18. Keegoisan Davin

22.9K 626 3
                                    

Davin mengusap kepalanya kasar, lalu mendesah dengan berat. Pria itu sangat tertekan dengan fakta keguguran Lia, sebab walaupun sudah lama, tapi mimpi itu masih tak terkubur. Sampai sekarang itu masih ada, Davin dan Lia sejak menikah menginginkan momongan.

'Bagaimana sayang?' tanya Davin beberapa tahun lalu saat mereka masih bersama dan hubungan keduanya masih belum merenggang.

'Negatif lagi ....' Lia menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca dan dia ingin menangis saat itu juga. Perempuan itu sedih dan disaat yang sama dia tak bisa menahannya lagi, sampai tubuhnya sedikit bergetar menahan isak tangisnya yang akhirnya pecah.

Davin menghela nafasnya panjang kemudian tersenyum hangat dan menarik istrinya untuk dipeluk. 'Jangan menangis, kita sudah periksa bukan dan tak ada masalah apapun diantara kita. Artinya kita belum diberi kepercayaan saja untuk memiliki anak, atau mungkin kesempatan untuk pacaran lebih lama lagi!'

'Tapi aku ingin punya anak, Mas. Aku juga ingin hamil seperti wanita lain pada umumnya setelah menikah!' seru Lia dengan serius.

Davin meraih dagunya lalu mengangkatnya sehingga mereka saling menatap. 'Iya kamu tenang saja. Kamu percayakan sama kemampuan aku. Kamu pasti hamil Lia, dan kita akan mempunyai anak!'

'Tapi sampai kapan? Kita bahkan sudah menikah dua tahun lamanya. Mama juga pasti sudah sangat menginginkan cucu dari kita, Mas!' tuntut Lia dengan serius.

Davin mengusap pipi istrinya dan tersenyum dengan manisnya kembali. 'Aku tahu, tapi kamu juga jangan terlalu stress begini. Ingat kata dokter, calon ibu itu harus bahagia supaya cepat hamil sayang!'

'Hm, aku mengerti. Aku hanya kecewa melihat hasilnya. Negatif terus!' jelas Lia mengeluarkan keresahannya.

Davin mengangguk paham, kemudian dia mengusulkan sesuatu yang mungkin bisa menghibur istrinya. 'Liburan aja, yuk. Kita bulan madu lagi, senang-senang biar kamu nggak stress terus!'

Lia segera menganggukkan kepala lalu memeluk Davin dengan erat.

Mengingat kenangan itu membuat Davin mengeram sesak. Sebenarnya dia lebih tertekan saat itu, tapi tidak memperlihatkannya. Dia tidak rapuh dan selalu saja menunjukkan kekuatannya. Davin saat itu adalah perisai untuk Lia yang bahkan melindunginya dari kekecewaan dan juga kesedihan.

Namun sekarang dia serasa dipermainkan, bagaimana mungkin mereka baru bertemu beberapa minggu dan Lia semudah itu hamil.

"Arrrggghhh! Kenapa aku tahu kamu hamil saat anak kita sudah pergi Lia?!" geram Davin sangat frustasi.

Seperti diterbangkan dalam impian, lalu dihempaskan oleh kenyataan. Davin merasa sesak dan terluka. Apalagi saat mengingat dia sendiri adalah salah satu penyebabnya.

Tak bisa diam saja, saat waktunya Lia sudah sadar, Davin menghampirinya dan menatap wanita itu lama.

"Ughh ... apa yang terjadi, kenapa aku ada di sini. Aaarrgghh--" Lia menjeda kalimatnya karena merasakan sesuatu yang tak beres dengan perutnya. "Kenapa dengan peru--"

"Kau baru saja mengalami keguguran," jelas Davin tanpa basabasi. Dia tak perduli reaksi Lia dan dia pikir mana mungkin itu penting baginya. Mantan istrinya itu tukang selingkuh dan mata duitan, anak untuknya pasti bukan apa-apa.

"Jangan bercanda, aku bahkan tid--"

"Tidak bisa hamil?" potong Davin dengan cepat. "Tapi bahkan kau sudah hamil dan baru saja keguguran!" tegas Davin membuat Lia tampak syok.

Untuk sesaat perempuan itu terdiam membeku, memikirkan kebenarannya yang terjadi. Kemudian ingatannya sebelum pingsan muncul dan rasa tubuhnya menguatkan kebenaran ucapan Davin.

Tanpa sadar air matanya pun menetes begitu saja. Lia segera membuang muka karena tak mau Davin melihat wajah sedih.

"Cih, tidak usah berpura-pura begitu. Aku yakin kau saat ini pasti kaget sekaligus bersyukur karena hamil dan keguguran. Karena kau tidak mungkin mau mengandung anakku!" cibir Davin kasar dengan tanpa hatinya.

'Andai kamu tahu, aku bahkan sudah melahirkan satu anak untukmu. Walaupun benci denganmu, mana mungkin aku mengabaikan anakku sendiri,' ujar Lia membatin.

Namun wanita itu enggan mengatakan isi hatinya itu, karena Lia tidak dalam kondisi sanggup mendebat. Hatinya sungguh sangat sakit mengetahui kehilangan calon anak, seperti sedang ditikam belati tajam yang menembus jantungnya, sampai hal itu membuat Lia hanya ingin terus menangis. Tanpa melakukan hal lainnya. Dia cuma ingin melampiaskan sakitnya.

"Munafik. Dasar perempuan bermuka dua. Asal kau tahu saja, air matamu itu takkan membuatku tersentuh!" kecam Davin yang malah geram.

Lia semakin terisak. Sungguh sampai hati sekali mantan suaminya. Bukannya sungguh menyampaikan berita duka, tapi selain memudahkannya, Davin juga sampai hati memperparah keadaannya Lia.

❍ᴥ❍

"Nggak usah manja! Kejadian buruk yang terjadi kamu keguguran. Satu-satunya yang dirugikan di sini adalah aku!" tegas Davin geram.

Ini sudah satu minggu Lia di rawat di rumah sakit dan keadaannya sudah pulih dengan baik. Dia diperbolehkan pulang dan mereka baru sampai ke rumah.

"Apa maksudmu? Anak itu bahkan hidup di rahimku, dia anakku juga dan kamu tahu juga bagaimana aku menginginkan anak sebelum kita berpisah lima tahun lalu!" jelas Lia kali ini membela dirinya. Seminggu disalahkan terus dan sekarang habis sudah kesabarannya.

"Menginginkannya?!" Davin mengerutkan dahinya teringat akan sesuatu hal.

Saat itu ketika Lia pergi karena diusir, Davin tak sadar menyesalinya dan merindukan mantan istrinya. Sampai akhirnya di sisi egonya yang cukup besar, Davin pada puncaknya tak perduli lalu mencari beberapa benda peninggalan istrinya.

Akan tetapi saat itu dia malah menemukan hal lainnya dan membuatnya makin membenci Lia. Obat pencegah kehamilan.

"Pembohong!!" bentak Davin dengan kasar. Dia akan berbuat lebih, tapi Lyra wanita dari penitipan anak sekaligus sahabat Lia tiba bersama Raka.

"Mama!!" teriak Raka sambil berhambur pada Lia dan memeluknya. Melihat itu Davin terpaksa menekan emosinya.

"Kamu akhirnya pulang juga dari rumah sakit, aku harap kamu pulih dengan cepat. Hm, tapi maaf sekarang aku tidak bisa berlama-lama, aku harus pulang sekarang," jelas Lyra sambil kemudian langsung pamit.

Lia berterimakasih, kemudian kembali pada Raka, dia mengecupi pipi anaknya itu. Rindu karena ternyata mereka telah berpisah selama seminggu juga. Davin adalah dalangnya dan dia beralasan rumah sakit bukan tempat yang bagus untuk anak-anak.

"Kamu tidak kangen papa juga?" ujar Davin tersenyum.

Mudah sekali pria itu merubah raut wajahnya, sudah seperti bunglon saja. Anehnya memang begitu, saat sudah dengan Raka, dia malah bersikap sebaliknya.

"Raka kangen Papa juga!" jawab anak itu sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Davin mendekat, merebut Raka dari Lia lalu menggendongnya sambil menatap Lia tanpa sepengetahuan Raka dengan aura permusuhannya.

'Kau bisa memisahkan aku dengan anakku, maka lihat saja Lia, aku pun bisa. Aku akan memisahkanmu dari Raka!' ujar Davin membatin dalam kebenciannya yang mendalam.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang