"Than, malam ini RIVERA mau serang genk lain. Kenapa gue kasih tau lo karena kayaknya Thea bakal ikutan."
"Gue kirim lokasinya, karena gue gak yakin nanti RIVERA bakal baik-baik aja."
Sambungan telepon terputus setelah Andra berkata demikian, memang lebih terdengar seperti sedang buru-buru. Nathan tidak tahu Andra tiba-tiba menghubunginya begitu saja, tidak tahu juga perihal penyerangan RIVERA, apa penyebabnya?
Meskipun begitu, Nathan tidak akan diam saja. Nathan dan Andra sudah bekerja sama supaya saling mengabari satu sama lain jika ada sesuatu yang sekiranya melibatkan Lala.
Maaf, Nathan tidak bisa terus-terusan menjauhi Lala. Nathan akan menghadapi resikonya sendiri.
"Mah, Nathan izin pergi sebentar boleh?" Tanya Nathan pada Mamahnya yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Mamah Nathan mengangguk pelan, kemudian tersenyum.
Melihat respon tersebut, Nathan mendekati ranjang, mencium punggung tangan dan kening Mamahnya.
"Mamah sama Sora dulu ya, Nathan pamit."
Lagi-lagi Mamah Nathan hanya mengangguk, menatap kepergian anak sulungnya yang menghilang dari balik pintu.
Setelah keluar dari tempat Mamahnya dirawat, Nathan berpapasan dengan sang adik yang akan bergantian menjaga Mamahnya.
"Mau kemana, Bang?" Sora bertanya.
"Mau ketemu temen, tolong jagain Mamah sebentar ya."
Sora mengangguk patuh, ia tidak ingin bertanya lebih jelas kemana Nathan akan pergi, karena Mamah pasti sudah menunggunya.
"Hati-hati ya Bang." Pesannya.
"Siap adik kesayangan Bang Nathan!" Balas Nathan sambil berlalu.
Nathan bergegas keluar dari bangunan lantai 4 itu. Ia menaiki lift agar bisa menuju lantai paling bawah lebih cepat.
Nathan hari ini membawa mobil yang ia taruh di basement Rumah Sakit. Selama ini ia jarang mengendarai mobil itu, ketika sekolah pun Nathan memilih untuk membawa motor ketimbang mobil. Nathan memakainya hanya di waktu-waktu tertentu.
Setelah Andra mengirim lokasi tempat penyerangan RIVERA, Nathan tidak langsung kesana. Ia mampir ke supermarket terlebih dahulu, membeli barang-barang yang sekiranya ia butuhkan.
Nathan turun dari mobil putihnya, masuk ke dalam supermarket.
"Obat, makanan dan minuman." Nathan menghafalkan keperluan yang akan dibelinya.
Ia menyisir rak-rak supermarket, mencari barang-barang dan memasukkannya ke dalam keranjang belanja.
"Eh, hah Kak Nathan?" Tiba-tiba hadir seorang laki-laki.
"Maaf, siapa ya?" Nathan mengernyit kebingungan.
Yang ditanyai tampak kegirangan, terlihat dari bibirnya yang tersenyum lebar, sudah seperti bertemu dengan artis pemberi rezeki dadakan saja.
"SAYA DEVAN KAK, ANAK OSIS, PENGGEMAR KAK NATHAN SEJAK MASA MPLS!" Ia mengulurkan tangan kanannya. "Salam kenal ya Kak, saya seneng banget ketemu Kak Nathan, Kak Nathan Ketua OSIS idola saya yang jadi motivasi saya masuk OSIS juga!"
Nathan tersenyum canggung, lalu membalas uluran tangan Devan. "Iya, salam kenal Devan."
Devan menutup mulutnya tidak percaya, mimpi apa ia semalam bisa bertemu dengan Ketua OSIS yang sudah menjadi idolanya sejak dulu. Ketua OSIS yang ramah namun tegas dan cerdas dalam mengatur anggota-anggotanya. Satu setengah tahun semenjak Devan bertemu Nathan untuk pertama kalinya, rasa kagum Devan pada laki-laki itu masih tidak berubah.
Sekalipun mereka satu sekolah, Devan jarang bertemu dengan Nathan. Devan dan Nathan beda jurusan, beda gedung, jadi jarang Devan melihat Nathan.
"Oh iya, kok Kak Nathan belanja banyak banget? Mau buat sedekah?" Devan melirik barang belanjaan Nathan.
"Nggak, ini ada karena ada urusan aja makanya beli banyak."
Devan membulatkan bibirnya mengerti.
"Kak, omong-omong, makasih ya udah selalu berada di sisi Lala. Saya tau Lala itu suka sendirian." Ujar Devan mengalihkan topik, ia masih ingin berbincang dengan Nathan.
Kebetulan Lala dan Nathan dekat, juga Devan mengenalnya, jadi Devan ambil kesempatan saja untum membahas perempuan itu.
"Walau mukanya galak dan gak pernah senyum begitu, saya tau sih kalo Lala ada sisi baiknya." Sambungnya.
Nathan terdiam mendengar nama Lala disebut. Mungkin laki-laki bernama Devan ini berteman dengan Lala juga, mereka sama-sama anggota OSIS.
Nathan masih mendengarkan kalimat selanjutnya yang akan Devan ucapkan.
"Sebenarnya saya mau deket sama Lala juga. Tapi dia seolah bikin tembok pembatas buat orang-orang supaya gak bisa deket sama dia. Ada saat dimana saya pengen jadi teman dia, bukan hanya jadi teman rekan OSIS aja."
Nathan berpikir sebentar, Devan mengidolakannya sejak dulu, berarti Devan tahu ia dekat dengan Lala. Dan Devan ingin dekat dengan Lala? Sepertinya, Nathan punya cara untuk mendekatkan mereka berdua.
"Lo mau ikut gue ke suatu tempat? Kita bantuin Lala."
***
Devan akhirnya berangkat ke tempat dimana markas Black Stars berada. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Zio, adik kelas nakal yang namanya jelas Devan kenal. Zio sedang kabur dari seseorang yang terus mengejarnya, terpaksa Devan dan Nathan membawanya ke markas Black Stars juga.
Ribet kalau putar balik dan menurunkan Zio di tempat lain, begitu kata Devan. Zio yang tidak tahu apa-apa hanya nurut saja. Laki-laki bermata sipit itu diberi penjelasan oleh Devan di mobil.
Mendengar itupun Zio tidak menolak, saat kecil ia bermimpi menjadi pahlawan yang menolong orang-orang dari penjahat. Ketika ditawari ajakan dari Devan untuk membantu, Zio malah bersikeras ingin ikut.
"Ya udah, kalo kalian mau ikut, kalian harus dengar penjelasan gue." Nathan berbicara dengan tangannya yang fokus menyetir mobil.
"Semua ini pasti ada resikonya. Kalian yang gak tau apa-apa tapi tiba-tiba ikut campur pasti bakal mereka tandai." Imbuhnya.
Devan dan Zio masih punya waktu untuk tidak ikut-ikutan. Mereka bisa menolak, Nathan tidak akan memaksa mereka.
"Gimana? Masih mau ikut?"
Devan dan Zio kompak membalas. "IKUT! Kita suka keadilan!"
Nathan akhirnya menjelaskan rencana yang akan mereka lakukan. Terdengar lucu karena Nathan pun sebenarnya takut menghadapinya. Tidak apa lah, demi Pelangi Nabastala.
"Gue minta maaf karena melibatkan kalian dalam penyerangan ini. Dan gue mau bilang terima kasih juga atas kerja samanya." Tutur Nathan menatap mereka berdua lewat kaca mobil.
Sebentar lagi mereka akan tiba di lokasi yang Andra kirimkan. Tidak ada penolakan lagi, tidak bisa mereka malah memilih mundur.
"Gak usah minta maaf, Kak Nathan. Ini semua kan demi Lala dan kawan-kawannya!" Devan menyahut.
Zio menambahi. "Tapi pasti Kak Lala kaget karena ini dadakan. Fix marah-marah juga sih!"
Devan tergelak, bisa dipastikan hal itu benar adanya. Lala akan mengamuk seperti badak yang menyeramkan, Devan membayangkan diatas kepala gadis itu ada dua tanduk warna merah.
"Selain siap-siap mau serang. Kita juga siap-siap kena omel Lala ya, haha!" Nathan menimpali.
Ketiganya tertawa bersama, menebak-nebak akan semarah apa Lala kalau tahu mereka merencanakan hal gila ini.
Lala, setidaknya kini ia tidak sendiri lagi. Ada banyak orang yang menyayanginya.
-Meyytiara, 31 Des 2023, 23.21

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi
Teen Fiction"Namaku tak seindah takdirku." -Pelangi Nabastala Althea ©meyytiara, 24 Feb 2023 Credit cover: Pinterest