32. Air Kematian

10 0 0
                                    

⚠️Terdapat adegan tenggelam yang mungkin dapat memicu trauma sebagian orang. Harap bijak atau lewati saja part ini, Terima kasih🖤

Nathan menolak mentah-mentah keputusan Lala. Tidak mungkin Lala ikut serta dalam kegiatan membahayakan seperti ini. Karena jika salah-salah sedikit, ini akan berpengaruh kepada Lala sendiri.

Bukan karena Nathan tidak percaya Lala bisa melindungi dirinya sendiri, tapi ini terlalu bahaya. Cukup Nathan yang menyerahkan dirinya ke dalam zona berbahaya seperti ini.

"Kenapa gue gak boleh ikut? Toh nilai gue udah kena rekayasa bahkan sebelum gue berusaha." Tampik Lala tidak terima dengan penolakan Nathan.

"Tapi ini bakal berpengaruh kalau kita ketahuan. Biar gue aja, gue udah bukan anggota OSIS, jadi mereka gak bisa macem-macem."

"Tapi gue takut Ibu lo kenapa-kenapa karena lo ikutan masalah ini." Lala tanpa sadar membentak Nathan, Nathan terdiam sebentar, di dalam benaknya terpikirkan tentang hal ini tetapi berusaha ia hapus pikiran buruk itu.

Nathan tak menyangka Lala sampai memikirkan keluarganya. Tapi mau bagaimana lagi? Memang siapa yang mau menegakkan keadilan untuk mereka jika tidak berusaha sendiri? Apalagi Nathan sudah tahu akar masalahnya.

"Gue tahu ini merugikan kita berdua, dan bahkan mungkin seluruh murid yang ada di sekolah ini ikut dirugikan. Tapi gue rasa gue punya satu cara biar ini terbongkar tanpa harus kita menunjukkan diri untuk ikut andil di dalamnya." Usul Lala, tangannya bergerak untuk menarik tangan Nathan dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Tapi inget, yang tahu hal ini cuma kita bertiga. Gak boleh kasih tahu yang lain karena sahabat pun bisa menjadi musuh saat keadaan berbalik."

Nathan sedikit ragu menerima keputusan Lala, tapi demi Lala tidak ikut campur dalam hal yang membahayakan dirinya, Nathan menyetujui ide ini.

"Oke, besok sore pas udah selesai Ulangan hari kedua kita tunggu hasilnya." Ucap Lala sebagai akhir dari pembicaraan mereka.

Lala keluar terlebih dahulu dari dalam gudang, Nathan menyusul lumayan lama karena tidak ingin ada yang menaruh rasa curiga akan kepergian Lala yang diikuti oleh Nathan.

Lala menghela nafas panjang, tidak cukup masalah datang bertubi-tubi sebelum Ulangan, sekarang masalah baru datang lagi dan lebih rumit untuk menyelesaikannya. Sebenarnya apa inti dari masalah ini? Lala ingin cepat-cepat keluar dari semua ini dan menjalani kehidupannya yang penuh sunyi seperti biasanya.

Sekarang, Lala harus menjalankan rencananya sekaligus belajar untuk Ulangan di hari esok. Andai saja semesta memberinya waktu untuk beristirahat dari semua hal pelik yang menghampirinya. Andai saja ada satu hari dimana Lala tidak harus merasa cemas memikirkan hari esok. Andai saja hari itu ada.

Atau biarkan lah pikiran Lala tenang sampai ia tidak berpikir tentang apapun. Walaupun ini mustahil, Lala hanya berharap. Lala terlalu lelah untuk menghadapi ini semua. Tidak bisakah Lala menyusul Kak Zean saja?

***

Pintu rumah terbuka lebar, tumben sekali rumah itu bersedia untuk menyambutnya pulang. Lala mengendap-endap memasuki rumahnya dan menutup pintu yang semula terbuka.

Sepertinya rumah hari ini kosong, Lala pulang terlalu cepat mungkin karena hari ini jam pulangnya terbilang masih cukup pagi. Lala tidak memiliki kegiatan lain seperti teman-temannya yang memilih untuk menonton, jalan-jalan ataupun makan-makan sehabis Ulangan. Jadi, Lala memilih untuk pulang ke rumah dan belajar materi yang akan diujikan di esok hari.

Brak

Baru saja kakinya sampai di tangga pertama, Lala merasakan nyeri yang menjalar di punggungnya. Lala berbalik, menatap laki-laki yang baru saja melemparkan sepatu pantofel ke punggungnya.

"MASIH BERANI KAMU MENGINJAKKAN KAKI KE RUMAH INI?" Tanya Arsha yang terdengar sangat emosi saat ini.

Tanpa memberi jeda, pria itu kembali melanjutkan. "KAMU INI GILA? KAMU DICOPOT DARI WAKIL KETUA OSIS KARENA GENK BERANDAL ITU?"

Arsha berjalan dengan langkah cepat, kemudian menarik rambut panjang Lala dan rambut hitam legam itu tercabut beberapa helai karena tarikan yang begitu kuat.

"Ayah, stop. Aku memang salah, aku minta maaf." Kata Lala yang matanya mulai berkaca-kaca. Rambut di kepalanya seperti akan tercabut bersamaan saat itu juga.

Arsha tak mendengar sedikit pun kata-kata yang keluar dari bibir Lala. Pria itu menyeret Lala sampai ke depan pintu kaca yang menghubungkan ruang keluarga dengan kolam renang setinggi 3 meter.

Arsha bergegas membuka kunci pintu itu, lalu saat sudah sampai di bibir kolam, pria itu menghempaskan tubuh Lala begitu saja.

Byur

Tubuh Lala sepenuhnya masuk ke dalam kolam yang begitu dalam itu. Lantai kolam yang berwarna hitam menambah kegelapan yang Lala rasakan.

Kepalanya terasa seperti akan pecah, sekarang rasa perih itu bertambah karena terkena air. Air seperti memenuhi paru-parunya. Memberikan sensasi sesak yang membuatnya tak bisa bernafas.

Jadi, seperti ini rasa air kematian yang Kak Zean rasakan dulu?

Pandangannya begitu gelap, kedua telinganya tak bisa mendengarkan apapun, dan kakinya yang kram tak bisa membantu gadis itu untuk berenang ke atas kolam. Tangannya bergerak ke atas dan ke bawah, berharap hal itu bisa membuat dirinya naik ke permukaan. Namun sayang, sekeras apapun Lala mencoba, tubuhnya tetap berada di posisi semula, tak ada perubahan apapun.

"MATI AJA KAMU SANA! MENYUSUL KAKAK KAMU YANG GAK BERGUNA ITU." Teriak Arsha tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Gurat kemarahan di wajahnya terlihat begitu jelas, kedua matanya melotot dan tangannya tergenggam erat. Kabar yang barusan ia dengar membuatnya tak bisa berpikir jernih selain membuat putrinya itu jera.

Mau ditaruh dimana muka Arsha saat keluarganya tahu anak yang biasa ia banggakan itu rupanya dicopot jabatannya dan menjadi anggota OSIS biasa?

"PERGI SANA DARI BUMI. BUMI NGGAK BUTUH PECUNDANG KAYAK KAMU." Gertak Arsha untuk terakhir kalinya sebelum pria itu melangkah pergi meninggalkan area kolam.

Lala masih bisa membuka matanya beberapa detik sebelum akhirnya ia jatuh pingsan. Yang ia lihat terakhir kali hanyalah sebuah tangan yang terulur padanya. Juga secercah sinar matahari yang perlahan masuk dan menerpa wajahnya. Dan sebuah bisikan yang perlahan memenuhi telinganya.

Lala, kakak yakin takdir Lala lebih baik daripada Kak Zean. Masih ada banyak bahagia dan mimpi besar yang harus Lala raih. Bumi masih sayang sama Lala. Masih banyak manusia bumi yang mau Lala tetap tinggal dan hidup bersama mereka lebih lama.

Lala nggak boleh menyerah dulu, perjalanan Lala masih panjang dan bukan sampai sini saja. Air ini memang membuat Lala tenang, tetapi jangan terlalu lama merasakan ketenangan ini. Lala harus kembali mendengar peliknya hal yang ada di bumi ini. Lala, buka mata kamu.

—Rabu, 23 Oktober 2024, 08.06

PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang