Jam weker digital milik Lala tidak berbunyi pada waktu yang telah ditentukan. Padahal kemarin malam sebelum tidur, Lala telah mengatur alarm pengingatnya untuk bangun di pagi hari. Sialnya, Lala tidak mengecek kembali apakah jam digital itu masih bisa digunakan atau tidak.
Akibatnya Lala hari ini bangun kesiangan, ia baru bangun dari tidurnya pada pukul setengah 7 pagi, membuatnya tergesa-gesa untuk mandi, memakai seragam sekolahnya dan berkendara dengan terburu-buru.
Jalanan kota tentu sangat akrab dengan kemacetan, banyak kendaraan yang berlalu lalang. Entah itu bus kota, mobil, truk-truk besar bahkan sampai pengendara motor, semuanya terjebak macet. Semuanya memiliki kesibukan masing-masing seperti pergi bekerja, berangkat ke sekolah, atau memiliki tujuan yang lainnya.
Di waktu yang bersamaan, mereka sama-sama ingin sampai tempat tujuan dengan cepat. Tak terkecuali Lala, gadis itu sudah sangat panik lantaran kemacetan yang sedang terjadi tak kunjung mereda.
"Sial, ini kapan selesai macetnya." Umpat Lala.
Motor sport hitam miliknya sama sekali tidak bergerak karena macet. Seharusnya, ia tidak bangun kesiangan hari ini, maka dirinya tidak akan bertemu dengan kemacetan yang tak berujung ini.
"Anj*ng, bisa bawa motor gak sih?" Kesal seorang pengendara motor di belakang Lala, berkali-kali ia membunyikan klaksonnya.
Penyebabnya adalah karena Lala melamun sebentar, ia tidak fokus bahwa mobil di depannya sudah bergerak. Namun, pergerakan macet itu hanya berlangsung sebentar, mungkin jarak motor Lala maju dari tempat sebelumnya dan saat ini hanya 10 cm.
Tin tin tin
Pengendara di belakang Lala kembali membunyikan klaksonnya. Padahal sudah sangat jelas jika pengendara lain pun sama-sama sedang mengalami macet.
"Lama amat woi!" Teriaknya seakan-akan Lala yang menjadi penyebab kemacetan.
Brengsek, suara klakson milik sang pengendara itu memenuhi indra pendengaran Lala. Lama-lama, Lala sudah tidak bisa mentoleransi. Sebab sepertinya pengendara itu tidak tahu apa arti kata 'sabar' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Lala membuka kaca helm fullface nya, lantas berbalik menatap seorang perempuan dengan seragam SMA yang sedari tadi membunyikan klaksonnya.
"Woi, bangsat. Lo tau kata 'sabar' gak sih? Lo gak liat ini lagi macet hah? Buka mata lo jangan cuma kancing baju lo yang dibuka!" Lantang Lala.
Sang pengendara itu langsung terdiam, selain karena suara Lala yang keras dan terkesan membentaknya, pengendara itu juga terdiam karena Lala menyindir 2 kancing seragamnya yang terlepas di bagian atas. Mungkin kata yang tepat bukan terlepas, tapi sengaja dilepas.
Sedangkan pengendara lain yang ada di sekitar situ berdecak kagum akan aksi berani Lala. Sebetulnya mereka juga merasa terganggu karena bising klakson pengendara itu, tetapi tidak berani menegurnya karena ia sudah terkenal sebagai berandalan yang suka membuat onar.
"Gak lagi-lagi gue bangun kesiangan. Ketemu sama setan gue gara-gara kesiangan." Gumam Lala emosi.
Tin tin
Lala menoleh ke sumber suara, dilihatnya Jazzey dengan motor sport yang berwarna sama dengan miliknya. Pemuda itu membuka helmnya agar bisa mengobrol dengan Lala.
"The, ikut gue yuk, lewat jalan pintas ke SMA lo." Ujarnya dengan senyum merekah yang menjadi ciri khas seorang Jay.
Jay paham jika Lala sedang terjebak macet, dan melihat seragam sekolah yang dipakainya, Jay bisa menyimpulkan bahwa Lala terlambat masuk ke sekolah karena sedang macet.
"Sumpah lo tau?" Tanya Lala memastikan.
"Tau dong, Jazzey always knows."
Setelah mengatakan seperti itu, Jay melajukan kembali motornya, lewat pinggiran jalan yang sempit, Jay mengendarakan motornya diikuti oleh motor milik Lala yang mengekor di belakangnya.
Seolah menemukan secercah cahaya di tengah kegelapan, Lala sangat bersyukur bertemu dengan Jay di waktu yang tepat. Apalagi Jay menunjukkan jalan pintas untuknya sampai ke sekolah. Lala sendiri yang sudah menjadi murid SMA Langit Biru selama 2 tahun tidak tahu adanya jalan pintas tersebut, tapi ajaibnya Jay mengetahuinya.
Walau jalannya lumayan susah, mereka harus melewati gang-gang kecil serta jalan yang tidak mulus. Perjuangan melewati jalan pintas akhirnya membuahkan hasil, tidak sampai 5 menit, Lala dan Jay sudah sampai di pintu gerbang SMA Langit Biru.
"Jay, makasih banget ya." Kata Lala, ia sangat berterima kasih akan kebaikan Jay.
"Santai aja, The. Gue akan selalu bantu lo, sesusah apapun itu, haha." Balas Jay.
"Maaf karena gara-gara gue, lo jadi telat ke sekolah lo." Ucap Lala penuh sesal.
"Karena lo minta maaf, lo dapat hadiah handphone!" Tiba-tiba saja Jay memberikan Lala sebuah ponsel yang masih utuh dengan kardusnya.
Setahu Lala itu adalah ponsel yang berharga mahal, dari merk nya saja sudah bisa ditebak.
"Gue tahu lo bingung, makanya jangan lupa baca surat yang ada di dalamnya ya! Gue pamit."
Tanpa mendengar penolakan lebih lanjut dari Lala, motor milik Jay sudah melaju meninggalkan SMA Langit Biru.
Lala memasukkan paperbag berisi kardus ponsel yang Jay berikan. Nanti Lala akan membukanya saat sudah di kelas atau sudah sampai di rumah. Atau, Lala akan mengembalikannya pada Jay.
***
Lala berjalan dengan cepat di koridor sekolah, ia hanya takut jika guru sudah masuk ke dalam kelasnya. Bel masuk juga telah berbunyi, rasanya jantung Lala akan melorot kalau ia dihukum gara-gara terlambat masuk ke kelas.
Brak
Ketidak fokusan membuat Lala menabrak tubuh bongsor Rakana Bumantara, seorang murid yang pernah Lala catat karena terlambat masuk ke sekolah.
Kacamata milik laki-laki itu terjatuh, dan kertas-kertas yang sedang ia pegang seketika terjatuh.
"Aduh, mana kacamata gue?" Tanya Raka sambil meraba-raba lantai guna menemukan kacamatanya.
Ia tidak bisa melihat tanpa kacamata, pandangannya berubah menjadi buram tanpa benda bening itu.
"Maaf maaf gue gak fokus tadi." Buru-buru Lala mengambil kertas-kertas milik Raka yang berserakan.
Ia masih ada dendam sebenarnya kepada Raka yang menggosip bersama temannya tentang dirinya yang dibenci oleh mereka.
Gerakan mengambil kertas-kertas terhenti tiba-tiba karena sebuah kertas yang begitu familiar di matanya. Tentu, Lala tahu kertas itu adalah kertas tugas miliknya yang menghilang kemarin. Lala paham karena ada namanya di kertas itu.
"SIALAN, JADI LO YANG AMBIL TUGAS GUE?" Teriak Lala.
"Kertas apa? Lo siapa?" Dengan mata yang disipitkan, ia mencoba menebak siapa yang meneriakinya pagi-pagi begini.
Lala tidak paham apakah Raka benar-benar lupa dengannya atau Raka pura-pura tidak tahu? Jelas-jelas dirinya pernah bertemu dengan laki-laki itu.
"BRENGSEK, GAK USAH PURA-PURA GAK KENAL GUE!! LO YANG AMBIL KERTAS GUE HAH?" Nada suara Lala meninggi.
Gadis itu menarik kerah seragam Raka, ia merasa dipermainkan karena laki-laki itu tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"KARNA UDAH ADA BUKTI, LO IKUT GUE KE RUANG BK!"
Tetapi, Raka benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya. Yang jelas Raka tahu kalau hari ini hari kesialannya yang ke sekian.
-Meyytiara, 23 November 2023, 19.04

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi
Teen Fiction"Namaku tak seindah takdirku." -Pelangi Nabastala Althea ©meyytiara, 24 Feb 2023 Credit cover: Pinterest