50. Curiga

14K 425 2
                                    

Liona mengepalkan tangannya tak berdaya. Wanita itu cuma bisa menatap Lia dengan kebenciannya tanpa bisa melakukan apapun untuk melampiaskannya, sebab Davin sudah membuatnya pasrah.

"Tubuhnya panas sekali, tapi panasnya sangat aneh," ungkap Lia setelah merasakan suhu tubuh Ares dengan telapak tangannya.

"Dia demam bodoh, apa kau tidak lihat?!" ujar Liona mengeram kesal.

Davin menatapnya dan segera memperingatkan Liona lewat tatapan itu. Melihat itu Liona memutar bola matanya jengah dan mendengus kasar.

'Sial habis sudah rencanaku. Gagal total gara-gara kehadiran wanita membosankan ini!' batin Liona kesal.

Sementara itu Lia segera tersenyum senang menatap Liona, dengan tatapan mengejeknya. "Aku tahu Ares demam, tapi sepertinya ini bukan sakit biasa. Suhunya lebih tinggi dari anak yang demam pada umumnya," jelas Lia memberikan keterangan, dan Davin setuju dengan itu.

Liona meneguk ludahnya kasar, jangan sampai di bawa ke dokter atau rumah sakit. Untuk dua hal itu Liona sama sekali belum punya persiapan, dan seperti yang diketahui Ares tidak sakit. Liona memberinya obat yang membuat anak itu seperti demam.

"Tapi telapak tangannya tidak dingin, bagaimana bisa ya? Aneh. Setahuku telapak tangan orang sakit biasanya dingin atau setidaknya pucat," lanjut Lia membuat Liona perlahan mulai takut, apalagi sejak tadi Davin hanya mengangguk dan mendukung Lia terus.

"Tahu apa kamu soal itu? Memangnya wanita mandul dan tidak bisa mempunyai anak bisa paham soal demam yang dimiliki anak?!" balas Liona dengan ketus.

Davin melirik Lia dan mendesah lega saat tak menemukan wajah muram istrinya. Sepertinya ucapan Liona tak menyakiti Lia, tapi tentu saja begitu karena Lia bukan wanita mandul dan bahkan dia akan memberikan dua anak untuk Davin suaminya.

"Terserah jika kau tidak mau mendengarkan aku. Ini cuma soal khawatiranku, bagaimanapun juga dia anak suamiku, jadi secara tak langsung walaupun aku setengah mati membenci wanita yang melahirkannya, Ares tetap saja sudah jadi anakku," jelas Lia memilih untuk bungkam dan tak memberitahu soal Raka atau kehamilannya pada Liona. Baginya itu tak perlu.

"Cepat sembuh, Ares," ujarnya melanjutkan sambil tersenyum pada Ares dengan tulus, tak memberi cela bagi Liona untuk menjawab kalimatnya.

Davin ikut berdiri, tapi dia tak mendekati Lia melainkan menghubungi dokter. Mengakibatkan Liona panik bukan main, tapi mencegahpun Liona sudah tak bisa lagi.

"Apa-apaan kalian, semena-mena kepadaku. Terutama kamu Mas, Ares sudah sangat mengharapkan kita bersama, tapi apa yang kau lakukan, kau malah mengkhianatiku!" ujar Liona tak habis pikir.

"Kau sendiri yang datang padaku, dan aku tidak pernah menerimamu. Jujur saja aku bahkan ragu kalau Ar--" Davin berhenti, tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Bagaimanapun juga ada Ares di sana dan dia tak mau anak itu terluka mendengar ucapannya.

"Kalau Ares apa Mas?!" tuntut Liona tak sabaran.

Davin menghela nafasnya, lalu geleng kepala. "Bukan apa-apa, sebentar lagi dokter akan kemari untuk memeriksa Ares," jelas Davin akhirnya.

"Kalau begitu kalian pergilah, biar aku yang akan menantinya di sini," jelas Liona tak mau hal buruk yang disembunyikan olehnya terbongkar.

Kalau sampai dokter memeriksa Ares, sudah pasti dia akan curiga. Sial. Kali ini bukan hanya kecolongan, tapi Liona tak punya rencana cadangan untuk itu.

"Ares anakku, jadi aku akan tetap di sini untuk memastikan kondisinya," jelas Davin seperti tak ingin dibantah.

Sementara itu, perhatian Lia justru terfokus pada Ares. Dia tersentuh dengan anak itu, dan juga merasa ada hal yang aneh. Sebagai seorang wanita yang sudah mempunyai anak, sudah pasti dia cukup familiar dengan raut wajah anak terhadap apa yang dirasakan olehnya.

Lia yang awalnya mengusap puncak kepala Ares, menurunkan telapak tangannya mengusap pipi Ares. Kemudian menyadari kalau pipinya Ares seperti tengah mengenakan bedak atau krim wajah yang biasa digunakan untuk menutupi noda.

Lia mengerutkan dahinya lalu menatap Ares dengan serius, lalu saat tanpa sengaja telapak tangannya Lia menyentuh pipi bawah Ares, anak itu segera mengeluh.

"Aaarrggh! Sakit!!" jerit Ares dengan tiba-tiba.

Liona menoleh lalu menatap Lia tajam. "Apa yang kau lakukan pada Ares?!"

Liona hendak menampar Lia dengan refleknya, tapi gagal karena ditahan oleh Davin. "Kau masih membelanya? Dia menyakiti anak kita!"

Lia menggelengkan kepalanya, lalu tiba-tiba merogoh tasnya, mengeluarkan pembersih make-up yang memang selalu dia bawa kemana-mana. Mengaplikasikannya terlebih dahulu pada kapas pembersih, kemudian melanjutkan mengusap kapas itu pada wajah Ares.

"Tenanglah Nak, kamu akan baik-baik saja. Aku akan melindungimu," ujar Lia agar Ares tidak berontak.

Karena pada dasarnya Ares tidak berani menolak dan diajari harus patuh, anak itu pun tak sulit diberitahu. Lalu semuanya pun berlalu dengan cepat, Liona yang tak mengerti apa yang Lia lakukan lagi-lagi terlambat dan semuanya terbongkar.

"Bagaimana bisa pipinya membiru dan kau sengaja melakukan lalu menutupnya untuk menyembunyikan?" tanya Davin kaget dan tak percaya. Dia tak mengerti bagaimana Liona ternyata ibu yang kejam.

"Bukan aku yang melakukannya, tapi teman-temannya. Mereka selalu mengejek Ares karena tidak mempunyai ayah dan ibu yang menikah!" jelas Liona mengelak.

Namun Lia malah menggelengkan kepala dan menatap Davin supaya tak percaya. "Bagaimana kalau kita tanya Area sendiri," usul Lia.

Davin mengangguk dan mendekat pada Ares. "Katakan pada Papa, Ares. Siapa yang sudah menampar pipimu sampai biru begini?"

Ares tak langsung menjawab, tapi malah menatap Liona dengan penuh ketakutan, lalu terlihat seperti ingin menangis. "Te-teman-teman ...."

"Kalian dengar sendiri bukan?!" ujar Liona sedikit mendesah lega.

"Teman-teman?" ulang Lia seperti tak percaya. Dia menatap Liona, kemudian beralih pada Ares dan sebagai wanita yang sudah punya anak, dia bisa mengerti serta menemukan tatapan ketakutan di mata anak itu.

Lia merasa Ares seperti tengah diancam dan mungkin saja anak itu di bawah tekanan Liona. Meski tak percaya ada ibu yang kejam, tapi Lia tetap saja tak bisa mencegah dirinya untuk tak curiga pada Liona.

"Jika pelakunya adalah teman-temannya Ares, mana mungkin separah ini. Bagaimanapun juga teman-temannya sudah pasti anak-anak bukan?"

"Jadi kau menuduhku bedebah!"

"Cukup!" teriak Davin tegas. Dia menghampiri Lia lalu menatapnya supaya istrinya itu tak usah meladeni Liona lagi.

Sementara untuk Liona, Davin menatapnya dengan penuh peringatan, seolah-olah sedang mengacam kalau samai benar pipi Ares yang membiru karena ulahnya, maka Davin akan menghabisi Liona.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi sekarang, tapi sudah sejak lama aku perhatikan Liona kamu sudah tak becus menjadi ibu. Jadi kedepannya aku akan mengambil Ares darimu!" ujar Davin membuat Liona kaget begitupun dengan Lia.

"Tidak akan kubiarkan, jika kamu tidak menikah denganku!"

"Coba saja," ujar Davin dengan sedikit mengejek. "Kau pikir siapa dirimu bisa mencegah aku!"

Mendengar itu, bukan hanya Liona yang kesal, tapi juga Lia. 'Kebiasaan. Mulai deh, sok bossy dan semena-menanya, mentang-mentang punya kekuasaan! Huhh!!'

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang