22. Penyerangan

13 4 0
                                    

"MAKSUD LO APA? KENAPA GUE HARUS IKUTIN KEMAUAN LO HAH? EMANGNYA KENAPA KALO GUE ADA HUBUNGAN SAMA RAINA?" Bian terlihat tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan oleh Andra.

"Ya lo goblok, lo kan tau siapa dia!" Andra membalas tepat di depan wajah Bian.

"Lepas! Gue gak suka dipaksa." Bian menepis tangan Andra dari kerah jaketnya.

"Eh udah dong, jangan pada ribut." Ucap Lira menengahi.

Keadaan menjadi sengit kala Andra melayangkan tatapan tajam kepada Bian. Tadinya Andra sudah menahan emosinya karena mereka akan menyerang Black Stars dan Andra tidak mau membuang-buang tenaganya. Tapi melihat Bian yang bersikap biasa-biasa saja membuat Andra muak.

"Kenapa sih? Bian kan berhak suka sama siapapun." Raina dengan tidak tahu dirinya menimpali.

"Suka sama siapapun emang gak masalah, tapi gak seharusnya Bian suka sama orang yang suka jelek-jelekin Thea!" Andra menatap tajam Raina yang nyalinya mulai menciut.

Andra tidak menyangka Bian menutup-nutupi tentang hubungannya, bahkan gadis yang menjadi kekasihnya adalah Raina. Andra tidak habis pikir dengan ini semua.

Tapi tunggu, apakah ini bagian dari rencana orang yang mau menjatuhkan Lala?

***

Di dunia ini ada yang namanya keberuntungan, dan semua orang berhak mendapatkannya. Apakah Lala adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang mendapat keberuntungan?

Mungkin keberuntungan Lala habis di masa lalu. Sekarang ia tak punya keberuntungan apapun, termasuk tentang pertemanan.

Mengetahui bahwa Bian memiliki hubungan dengan Raina membuat Lala tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Bian yang selama ini menjadi sosok pemimpin yang selalu Lala kagumi itu rupanya tidak berada di pihaknya.

Bian sangat tahu jika Lala membenci Raina, bahkan sangat membencinya. Bian juga tahu alasan-alasan Lala membenci Raina, mengapa sekarang ia justru menjadi kekasih gadis itu?

Ingatan Lala mendadak terlempar kembali ke masa lalu, masa saat dirinya begitu terpukul atas kepergian Zean.

Flashback on

Saat itu Lala menjadi orang yang enggan meninggalkan makam Zean. Menurutnya dunia ini tidak adil, mengapa Kakaknya yang sangat baik itu harus pergi lebih cepat? Mengapa tidak Lala saja yang pergi?

"Thea, udah ya. Ikhlas atas kepergian Kak Zean. Semua manusia pasti akan pergi, gak ada manusia yang abadi."

Itu kalimat yang Bian katakan waktu itu. Lala terus mendengar nasihat-nasihat yang Bian ucap.

Hanya Bian yang mau menemaninya di makam Zean, disaat semua orang pergi meninggalkannya dan menganggapnya gila karena terus-terusan memanggil nama Zean.

"Kalo semua manusia akan pergi. Apa lo juga bakal pergi dari hidup gue?"

Bian menjawabnya dengan cepat. "Nggak, sampai lo menemukan manusia yang jadi rumah buat lo. Karena gue gak mau lo merasakan kesepian dan kesedihan sendirian, Althea."

"Tapi kan manusia gak ada yang tau. Siapa tau lo ninggalin gue buat orang lain dan bikin gue sedih. Kan lo sama gue gak terus-terusan bisa bareng." Kata Lala dengan raut muka datar.

"Haha, ya nggak lah. Gue bakal terus menemani lo, bukan menemani orang lain yang bikin lo sedih. Always, Althea."

Flashback off

Bohong, nyatanya Bian tidak bisa menepati perkataannya. Semua yang ia ucapkan kala itu hanyalah kata-kata klise yang tidak terpenuhi.

Nyatanya kini Bian hadir untuk orang lain, bukan untuknya.

"The, lo gak usah ikutan gak apa-apa. Kali ini biar gue sama anak-anak lain aja yang habisin Black Stars." Seru Gara yang menyalip motor Lala.

Lala sontak menolak. "Nggak! Gue harus ikut karena Jay udah jadi korban!"

Jalanan menuju markas Black Stars yang sepi membuat Lala dan Gara bisa dengan leluasa berteriak untuk berkomunikasi satu sama lain.

Tanpa diduga dua orang yang saling berboncengan dengan motor sport warna merah mengikuti mereka di belakang. Lala langsung menyadarinya, dari kaca spion ia bisa melihat salah satu dari mereka membawa sebuah balok kayu.

"GARA MAHESA, LO HARUS PERGI DULUAN!" Teriak Lala untuk mengamankan Gara.

Gara awalnya bingung mendengar teriakan Lala, namun mendengar nama lengkapnya disebut, Gara jadi sadar kalau itu artinya sedang ada bahaya. Sebab para anggota RIVERA memiliki kesepakatan jika sedang dalam bahaya, maka saling memanggil satu sama lain dengan nama lengkap sebagai tanda.

Bukannya pergi, Gara malah terus berada di samping Lala. Walau Lala merupakan salah satu anggota yang terkuat di RIVERA, Gara tidak akan meninggalkannya. Pengecut jika ia meninggalkan Lala disaat-saat bahaya seperti ini.

Ckitt

Motor Lala dan Gara mengerem mendadak karena motor yang tadi membuntuti mereka menyalip dan menghalangi jalan mereka. Motor itu berhenti, kedua orang itu berjaket abu-abu turun dari motor merahnya dan melempar asal balok kayu yang mereka bawa.

"TURUN KALIAN!" Perintah dari salah satunya.

Mau tak mau Lala dan Gara harus meladeni dua berandal itu. Lala dan Gara mematikan mesin motor mereka, lalu melepas helm yang menutupi wajah keduanya.

Dug

Lala melempar helm hitamnya tepat ke arah dada salah satu dari mereka. Tanpa aba-aba, Lala dan Gara bertarung dengan kedua orang tidak dikenal itu.

Buagh

Kaki Lala yang panjang menghantam perut orang yang bertubuh lebih tinggi darinya. Kemudian Lala melayangkan pukulan beberapa kali di wajah orang itu.

Tidak diam saja dihajar oleh Lala, orang itu membalas dengan melayangkan tinjunya di wajah Lala. Alih-alih mengenai wajah Lala, tinju itu berhasil di tangkap oleh Lala dan segera ia membanting tubuh itu sampai sang empu mengaduh kesakitan.

Sementara Gara, ia masih kewalahan bertarung dengan orang yang berada di hadapannya itu.

Dugh

Sudut bibir Gara terkena pukulan yang membuat ngilu. Beruntung Gara bisa langsung mengatasinya dan berbalik menendang tubuh orang itu beberapa kali.

Nafas tersengal dari Lala dan Gara terdengar. Untung keduanya berhasil mengalahkan mereka. Kini orang-orang tidak dikenal itu sudah tidak sadarkan diri, namun bisa Lala pastikan keduanya masih hidup.

"Buang-buang energi aja ya, The." Ucap Gara memecah kesunyian.

"Pasti sengaja diatur, mereka ini kayaknya suruhan musuh." Tebak Lala.

Lala menoleh menatap Gara, sebuah ide terlintas di pikirannya. "Lo bawa pulpen gak?"

"Buat apa?" Tanya Gara heran.

"Ada gak? Buru."

Gara merogoh saku kemeja guna mencari barang yang Lala sebutkan. "Nih ada." 

"Thanks."

Lala membuka tutup pulpen hitam itu, setelahnya ia menuliskan sesuatu di tangan kedua orang tidak dikenal itu.

Selesai menulis, Lala mengembalikan pulpen milik Gara dan menyuruhnya untuk memotret wajah kedua pelaku yang tadi menyerang mereka berdua.

"Hati-hati ke markas musuh. Jangan sampai lengah karena kita cuma berdua," Laĺa memperingati, Gara mengangguk dan membalas. "Lo juga jangan hadapi semuanya sendirian, lo masih ada gue."

-Meyytiara, 7 Desember 2023, 07.00

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang