34. Sulit Dimengerti Davin

14.2K 407 1
                                    

"Mama!"

Panggilan itu membuat Lia sontak terbangun dari tidurnya. Menemukan sang buah hati sudah berdiri di depannya.

"Aaarrgghh!"

Namun tidak lama karena dari belakang Raka ada Davin ayah dari anaknya itu. Datang lalu menarik anaknya dan menggendongnya.

"Nakal kamu, ya! Papa bilang jangan ganggu Mama," ujar Davin, tapi pria itu bukannya marah melainkan gemas dengan Raka. Dia bahkan tak segan mengecup pipinya dan berputar-putar dengan Raka sebelum kemudian membawa Raka jatuh ke sisi tempat tidur yang kosong.

"Lagi! Raka mau lagi Papa!" ujar si kecil malah keasikan dan mengulurkan tangan mengajak sang ayah bermain.

Rindunya pada Lia menguap entah kemana, tapi mungkin Raka cuma keasikan sampai melupakannya. Melihat itu Lia bersikap positif, lalu bangkit dan duduk di atas tempat tidur.

"Ayo, kemarilah anak nakalnya Papa!" ujar Davin meladeni Raka.

Dia tak ada lelahnya, ataupun mengeluh, pria itu bahkan sangat menikmati bermain dengan si kecil yang super aktif. Sampai kemudian Lia melerai keduanya.

"Sudah, sekarang sini Raka sama Mama. Mama sudah sangat merindukan Raka," ungkap Lia sambil mengulurkan tangannya, dan Raka menurut lalu memeluk ibunya.

Hanya saja, ketika Lia hendak mencium pipi putranya, anak itu menolak dan menggelengkan kepala. "Raka dah gede, Mama nggak boyeh cium-cium Raka lagi!"

"Tapi tadi Mama perhatikan kamu nggak masalah dicium Papa?!" protes Lia.

"Nggak boyeh, Mama tetap nggak boleh cium Raka. Papa Raka nggak suka, dan nggak mau main kalau Mama cium Raka. Kalau Mama tetap mau cium, cium saja Papa jangan Raka!" ungkap anak itu dengan polosnya.

Hal itu pun membuat Lia segera menatap tajam pada Davin. Sial. Pria itu kejam sekali, bisa-bisanya menghasut Raka hal yang demikian. Lia ibunya Raka, harusnya itu tak masalah bukan. Lia mengeram dan menatap tajam.

"Jangan plototin Papa, Mama!" ujar Raka yang ternyata melihat Ibunya. "Nanti Papa sedih dan nggak mau main sama Raka."

"Kamu kan masih bisa main sama Mama, Nak," jelas Lia berusaha menarik simpati Raka, tapi anaknya malah menggelengkan kepala.

"Tidak. Anak laki-laki hanya boleh main sama anak laki-laki juga, dan Mama itu anak perempuan. Raka nggak mau main sama Mama!" ujar Raka serius meski saat mengatakannya wajah anak itu tampak menggemaskan.

"Terus kalau Mama belikan mainan baru, apa kamu tetap tidak mau?" tanya Lia dengan sengaja untuk memancing putranya itu.

Raka segera menggelengkan kepala. "Nggak. Mama tetap halus belikan Raka mainan baru!"

Lia tersenyum gemas kemudian mencubit hidung putranya itu. "Anak laki-laki hanya boleh dibelikan mainan sama anak laki-laki saja dan Mama anak perempuan jadi Mama tidak akan membelikan Raka mainan lagi!" seru Lia tersenyum senang.

Raka mengerutkan dahi karena tak mengerti, tapi kemudian diapun mendorong pelan putra kecilnya menghadap Davin. "Coba tanya sama Papamu lagi, jika Raka belum paham!"

"Tapi Mama--"

"Sana. Sama Papa kamu, diakan biang masalahnya!" ujar Lia yang segera menatap Davin dengan sinis.

"Papa kok Mama bilang begitu? Kenapa Raka nggak boleh dibelikan mainan baru lagi sama Mama, kenapa Papa, kenapa?!" tanya Raka rewel dan menuntut Papanya.

'Rasakan Mas! Nikmati tuh anak kamu yang rewel!' batin Lia puas merasa bisa sedikit membalas Davin.

❍ᴥ❍

"Kamu sudah bangun, Lia," sapa Amel dengan ramah. "Duduk sayang Mama sudah membuatkan sarapan untuk kamu."

"Lain kali tidak usah. Aku sudah mandiri dan bisa masak makananku sendiri," jawab Lia datar meski kemudian dia tetap saja menurut dan menerima perhatian kecil itu.

Namun di sisi lain, Davin dan Raka yang mengikutinya dibelakang melihat semua itu. Davin langsung mengerut heran, sementara Raka biasa saja, sebab anak itu tak mengerti.

Seharusnya yang dingin atau kelihatan marah itu Amel ibunya, tapi anehnya bagi Davin justru Lia yang kelihatan demikian. Apa yang terjadi, mengapa kebalikan yang dipikirkan olehnya yang justru terjadi.

"Makan yang banyak, Lia. Mama sengaja membuat sarapan kesukaan kamu Sayang!" ujar Amel bersemangat dan tulus memperhatikan Lia penuh kasih sayang.

Davin melihatnya dan menjadi lebih heran lagi. 'Bahkan Mama kelihatan sayang sekali pada Lia, ah ya, bukankah kemarin dia juga sangat mendukung pernikahan kami. Apa sebesar itu kasih sayang Mama pada Lia, sampai dia melupakan perbuatan Lia yang sudah berhianat padaku anaknya sendiri?!' bingung Davin bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Eh, cucunya Oma udah bangun? Sini sayang, kemarilah. Oma juga sudah membuat sesuatu yang spesial untuk Raka!" ujar Amel lebih bersemangat lagi.

Davin juga heran dengan itu, sebab walaupun seminggu lebih Raka bersamanya harusnya Raka tak sedekat itu dengan ibunya. Bukannya tidak suka, tapi ibunya ini kurang bisa dekat dengan anak kecil. Harusnya walaupun akrab, tapi sebagai nenek dan cuma cucu angkat tak perlu sedekat itu.

Untuk sesaat Davin dibuat terheran dengan hal itu, tapi kemudian dia mengingat dirinya yang juga sama. Davin sulit dekat dengan anak kecil bahkan jika itu dengan Ares yang katanya anak kandungnya. Raka ini berbeda dan Davin pikir aura anak ini memang sulit ditolak. Sehingga Davin pun memutuskan untuk tak terlalu memusingkannya.

"Lia, ambilkan makananku!" perintah Davin yang akhirnya memilih mengisi perut dengan sarapan. Ah, itu lebih baik daripada kepikiran.

Namun baru saja Lia hendak bangkit Amel langsung menghadang menantunya itu untuk mematuhi Davin. "Kamu ini punya tangan Davin, makan saja sendiri!" omel Amel menunjukkan pembelaan pada menantunya.

"Apaan sih, Ma. Apa salahnya Davin mau dimanjakan istri," balas Davin yang kembali tak percaya dibuat reaksi ibunya. 'Sepertinya Mama ini memang sudah terlalu sayang dengan menantunya!' batin Davin kesal.

"Ayo Lia, apalagi yang kamu tunggu. Aku tidak akan mau makan kalau tidak disuapin kamu!" perintah Davin mengulang kalimatnya.

Lia terpaksa akhirnya bangkit kemudian duduk disebelah suaminya. Melakukan perintahnya dan pasrah.

"Setidaknya kamu biarkan Lia makan juga, Vin!" tegur Amel yang kesal saat Davin sangat memanjakan diri pada istrinya. Bisa sekali anaknya itu, agak keterlaluan pada menantunya.

"Kalau Raka nggak mau disuapin, Sayang?!" tanya Amel memilih memperhatikan cucunya saja.

Sayangnya Raka malah menggelengkan kepalanya. "Enggak, Raka dah dewasa Oma. Raka nggak mau disuapin kayak Papa."

"Loh, terus Papa kamu memangnya tidak dewasa, dia masih disuapin Mama kamu loh?!" ujar Amel tidak mengerti.

"Papa dah dewasa dan udah nikah, makanya boleh. Kalo Raka belum menikah jadi tidak boleh," jelas anak itu, membuat Amel sendiri jadi bingung dengan jalan pikiran cucunya. Siapa yang menghasut anak itu, bagaimana bisa dia berkata demikian.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang