14. Acara Keluarga (1)

9 4 0
                                    

Malam ini, akan diadakan pertemuan antara keluarga-keluarga Ayah Lala, atau bisa dibilang 'Acara Keluarga'. Lala sebenarnya berniat untuk beristirahat sebentar sebelum nanti ia akan belajar, tapi Ibunya menyuruh Lala untuk turut hadir dalam acara pertemuan keluarga kali ini.

Alasan Lala tak mau hadir bukan hanya karena ingin beristirahat dan belajar, itu hanyalah alibi semata. Jujur saja Lala tidak suka berkumpul dengan keluarga dari pihak Ayahnya yang suka bergosip tentang Lala. Kesalahan-kesalahan Lala pasti selalu dicari oleh mereka, belum lagi jika ada orang tua yang membandingkan anak-anaknya dengan Lala. Itulah mengapa Lala tidak ingin mengikuti acara keluarganya.

"Bu, aku mau istirahat aja di rumah, capek." Tolak Lala setelah Ibunya menawari gadis itu untuk pergi ke acara keluarga.

Ibunya menggeleng pelan, "Lala, kamu tahu kan apa yang terjadi kalo kamu nolak?"

Lala tahu Ayahnya suka bermain fisik pada sang Ibu. Jangankan pada Ibu, Ayahnya itu selalu bersikap kasar pada dirinya dan Zean saat Kakaknya itu masih hidup.

Terkadang, Lala sedikit bersyukur karena Zean sudah tidak lagi merasakan rasa sakit karena Ayahnya dan yang lainnya. Mungkin, sudah takdirnya lebih baik Zean kembali pada sang Pencipta karena Tuhan lebih menyayanginya daripada terus hidup dan disakiti oleh orang-orang di sekitarnya, salah satunya sang Ayah.

"Tapi Bu...."

Seolah tak ingin mendengar lagi penolakan dari putrinya, Sinta memberikan sebuah papperbag berisi gaun yang telah ia beli untuk acara keluarga malam ini. Walau ia tahu Lala tidak suka dengan gaun ataupun sejenisnya.

"Kamu pakai gaun ini ya buat acara nanti malam. Jam 8 kamu harus sudah pakai bajunya." Ujar Sinta seraya mengusap bahu Lala.

Merasa urusannya dengan sang anak sudah selesai, Sinta pun melangkah turun melalui tangga. Langkah kakinya membawa menuju sebuah kamar tidur. Ia ingin mengistirahatkan dirinya setelah bekerja di kantor.

Sinta terduduk dan menyandarkan tubuhnya pada kasur ukuran besar yang ada di kamar itu. Sinta merasa bersalah karena memaksa Lala untuk datang ke acara keluarga yang sudah jelas Lala membencinya.

"Lala, maafin Ibu ya."

Krek

Pintu kamar berbahan kayu itu terbuka lebar, seorang pria paruh baya masuk ke dalamnya dengan tas kerja yang masih berada di tangannya.

Sinta langsung beranjak dari duduknya, lantas menyambut dan menyalami suaminya yang baru saja pulang kerja itu. Namun, alih-alih mendapat balasan yang seharusnya, tangan Sinta ditepis kasar oleh Arsha, juga dengan tatapan datarnya yang jelas sekali terlihat.

"Anak kamu dikeluarkan dari kelas gara-gara nggak mengerjakan tugas. Malu-maluin orang tua aja sampai ditelepon wali kelas."

"Ini kan gara-gara kamu yang kasih izin ke dia buat main di rumah 'anak nakal' itu. Jadi lupa sama tugas sekolah dia, merasa bebas." Kata Arsha menggelegar.

Arsha memijat dahinya yang terasa pusing, entah harus menggunakan cara apa lagi agar Lala bisa menurut dan tidak menjadi anak yang melawan.

"Urusi anak itu dengan benar. Nanti malam, dia harus datang ke acara keluarga!"

Kemudian Arsha melempar asal tas kerjanya ke atas kasur dan melangkah pergi keluar kamar. Sedangkan Sinta hanya bisa mematung di tempatnya. Entah apa lagi yang akan Arsha perbuat kepada putri mereka. Sinta hanya bisa berdoa agar Arsha tidak berbuat macam-macam kepada Lala. Lala sudah banyao menerima rasa sakit dari Ayah kandungnya itu.

***

Pukul delapan malam kurang lima menit telah tiba, itu artinya Lala harus segera memakai gaun pemberian Ibunya itu. Tapi jangankan memakai gaunnya, melihatnya saja Lala sudah malas. Bukan karena gaun pilihan Ibunya tidak bagus, Lala hanya tak suka memakai gaun-gaun dan baju yang terlihat feminin, baju-baju miliknya saja dominan adalah baju yang biasa dibeli oleh laki-laki.

"Lala, kamu sudah siap-siap?" Tanya Ibunya dari lantai bawah.

"Udah, Bu." Balas Lala dengan suara keras dari dalam kamarnya.

Pada akhirnya, Lala harus mengenakan gaun berwarna hitam yang masih ada di dalam paperbag itu. Walau masih dengan perasaan terpaksa, ini benar-benar bukan gayanya.

Selesai memakai gaun, Lala mengoleskan sedikit liptint ke bibirnya. Lala tidak memakai riasan apapun selain itu, menurutnya tidak perlu ia berdandan dengan bagus untuk menghadapi orang-orang bermuka dua yang berlindung dibalik kata 'keluarga'.

Keluarga besar macam apa yang saling merendahkan dan menjatuhkan anggota keluarga yang lain?

"Cantik banget anak Ibu." Puji Ibu Lala setelah melihat Lala mendekat ke arahnya.

Lala tersenyum canggung, "Kan Ibu yang beli, jadi ya gaunnya cantik."

"Kamu ini, kan yang pakai juga cantik." Ucap Sinta lalu tertawa kecil setelahnya.

Namun interaksi keduanya mendadak terhenti kala tubuh besar milik Arsha berjalan ke arah mereka. Tak ada lagi canda tawa yang terjadi diantara Ibu dan anak itu.

"Semua udah siap kan? Masuk ke dalam mobil." Arsha berkata sambil berjalan keluar rumah, seolah kehadiran Istri dan anaknya itu tak terlihat olehnya.

Sinta dan Lala mengikuti langkah Arsha yang membawa mereka menuju sebuah mobil berwarna putih dan seorang supir yang menyetir di bangku depan.

Untuk menghadiri acara-acara tertentu, biasanya Arsha menyewa seorang supir karena Arsha gengsi jika orang-orang yang hadir di acara itu tidak menyetir kendaraan mereka sendiri, melainkan disupiri oleh seseorang.

Setelah ketiga anggota keluarga itu masuk ke dalam mobil, mobil pun mulai melaju dengan kecepatan sedang.

"Kamu dikeluarkan dari kelas tadi pagi?" Tanya Arsha tiba-tiba.

Pertanyaan barusan tentu saja ditujukan untuk Lala. Sedangkan ditanyai hanya bisa diam sambil menunduk dalam-dalam. Persis seperti murid-murid SMA Langit Biru yang kedapatan melanggar aturan dan diinterogasi oleh Lala.

"Kamu ini, kalau gak bisa bikin bangga orang tua, harusnya jangan bikin malu."

"Si Heri kasih laporan juga, katanya kamu tadi gak langsung pulang ke rumah, malah ketemu sama dua laki-laki gak jelas." Sambung Arsha.

Mendengarnya membuat Lala menyangkal dengan suara yang sedikit keras, "Mereka bukan orang gak jelas, Ayah. Mereka teman aku."

Mendadak Lala merasa kesal dengan nama Heri yang disebut Ayahnya itu. Heri asisten Ayahnya yang sering menambahkan bumbu kebohongan dalam ucapannya.

"Aku juga dikeluarkan dari kelas karena tugas aku tiba-tiba aja hilang. Ini semua fitnah." Terang Lala membela dirinya.

Mustahil jika berharap Arsha akan berada di pihak Lala dan mendukung gadis itu. Arsha tak pernah memercayai perkataan anaknya yang menurutnya selalu membela diri agar tidak dihukum olehnya.

"Gak mungkin kalo semuanya fitnah tapi gurunya sampai tega mengeluarkan kamu."

"Harusnya kamu yang intropeksi diri!"

Perjalanan menuju acara keluarga itu terasa begitu jauh. Sepanjang perjalanan, Lala berusaha meredam emosinya dengan mengepalkan tangannya sampai-sampai kuku-kuku jarinya itu merobek telapak tangannya, menimbulkan luka perih namun tak seberapa dibandingkan dengan luka di dalam hatinya.

-Meyytiara, 10 November 2023, 21.21


Gimana kalo kalian ada di posisi Lala :( ?? Kalo Meyythor sih udah gak kuat kayaknya :(

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang