60. Melepaskan Rindu

13.9K 324 2
                                    

Sudah seminggu, Lia tinggal di rumah orang tuanya. Dia diperlakukan dengan baik, meski tidak dengan perhatian penuh. Maklum saja, sang kepala keluarga masih di rumah sakit, fokus semua orang terbagi.

Ditengah keadaan yang ada, jujur saja meski sudah pernah hamil sendirian, tapi Lia sangat kesusahan saat itu. Selama tujuh bulan sejak Davin tahu soal anaknya, walaupun diawal masih berkata kasar, Lia sudah dimanjakan, dan hal itu membuatnya kesulitan sekarang.

"Kamu sudah minum susunya sayang?" tanya Linda Ibunya dengan perhatian.

Lia belum minum, tapi saat dia melihat kecemasan di mata ibunya, wanita itu memilih untuk berbohong. Lia menganggukan kepalanya. Tak mau menambah beban sang ibu.

"Baguslah, Nak. Jaga baik-baik cucu Mama, dan jangan khawatirkan apapun," jelas Linda.

"Mama mau ke rumah sakit lagi pagi ini?" tanya Lia kemudian dan Linda pun menganggukkan kepalanya membenarkan. "Lia ikut ya, Ma!"

"Tidak usah sayang, kamu di sini saja. Lagipula ayahmu sudah membaik, hanya proses penyembuhan total dan juga menunggu kepastian dari hasil pemeriksaan dokter untuk yang selanjutnya," jelas Linda memberitahu.

Lia menganggukkan kepala, tapi begitu ibunya pergi wanita itu langsung mendesah kasar. Dia kesepian di rumah sendirian, terlebih sejak insiden itu dirinya dilarang bekerja dan anak-anak tidak ada yang mau ikut dengannya. Mau bagaimana pagi Raka memang sangat bucin pada ayahnya, sementara Ares mereka terlalu asing dan keluarga Lia juga masih sulit untuk menerimanya.

"Kak aku mau pergi, jangan lupa sarapan dan juga makan siang ya!" ujar Kiandra pamit. Adiknya itu juga pergi pagi ini karena dia harus bekerja.

Sebenarnya Lia sejak awal tak mau menuruti ibu dan adiknya. Sekalipun sudah pernah disakiti keluarga suaminya, saat telah menikah dan mempunyai anak, tempat terbaik untuk pulang memanglah suaminya. Itu adalah kebenarannya, walaupun kedengaran bodoh, tapi itulah faktanya. Rumah orang tua sendiri bahkan terasa asing, Lia sendiri pun tak merasa nyaman tinggal di sana.

Pikirannya berkelana kemana-mana. Memikirkan suaminya Davin, anaknya Raka dan Ares. Apa yang mereka lakukan sudah makan, dan apakah mereka baik-baik saja tanpanya. Semua itu membuat Lia kepikiran terus.

Bahkan saat menonton televisi atau memainkan ponsel, kedua hal itu sama sekali tak membuatnya mood. Oleh karena itu, dia jadi sering melamun setiap harinya.

Tepat jam dua belas siang, tiba-tiba bel pintunya berbunyi dan Lia segera memeriksa untuk melihat.

"Mas!" ujar Lia yang langsung berhambur memeluknya. Sungguh Lia sangat merindukan kehadirannya. "Kamu ke mana aja sih, kok nggak datang lagi sejak malam itu? Katanya bakalan janji temuin aku di selang waktu?!"

Davin segera menjewer hidung istrinya dengan gemas. "Apakah rindu sudah membuatmu berubah menjadi secerewet ini?"

"Nyebelin!" ketus Lia sebal dan reflek melepas pelukannya dan menjauh.

"Jangan ngambek, Sayang. Aku tiba-tiba saja mempunyai jadwal pergi ke luar negeri. Hari ini aku baru saja kembali dan dari bandara aku langsung kemari," jelas Davin memberitahu.

"Oh, pantas saja sulit dihubungi," jawab Lia mengangguk paham.

"Tapi aku punya oleh-oleh spesial untuk kamu!" ujar Davin sambil merogoh saku jasnya dan mengeluarkan kalung berlian dari sana. Tanpa babibu, Davin langsung memakaikannya pada Lia.

"Aku udah nggak kerja dan nggak akan mempunyai uang untuk mengganti ini," ujar Lia yang masih tak melupakan perlakuan kejam yang selalu menghinanya miskin. Dia memang memaafkan, tapi tentu saja masih sulit melupakan. Sering kali selama beberapa bulan ini dia tak pernah melewatkan kesempatan untuk mencibir suaminya.

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang