20. Sebuah Petunjuk

10 3 0
                                        

Keputusan untuk menjauh dari Nathan bukanlah keputusan yang bisa Lala tentukan hanya dalam hitungan menit. Jauh sejak pertama kali Lala berteman dengan Nathan, Lala sudah memantapkan hatinya untuk tidak berharap apapun kepada laki-laki itu.

Berharap yang dimaksud oleh Lala ialah berharap jika Nathan akan selalu ada di sisinya. Lala sudah pernah dikhianati perihal persahabatan, hal itu yang membuatnya tidak pernah menaruh harapan apapun kepada orang-orang yang berteman dengannya.

Namun sudah sejak lama Lala menyiapkan hati untuk menghadapi situasi ini, tetap tidak membuat rasa sesak yang memenuhi dadanya itu berkurang. Nyatanya ia tidak bisa bersikap biasa-biasa saja seolah-olah hubungan pertemanannya dengan Nathan tidak pernah ada.

Lala keluar dari ruangan Nathan, kemudian ia membayar biaya administrasi Nathan dengan uang yang ia punya. Lala terus berjalan sampai ke depan rumah sakit, langkahnya ia percepat supaya tidak ada yang melihatnya ataupun mencegahnya agar tidak pergi.

Sejak kejadian hari itu, berita tentang Nathan dan Lala yang tidak lagi dekat menjadi perbincangan hangat di SMA Langit Biru. Berita itu terus diperbincangkan dan mengalahkan berita tentang Nathan yang kepalanya dilempar batu oleh seseorang yang sampai saat ini belum diketahui siapa pelakunya. Sekolah pun tidak mau ikut campur dengan masalah itu, mereka merasa tidak memiliki tanggung jawab akan kejadian itu karena Nathan terluka saat jam pelajaran telah usai.

"La, please gak usah menjauh bisa kan?" Nathan terus mengekor di belakang tubuh Lala.

Lala sudah menganggap Nathan tidak ada, ia justru melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang, tanpa memedulikan Nathan yang terus-terusan memanggil namanya.

"Lala, kenapa sih gue harus menjauh dari lo?"

Nathan sedikit berteriak di telinga Lala. Beruntung belum banyak murid yang berada di sekolah, jadi teriakan Nathan pagi ini tidak mengundang banyak perhatian.

"La..." Panggil Nathan lagi.

Alih-alih menoleh, Lala malah menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Setelah itu ia menyalakan musik dengan suara yang keras hingga suara Nathan mampu terkalahkan oleh suara musiknya.

Nathan akhirnya pasrah, Lala benar-benar sudah mengabaikannya sekarang. Mungkin Lala butuh waktu untuk sekarang ini, Nathan tidak mau memaksa Lala yang nanti justru membuat hubungannya dengan Lala benar-benar berakhir.

"Oke, gue bakal menjauh dari lo. Tapi kalau lo butuh apa-apa, jangan segan-segan buat hubungi gue, Pelangi Nabastala!"

Seusai itu Nathan pergi menjauh dari Lala.

Bohong, bohong kalau Lala tidak mendengar itu semua. Suara berat milik Nathan mampu mengalahkan suara musik yang terdengar di kedua telinganya.

Pelangi Nabastala katanya....panggilan yang pertama kali Nathan ucapkan sewaktu ia berkenalan dengan laki-laki itu. Berbeda dengan orang lain yang menyebut nama lengkapnya, Nathan hanya memanggil nama depan dan nama tengah Lala. 

Apakah ini akan benar-benar berakhir? Sudah dua kali Nathan memanggilnya 'Pelangi Nabastala', sebagai awal dan akhir dari pertemuan mereka.

"Nathan, ini semua demi kebaikan lo. Gue menjauh karena ini rencana gue. Maaf." Lala membatin seraya mengecilkan volume musiknya.

Lantas Lala masuk ke dalam perpustakaan sekolahnya. Satu-satunya tempat favoritnya dari semua tempat yang ada di SMA Langit Biru. Disini Lala bisa bernafas lega tanpa harus mendengarkan ucapan-ucapan buruk yang sering ia dengar.

"Buku rumus Matematika." Lala bergumam, mencari-cari buku yang akan ia pinjam dan baca.

Akhir-akhir ini ia terlalu memikirkan masalahnya sampai-sampai melupakan kegiatan belajarnya untuk menghadapi Ulangan yang sebentar lagi akan dimulai.

Omong-omong petugas perpustakaan SMA Langit Biru sudah sangat hafal dengan Lala yang sering bolak-balik ke perpustakaan. Maka Lala datang pagi-pagi sekali ke perpustakaan pun tidak menjadi sesuatu yang harus dicurigai. Lala juga biasanya lebih senang memilih buku yang dicarinya sendiri daripada dicarikan oleh petugas. Lala melakukannya karena memilih buku yang sesuai seleranya akan menghabiskan banyak waktu, maka dari itu Lala lebih suka mencarinya sendiri.

"Ah ketemu!" Ucap Lala bahagia setelah menemukan buku yang ia cari.

Buru-buru ia mendatangi petugas perpustakaan dan mengisi daftar peminjam.

Setelahnya Lala akan menghabiskan waktu untuk belajar di perpustakaan sebelum jam pelajaran pertama berlangsung.

"Eh, lo tau gak sih kalau Kak Nathan kena lempar batu?"

"Tau lah, gue tadinya mau lempar ke si Lala, tapi gila aja malah kena Kak Nathan."

Lala mendengar bisik-bisik yang entah darimana datangnya. Mungkin kedua orang itu tidak sadar bahwa ada Lala disana. Tetapi kali ini Lala tidak akan bertindak gegabah seperti saat Lala melabrak Raka. Ia akan mendengarkan dan merekam saja sebagai bukti nantinya.

Mulailah Lala menyalakan tombol perekam di ponsel miliknya, lalu ia biarkan ponsel itu merekam semuanya.

"Seriusan? Jadi ini semua ulah lo? Kok lo berani banget sih?" Terdengar nada tidak percaya dari salah satunya.

"Ya habisnya gue dibayar. Kalo gak dibayar mana mungkin gue tiba-tiba lempar orang gitu aja." Sang pelaku membalas dengan santai, "Tapi gue juga ada dendam soalnya sama si Lala. Si Lala itu bikin gue dapet hukuman karena pake make up tebal ke sekolah! Makanya gue sih mau-mau aja lempar batu ke dia."

"Hah? Lo gak takut kalo Lala tau tentang ini semua? Lo bakal abis woi!"

Lala diam-diam berdecih, ia tahan keinginannya untuk menghajar siapapun yang sedang bergosip itu.

"Kenapa takut? Ada Raina yang bakal melindungi gue."

***

Sepulang sekolah Nathan mengajak Andra untuk bertemu. Tanpa sepengetahuan Lala, keduanya bertukar nomor telepon untuk membahas masalah Lala bersama-sama.

"Oy sini!" Teriak Andra dari kursinya.

Nathan mengangguk dan melangkah mendekat, ia menduduki sebuah kursi yang berhadapan dengan Andra.

Mereka sengaja bertemu di sebuah warung kopi kecil yang letaknya jauh dari markas RIVERA dan SMA Langit Biru.

"Lo ada apa manggil gue?"

Andra membalas, "Gue denger dari temen, lo dilempar batu sama orang yang gak dikenal? Gue manggil karna itu sih."

Jangan ditanya Andra tahu darimana, anak-anak RIVERA memiliki setidaknya satu orang yang selalu melaporkan tentang keadaan Lala walau mereka berada di sekolah yang berbeda.

Nathan pun mengiyakan, "Ya, dua hari yang lalu kepala gue luka karena kejadian itu."

Telunjuk Nathan menunjuk kepala bagian atasnya yang masih tertempel perban, "Luka disini, untungnya gak terlalu parah."

Andra mengangguk paham, "Ngeri leh. Lempar batu sembunyi tangan pelakunya."

"Untuk saat ini, lo jauh-jauh dulu deh dari Lala. Buat kebaikan bersama." Saran Andra.

Nathan tertegun mendengarnya, Andra satu pemikiran dengan Lala. Sepertinya Nathan memang harus menjauh dari Lala agar tidak ada kejadian lain yang lebih parah nantinya.

"Oh iya Ndra. Gue punya bukti soal siapa yang ambil tugas Lala waktu itu."

"Lah siapa?"

Nathan meletakkan ponselnya di meja, "Lihat sendiri, Ndra."

-Meyytiara, 8 Desember 2023, 10.57

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang