meratapi nasib, menikmati mimpi buruk ataupun apapun itu yang membuat dadan-ya sesak bukanlah lebih asik mengerjai suaminya.

Menarik sebelah sudut bibir, Lia sebelum mendekat, buru-buru menyetop taksi dan pulang sendiri meninggalkan suaminya.

❍ᴥ❍

"Dimana Raka?"

"Dimana Davin?"

Dua orang ibu yang berbeda generasi itu saling menatap dengan pertanyaan mereka masing-masing. Ah, ya. Mulai sekarang Lia kembali ke rumah mertuanya dan selama dia bersama Davin menikmati honeymoon, Raka bersama Amel.

Menghela nafas, Amel mengalah tak mau membuat wanita yang sudah dirusak hidupnya menjadi kesal. "Dia sudah tidur, Nak. Kamu beristirahatlah, biar Mama menunggu suamimu pulang," jelas Amel pengertian meskipun sebenarnya dia sedikit mencemaskan anaknya Davin.

"Tidak usah ditunggu, Pak Davin itu sudah dewasa, Mama lebih baik beristirahat juga," saran Lia akhirnya sedikit luluh dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama kembali memanggil Amel mama.

Perasaan perempuan paruh baya itupun berdesir hangat. Betapa dia sangat merindukan panggilan itu. "Lia, Mama bersungguh-sungguh sangat menyesali kejadian lima tahu lalu, Mam--"

"Aku capek!" Lia mengangkat tangannya pertanda penolakannya untuk spontanitas Amel yang mau memeluknya. Selain itu Lia juga tak sanggup mendengarkan kalimat Amel.

Entahlah apa yang Lia terlalu kejam pada ibu mertuanya itu, tapi hatinya memang sulit untuk berdamai apalagi saat mengingat bayangan dirinya yang dianggap sampah lima tahun lalu.

"Aku akan melihat Raka sebentar, lalu tidur," jelas Lia lalu tanpa melakukan apapun lagi, wanita itu pun pergi begitu saja.

Amel menatapnya dengan sedih dan juga sesak. Dia sangat ingin berbaikan dengan Lia, tapi disaat yang sama diapun sadar diri kalau kesalahannya di masa lalu pada menantunya itu memang sangat keterlaluan.

Bahkan untuk sebuah pengakuan atau kejujurannya soal lima tahun lalu, Amel pun terlalu pecundang. Dia tak berani mengatakannya pada Davin, karena takut Davin membencinya.

"Tidak apa-apa, dipanggil Mama olehmu lagi, Lia. Aku sudah sangat senang!" ujar Amel sambil menarik nafasnya dengan panjang.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang