Happy Reading ✨️
***
Adult content only available at KaryaKarsa 21+
***
Pria itu langsung ambruk di atas tubuh Cira. Dengan napas yang tidak beraturan, ia masih menyelesaikan sisa-sisa pelepasannya sembari mendekap erat tubuh istrinya. Mereka sama sekali tidak risi berdekapan dengan tubuh yang sama-sama dibanjiri keringat karena aktivitas panas penuh gelora yang baru selesai dilakukan.Setelah keheningan terjadi, suara yang terdengar serak dan lelah itu bergumam, “Saya suka panggilan itu.”
“Aku nggak nanya pendapat Om,” sahut Cira dengan napas yang menderu, sementara tangannya bergerak pelan mengusap surai Adam.
“Saya inisiatif.”
“Om mau dipanggil ‘Mas’?”
“Emang boleh?”
“Kenapa nggak? Tapi ada syaratnya lho.”
Adam mendengus, namun tidak mengubah posisinya sama sekali. “Kenapa begitu aja harus ada syaratnya?”
“Ya harus ada dong, biar fair.”
“Hmm, syaratnya apa? Kok malah saya yang kesannya maksa banget pengen dipanggil ‘Mas’.” Pria itu berguling ke samping. Khawatir jika tubuhnya terus menindih Cira akan membuat wanita itu gepeng.
“Itu dia syaratnya,” ucap Cira.
“Yang mana?” Istrinya ini suka sekali mutar-mutar saat berbicara. Adam meraih tubuh wanita itu dan kembali memeluknya. Mengambil tangan kanan Cira dan menaruhnya di atas kepala, perintah untuk memberi usapan lagi di sana.
Ibu satu anak itu tidak menolak kala Adam meminta untuk diusapkan kepalanya. “Syaratnya ... Om nggak boleh nyebut ‘saya’ ke diri Om.” Cira menyentuh dada telanjang Adam menggunakan telunjuknya. “Aku nggak suka kalau aku panggil Om ‘Mas’, sedangkan Om sendiri nyebut ‘saya’ ke diri Om. Itu nggak cocok, bukan pasangannya.”
“Terus harus nyebut apa kalau bukan ‘saya’?” tanya Adam. Pria itu memainkan jarinya di permukaan wajah Cira, menelusuri setiap bagiannya. “Saya terbiasa pake ‘saya’ sejak awal kita ketemu, Ci. Rasanya bakal asing kalau diubah.”
“Dicoba dulu.”
“Kamu sukanya apa untuk gantiin kata itu?”
Sebelum menjawab, wanita itu mengecup singkat bibir Adam. Bak sengatan listrik yang mudah menyambar, bibir yang dikecupnya langsung tersenyum. “Gimana kalau ‘Mas’ atau ‘aku’.”
Senyum itu langsung pudar. “Gitu ya? Saya malah kelihatan kayak Papa kalau gitu.”
Gegas Cira menyangkal. “Ih, nggaklah. Emang Papa doang yang pake kata itu? Nggak mungkinlah.”
“Yaudah, bakal saya coba,” putus Adam yang membuat Cira mengangguk senang. Ia menatap sang istri cukup lama dan dalam. “Kamu sendiri mau dipanggil apa? Sa—maksudnya, Mas nggak punya rekomendasi.” Bibir Adam langsung terasa kebas setelah menyebut dirinya dengan kata ‘Mas’. Adam asing.
“Ada lho panggilan yang romantis, padahal Mas juga pernah panggil aku gitu walaupun cuman hitungan jari.” Mata Adam lekas memicing tajam.
“Maksud kamu ‘Sayang’?” tukasnya cepat.
“Iya ...,” jawab Cira cengengesan.
“Kalau itu Mas nggak mau.”
Cira benar-benar terkejut akan ucapan Adam. “Dih, kok nggak mau?” Ia menatap jengkel pada rupa Adam. Suaminya ini kenapa sih, diajak beromantisan tidak mau.
“Karena menurut Mas—“
Dering ponsel berbunyi nyaring dan menghentikan Adam yang hendak memberi alasan. Adam bangkit diikuti istrinya, ia menatap Cira sebentar lalu mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar, sebab tidak menemukan keberadaan benda pipihnya. “HP siapa yang bunyi, Ci?”
“Sebentar, kayaknya HP aku deh.” Cira menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya, kemudian mengambil tas yang ia taruh di nakas. Rupanya benar, bunyi dering itu berasal dari ponsel Cira. Benda itu terus meraung-raung seakan memaksa pemiliknya supaya mengangkat panggilannya dengan cepat.
“Siapa yang telepon?” tanya Adam, mengintip pada layar ponsel Cira lewat matanya yang memicing. “Vian? Ngapain dia telepon kamu?!”
Belum sempat membuka suara, ponsel Cira telah Adam rampas. Wajah pria itu tampak mengeras, dengan cepat jemarinya menggeser tombol hijau pada layar. “NGAPAIN LO TELEPON CIRA?! BUKANNYA UDAH GUE BILANG JANGAN PERNAH NGEHUBUNGIN NOMOR CIRA KALAU NGGAK PENTING-PENTING AMAT?! MALEM-MALEM BEGINI LO NGAPAIN TELEPON DIA, HAH?! LO ‘KAN BISA TELEPON PAKE NOMOR GUE!”
Adam menepis tangan Cira yang mengelus lengannya. Mungkin niat wanita itu baik, namun sekarang ini Adam tidak butuh sebuah penenang. Adam tidak suka jika ada seorang pria yang menghubungi istrinya termasuk adik-adiknya terkecuali bapak mertua. Apalagi menghubunginya hampir tengah malam.
“Kumat,” gumam Cira. Bola matanya berotasi malas, kesal kalau Adam sudah dalam mode cemburu maka pria itu akan mengamuk tidak jelas.
“Nomor lo nggak bisa dihubungin, brengsek! Ke mana HP mahal lo itu, hah?! Rusak?! Nggak ada kuota?!” Samar-samar Cira mendengar adik iparnya yang ikut marah-marah saat menyahuti ucapan Adam. “Sesuai yang lo bilang tadi, gue nggak boleh ngehubungin Cira kalau nggak ada yang penting. Sebelum ini gue udah telepon ke nomor lo, tapi nggak aktif.”
“Ya terus?!” Dari nadanya yang tinggi, tampaknya Adam masih marah.
“Anak kalian sakit. Lili demam. Dia ngigo, manggil-manggil lo terus, Bang.”
***
TBC
♡ Follow IG-ku: @wlsrhmwt (Di sana, aku sering bikin spoiler untuk bab yang akan dipublish besoknya).
♡ Baca cepat di KaryaKarsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Very Much [On Going]
Romance[Yuk, follow dulu akun ini sebelum membaca] * Cerita ini adalah season kedua dari 'The Angry Husband'. * Bagi kalian yang ingin membaca 'Love Very Much', disarankan untuk membaca 'The Angry Husband' terlebih dahulu supaya lebih mudah memahami alurny...