35. Kecelakaan

16.5K 514 2
                                    

Davin berangkat kerja bersama Lia, dan kali ini mereka tak lagi menitipkan anak itu karena Amel mengusulkan untuk menjaga cucunya sendiri. Wanita paruh baya itu tak keberatan, dan justru dia senang karena ada kegiatan serta bisa menghabiskan waktu dengan sang cucu.

Namun kali ini tak seperti yang biasa Davin lakukan, dia mengemudikan mobilnya tanpa berniat berhenti di tengah jalan untuk menurunkan Lia sama sekali.

"Berhenti!" Tiba-tiba Lia yang justru mengatakan hal demikian.

Davin mengerutkan dahinya bingung, tapi saat menemukan sebuah indomaret di tepi jalan pria itu berpikir Lia ingin mampir ke sana sebentar. Sehingga pria itupun menurut dan menepikan mobilnya.

Namun alih-alih masuk ke indomaret setelah turun dari mobil, Lia malah menghampiri ojek dan naik itu secara tak terduga. Davin syok dan tak percaya, tapi di saat yang sama karena dia tak ikut keluar, Davin jadi tak bisa mencegah Lia.

"Sial!!" geram Davin mengumpat keras. "Apa yang diinginkan wanita itu? Beraninya dia melakukan ini!"

Brak!

Davin yang diliputi kesal dan amarah memukul setir mobilnya sendiri. Dia tak terima dan merasa egonya dilukai. Davin merasa seperti direndahkan oleh Lia.

Tak bisa berbuat banyak, Davin yang berpikir Lia akan ke perusahaan juga, membuat Davin buru-buru mengemudikan mobilnya ke tujuan yang sama. Sesampainya di sana Davin segera memanggilkan Kevin asisten pribadinya.

Ah, ya. Asistennya itu memang jarang terlihat di perusahaan sejak adanya Lia. Itu karena Davin memintanya berlibur di rumah dan semua pekerjaan yang harusnya Kevin kerjakan dilimpahkan pada Lia.

"Jika wanita itu Lia sudah datang, suruh dia segera menghadapku!" ujar Davin serius dan tak mau dibantah.

Hanya sebentar, karena setelahnya, pria yang merasa egonya dihina itu segera ke ruang kerjanya. Buru-buru duduk di singgasana kebesarannya sambil membuang nafasnya kasar.

"Apa-apaan dia? Apa Lia sengaja melakukan itu untuk membalasku?!" tanya Davin pada dirinya sendiri. "Sial. Dia memang mulai berani belakangan ini. Andaikan saja Raka yang menggemaskan itu tak bisa aku manfaatkan sebagai ancaman, maka wanita penghianat itu takkan segan lagi!!"

Davin kembali mengeram kesal lalu memukul mejanya dengan agak kasar. "Apa aku harus berikan perhitungan yang lebih, supaya dia jera!! Ah, memang sudah seharusnya aku melakukan itu. Supaya wanita tak tahu diri itu tak semakin kelewatan dan semena-mena!"

Davin stress sendiri dengan pikirannya tentang Lia yang mulai memberontak. Beberapa menit kemudian dia tak menemukan Lia datang menemuinya, Davin yang tak sabaran segera menghubungi Kevin.

"Di mana wanita itu? Apa kau belum mengatakan padanya?!" ujar Davin dengan nada suara menuntut.

"Maaf Pak, tapi sekretaris Lia memang belum datang," jelas Kevin jujur.

"Apa? Tidak mungkin. Jangan mencoba membohongiku!!" peringkat Davin kesal.

"Tidak Pak, saya tak berani melakukan itu," jelas Kevin.

Tuttt!

Davin yang kesal menutup telepon dengan sebelah pihak, kemudian beralih menghubungi Lia. Ah, kenapa tidak sedari tadi dia melakukan itu? Sial, Davin melupakan cara itu karena pikirannya terlalu dipenuhi oleh amarah.

Namun ternyata menghubungi Lia langsung juga tak ada gunanya. Pasalnya wanita itu juga tak bisa dihubungi. Teleponnya tak juga dijawab. Tiga-empat kali masih tak dijawab, lima-enam kali Davin sudah sangat geram, tapi ketujuh kali teleponnya akhirnya dijawab. Hanya saja saat terhubung suara orang asing yang malah Davin dengarkan. Dia bingung dan mengerutkan dahinya heran.

"Maaf apa anda adalah keluarga pemilik ponsel ini?" tanya seseorang, membuat Davin seolah Dejavu pada kejadian lalu di saat dia meninggalkan Lia.

Pertama kali mendapatkan orang asing yang menjawab teleponnya, Davin kehilangan calon anaknya, lalu ini?

Perasaan Davin dalam seketika pun bergemuruh hebat, kerja jantungnya pun berkali lipat. "Iya, saya suaminya sendiri. Di mana istri saya?"

"Maaf, tapi wanita itu baru saja kecelakaan dan sekarang dia sedang menuju rumah sakit terdekat," jelas orang itu.

Deg!

"Bagaimana bisa? Tolong kirim lokasi di rumah sakit mana istri saya akan di bawa," ujar Davin serius.

"Baik Pak," jelas orang itu.

Dengan cepat setelah panggilan terputus, Davin kembali menyambar kunci mobilnya yang sebelumnya sempat dia letak sembarang di atas meja kerjanya.

"Batalkan semua rapat hari ini dan jika sangat penting, gantikan aku!" tegas Davin pada Kevin asisten pribadinya.

❍ᴥ❍

Sesampainya di rumah sakit, Davin segera mencari ruang rawat Lia setelah sempat bertanya pada petugas yang berhubungan sebelumnya. Tak butuh lama karena dia tahu nomor kamarnya.

Cklek!

"Hanya kecelakaan kecil, kau tidak perlu khawatir. Dendammu padaku juga belum sepenuhnya tersampaikan bukan, jadi aku mana mungkin mati!" ketus Lia dalam seketika saat melihat Davin masuk.

"Apa-apaan kamu?! Beraninya berkata seperti itu, sadarlah Lia bahkan kepalamu diperban!" geram Davin yang kesal dengan ucapan Lia entah mengapa, padahal apa yang Lia katakan tak ada salahnya.

"Oh, ini!" ujar Lia sambil memegang kepalanya. "Bukan apa-apa juga Mas Davin, cuma luka kecil, terkena benda keras saat aku jatuh naik ojek tadi. Lumayan ngilu sih, tapi kata dokter ini juga baik-baik saja," jelas Lia santai.

Memangnya dia harus apa, percuma mengharapkan perhatian dari orang yang bahkan sangat membencinya. Mungkin seterusnya, Lia akan membiasakan dirinya tentang itu, supaya rasanya tak terlalu terasa.

"Ssstt ... kau sungguh tak percaya?" tanya Lia saat Davin dengan lembut menyentuh kepala Lia.

"Ini yang kau bilang tidak apa-apa?!" tanya Davin tak habis pikir.

Lia tertegun apalagi saat kedua bola mata itu, menyorot matanya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tentu saja sakit, tapi bukan berarti aku terluka dalam. Sudah kukatakan ini memar, sedikit berdarah makanya dokter memberinya perban."

"Kau serius?" tanya Davin tampak tak bisa tenang.

Jika pertama kali mendapati wanita dihadapannya itu di rumah sakit, perasaannya dipenuhi amarah, kekecewaan dan penyesalan. Maka saat ini hanya penyesalan dan khawatir yang entah datang darimana. Entahlah, mungkin perasaan cintanya itu mulai kembali dan perlahan menekan kebenciannya.

"Aku sangat serius. Bahkan kau juga tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk rumah sakitku, karena aku akan pulang secepatnya dan juga sudah membayarnya," jelas Lia, tapi kali ini bukan kesal yang Davin rasakan. Melainkan sesuatu yang menghantam ulu hatinya sampai dia merasa sesak.

"Aku akan menggantinya dan jika perlu di rawat, aku akan mengurusnya supaya kau dipindahkan ke ruangan yang lebih layak," ujar Davin tiba-tiba. Perkataan itu meluncur begitu saja, tanpa bisa dicegah.

"Tidak perlu. Jangan membuang uangmu terlalu banyak untuk jala*g seperti aku!" ujar Lia tegas, tapi sangat lirih. Dia sesak mengutarakan itu, tapi tetap saja Lia katakan.

Entah mengapa juga, Davin tiba-tiba kesal dengan kata-kata itu. Kata 'jala*g' padahal dia sendiri sering mengatakannya pada Lia.

"Jangan katakan itu lagi!" perintah Davin dengan tiba-tiba dan tak mau dibantah.

"Kata yang mana?" tanya Lia.

"Aku benci kau menyebut dirimu sendiri 'jala*g!' jadi berhenti mengatakannya."

Lia mengangguk paham. "Jadi hanya boleh menyebutku begitu? Baiklah terserahmu saja. Katai aku jala*g sepuasmu!" tukas Lia sambil kemudian mencoba untuk menutup mata dan beristirahat sebentar.

Davin tertegun, dan dia terlihat bingung dengan perubahan Lia yang semakin diluar perkiraannya. Sebelumnya wanita itu mulai melawan, dan sekarang dia malah pasrah dengan segala perlakuan Davin. Entah apa yang wanita itu pikirkan, tapi dia sudah berhasil membuat Davin kepikiran.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang