07. Their Pain

11 5 0
                                    

Lala baru saja menginjakkan kakinya di halaman depan rumahnya. Ia ragu-ragu untuk masuk ke dalam karena ia tahu Ayahnya akan menghukumnya sebab Lala pulang terlalu larut. Entah bisa dibilang beruntung atau tidak, anak buah Ayahnya tidak mengikuti Lala saat sepulang sekolah tadi, atau mungkin mereka yang bersembunyi dengan lihai sehingga Lala tidak dapat melihatnya, tapi semoga saja memang anak buah Ayahnya tidak ada yang mengikutinya.

Ketika ia baru saja melangkah ke arah pintu rumah, tiba-tiba saja pintu berbahan kayu jati itu terbuka, memperlihatkan Arsha yang wajahnya kentara sekali sedang dilanda emosi.

Arsha tak segan-segan menarik rambut anak perempuannya itu lalu ke dalam rumah dan ia jatuhkan Lala dengan keras pada lantai putih rumahnya. Siku dan lutut Lala menghantam lantai dengan keras, gadis itu memekik kesakitan karena rasa ngilu yang menjalar.

Apakah ada anak buah Ayahnya mengetahui Lala yang hari ini menjenguk makam Zean? Atau apakah ada masalah lain yang membuat Ayahnya sampai semarah ini kepadanya?

"Ayah kenapa sih? Ada apa?" Tanya Lala tak mengerti.

Tak diduga, Arsha memperlihatkan layar ponselnya ke depan wajah Lala. Di layar ponsel itu terlihat foto yang tentunya Lala tahu, foto yang diambil di markas RIVERA, saat Lala mengusap tangan Jay. Alasannya bukan karena mereka berdua saling suka atau apa, melainkan Lala menenangkan Jay lewat usapan tangannya. Apalagi Lala sangat mengenal nenek Jay.

Nenek Jay yang dahulu saat ia SMP sering mengajaknya makan di rumah dan menyayanginya seperti cucu sendiri. Lala tidak tahu siapa yang mengambil gambar dirinya dan Jay saat itu. Ia juga tidak tahu bahwa hal ini akan menjadi masalah besar baginya.

"Kamu masih berhubungan sama anak-anak berandal itu hah?" Arsha berteriak dan menekankan kata 'berandal'.

"Mereka bukan berandal, Ayah." Elak Lala.

Lala tak suka jika Ayahnya itu menganggap teman-temannya sebagai berandal dan orang yang tidak benar. Lala mengenal mereka, dan mereka bukan orang yang seperti itu, mereka lah yang selalu baik kepada Lala, tidak seperti orang-orang di sekolah yang membencinya dan keluarganya.

"Terserah kamu anggap mereka apa."

"Mana hp kamu hah?" Tanya Arsha.

Arsha menggeledah paksa tas sekolah milik Lala dan menemukan ponsel berwarna hitam milik gadis itu.

"Gak usah berhubungan lagi sama mereka!"

Arsha membanting ponsel Lala ke lantai dengan keras yang menimbulkan retakan di ponsel Lala. Ponselnya hancur berkeping-keping karena Arsha membantingnya dengan tenaga yang kuat.

Lala ingin menangis saat itu juga, bukan karena ponselnya yang hancur, tetapi karena di dalam ponsel itu ada banyak kenangan-kenangannya dengan anak-anak RIVERA, dengan Nathan, dan yang terpenting ada kenangan-kenangannya dengan Zean yang tak akan pernah bisa ia ulang kembali.

"MASUK KAMU KE DALAM!" Ujar Arsha seraya menarik tangan Lala dan menyeretnya menuju ke sebuah gudang.

Saat telah sampai ke depan gudang tua di rumahnya yang ia jadikan tempat untuk menyimpan barang-barang lama, Arsha mendorong tubuh anak perempuannya itu ke dalam gudang dan mengunci gudang itu rapat-rapat.

"Ayah, tolong buka pintunya!" Teriak Lala dari dalam.

Telinga Arsha seolah tuli, pria itu seperti tak menghiraukan teriakan Lala yang bergetar dan meminta untuk dikeluarkan dari dalam gudang. Pria itu melangkah pergi, menjauh dari gudang seolah-olah perbuatannya itu benar. Tidak peduli dengan Lala yang terus berteriak. Terlebih Ibu Lala belum pulang ke rumah dan tidak mengetahui kelakuan busuk suaminya itu.

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang