17. Kepercayaan

7 4 0
                                    

Setelah lama mencari, akhirnya Raka menemukan kacamatanya yang ternyata berada di sebelah sepatunya. Lantas laki-laki itu memakai kacamatanya untuk melihat wajah orang yang katanya ingin membawanya ke ruang BK.

"Kak Lala?" Tanyanya sedikit kaget.

"APA? SEKARANG IKUT GUE KE RUANG BK!"

Raka jadi gelagapan sendiri, "Apa masalah Kak Lala sama saya? Kok ruang BK sih?"

Lala naik pitam mendengar ucapan yang keluar dari mulut Raka. Sepertinya istilah yang pantas diberikan untuk Raka adalah 'Mana ada maling ngaku'.

Sebelum Raka kabur dan mengelak akan perbuatannya, Lala terlebih dahulu menyeretnya. Tidak peduli bahwa Raka terus meminta untuk dilepaskan. Raka sendiri tidak mengerti kenapa Lala nampak begitu kesal kepadanya.

Tok tok tok

Pintu ruangan BK diketuk oleh Lala, walau emosi sudah menjalar di seluruh tubuhnya Lala masih bisa menahannya karena ia akan berhadapan dengan guru BK.

"Silakan masuk saja." Ucap guru BK yang ada di dalam ruangan.

Tanpa menunggu lebih lama, Lala membuka pintu berbahan kayu tersebut. Dan saat Lala juga Raka menginjakkan kakinya ke ruang BK, seorang guru BK bernama Viona itu terkejut melihat keduanya.

Viona sangat hafal dengan kedua murid itu. Yang satu adalah Rakana Bumantara, peraih peringkat 1 paralel dan Pelangi Nabastala Althea, anggota OSIS yang sering meraih prestasi bahkan selalu masuk dalam 3 besar paralel.

"Ada apa ya ini?" Gumam Viona.

"Ah, ayo duduk dulu, kalau ada masalah, sebisa mungkin diselesaikan secara baik-baik." Lanjutnya.

Lala menurut, ia duduk di sebuah sofa berwarna abu-abu yang berhadapan dengan Bu Viona. Sedangkan Raka, ia memilih untuk duduk di sofa yang berada di sebelah Bu Viona. Raka takut jika Lala mencabik-cabik wajahnya atau yang lebih parah dari itu, maka sebisa mungkin Raka duduk di tempat yang jauh dari Lala.

"Coba jelaskan, ada apa kalian kesini?" Tanya Bu Viona lembut.

"Dia mencuri tugas saya, Bu. Dan gara-gara tugas itu hilang, saya jadi dikeluarkan dari kelas saat pelajaran Bu Indah." Terang Lala menggebu-gebu.

Ia sangat geram dengan perilaku Raka yang membuatnya harus menerima tatapan tajam dan perlakuan tidak mengenakkan dari ayahnya dan murid-murid lain akhir-akhir ini.

"Bu, ucapan Kak Lala itu gak benar. Saya gak pernah mencuri tugas dia." Sela Raka, ia mengelak.

Lala melirik Raka dengan tatapan bak anak panah yang siap menusuk siapapun. Kemudian ia menaruh kertas-kertas yang berisi tugas miliknya itu ke atas meja yang ada di tengah-tengah mereka.

"Kalau ucapan saya gak benar. Mana mungkin kertas ini ada di loker dia, Bu?"

Viona menghela nafas panjang. Dirinya paham masalah apa yang sedang Lala bicarakan. Namun sebagai seorang guru BK, Viona harus bersikap adil walaupun Raka yang ia kenal adalah murid yang baik.

"Raka, kenapa kertas tugas Lala bisa ada di loker kamu?"

"Itu karena kemarin kunci loker saya hilang Bu dan baru ketemu tadi pagi, ternyata kuncinya tergantung di loker. Saya gak tahu siapa yang menaruh kertas-kertas itu, saya bahkan gak tahu kalau itu milik Kak Lala." Balasnya membela diri, Raka benar-benar tidak pernah mencurinya.

"Lagipula, buat apa saya mencuri tugas orang lain? Apalagi Kak Lala. Gak ada untungnya buat saya, Bu."

Kalau Raka boleh jujur, Raka memang sedikit kesal dengan Lala yang membuatnya mendapat hukuman karena telat waktu itu. Tetapi melakukan perbuatan tercela dengan mencuri tugas Lala, itu sama sekali bukan tindakan yang akan Raka lakukan.

"Ck, mana ada maling ngaku." Cibir Lala.

"Sudah sudah, coba Raka buktikan kalau Raka bukanlah pelakunya. Karena, kejadian ini membuat Lala mendapatkan nilai nol, dan tentu itu sangat merugikan bagi Lala." Viona memandang Raka dengan tatapan lembut, "Apakah Raka bisa jujur?"

Raka menunduk dalam-dalam, seolah-olah semua mata tertuju padanya dan menghakiminya. Raka tidak suka merasa ketakutan.

"Saya jujur Bu. Hari dimana ada berita Kak Lala dikeluarkan dari kelas, saya, Vino, Zio dan juga anak-anak kelas sedang berada di rumah kaca karena kami sedang ada pembelajaran disana. Kami sedang ada tugas meneliti tanaman, dan tiba-tiba saja berita itu menyebar di grup kelas, lalu Vino yang heboh memberitahu saya dan Zio." Tutur Raka, ia berani bersumpah jika perkataannya adalah benar adanya.

Raka pun kembali melanjutkan, "Kemudian, hari itu juga, kunci loker saya mendadak hilang. Mungkin ada yang mengambilnya saat kelas saya kosong, dan menaruh tugas Kak Lala disana."

Bu Viona mengangguk-angguk mengerti. Tapi masalahnya jadi tambah rumit jikalau ternyata pelakunya bukanlah Raka.

"Baik karena Raka sudah jujur, jadi apakah Lala puas dengan jawaban yang Raka berikan?"

"Tapi, semua kebenaran perlu bukti, Bu." Sahut Lala.

Raka berdecak malas, harus ia berikan alasan apalagi agar Lala percaya dengan ucapannya? Apa perlu Raka merekam kegiatan sehari-harinya dan menunjukkan pada Lala bahwa ia tidak ada hubungannya dengan kasus yang sedang Lala alami?

"Kalau begitu, kalian kembali ke kelas terlebih dahulu sebab jam pelajaran pertama akan segera dimulai." Ujar Viona, lalu ia melanjutkan, "Nanti Raka dan Lala ke ruangan saya setelah pembelajaran hari ini selesai, atau tepatnya setelah pulang sekolah. Bisa dimengerti?"

***

Lala mengusap wajahnya gusar. Masalahnya jadi merembet kemana-mana. Tapi bukankah dalang dibalik ini semua hanyalah satu orang saja? Atau ada banyak pihak yang bekerja sama di dalamnya?

Untuk apa pula tujuannya? Untuk menyingkirkan Lala dan membuatnya terjatuh sampai ke titik terendahnya?

Omong-omong, jam istirahat telah berbunyi, Lala tidak berniat untuk pergi ke kantin. Ia hanya memakan dua buah permen untuk menambah energinya.

Disisi lain, Lala belum membuka hadiah pemberian Jay. Karena penasaran, Lala pun membukanya dan benar saja ada secarik surat disana.

'Hi Thea! Gue denger dari Andra, ponsel lo lagi rusak ya? Jadi gue kasih ponsel ini buat lo. Gue harap, dengan ponsel ini lo bisa hubungi anak-anak RIVERA dan gue juga. Jangan dikembalikan ya! Dan semoga, apapun masalah yang lo hadapi cepat selesai. I always here for you, The.'

Membacanya membuat Lala tersenyum kecil, Jay sangat perhatian. Tanpa sadar kedua mata Lala menjadi berkaca-kaca.

Lala harus terus semangat bukan? Setidaknya, masih ada orang-orang yang menyayanginya. Walau hanya beberapa saja. Lala rasa itu cukup daripada banyak orang namun mereka semua membenci Lala diam-diam.

Lala harus kuat dan berusaha untuk menyelesaikan masalahnya. Dan Lala harap, tidak ada penghianat yang berpura-pura baik di pihaknya.

"Gue percaya sama lo semua. Semoga kepercayaan gue gak akan kalian patahkan."

"Gue harap...."


-Meyytiara, 29 Nov 2023, 05.45

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang