Happy Reading ✨️
***
Redyna meneliti rumah sang putra yang ia berikan sebagai tempat berteduh di Surabaya. Rapi dan bersih, sepertinya Erza sangat pandai merawat rumah pemberian orang tuanya. Tidak hanya di luar, dalamnya pun sama terawatnya. “Kamu nyewa ART, Er?” tanyanya.
“Iya. Tapi dia nggak nginep di sini. Pagi dateng, sore pulang,” jawab Erza mendudukkan bokongnya di samping sang Mama. Pandangan mata mereka tertuju ke depan, melihat asrinya kebun bunga di halaman belakang rumah.
Redyna menepuk paha Erza yang membuat pria itu cepat menoleh ke kiri. “Nanti kalau udah nikah, suruh ART-nya tinggal di sini buat bantu-bantu Aziza selama 24 jam. Kasihan istrimu kalau ngerjain pekerjaan rumah tangga sendirian.”
“Aziza nggak sendirian, Ma, ‘kan ada Erza yang siap bantuin.” Erza tersenyum, kembali menatap pemandangan indah di depannya. “Usul dari Mama tetep bakal Erza pertimbangin.”
“Nggak perlu pake mikir lagi, Erza. Rumah sebesar ini mana mungkin kalian berdua bisa ngebersihinnya, ditambah ART yang pulang-pergi.” Wanita paruh baya itu berdecak.
Tawa kecil Erza keluar dari mulutnya. “Iya-iya, Ma. Pokoknya Mama tenang aja, selama Aziza jadi istri Erza, menantu Mama yang satu itu nggak bakal ngerasain yang namanya capek ngurus rumah tangga termasuk anak nanti. Erza niatnya mau pake babysitter kalau kami punya anak, tapi soal ini mau Erza rundingin dulu sama Aziza.”
“Bagus itu, Er, Mama setuju sama niat kamu itu,” cetus Redyna. Helaan napasnya terdengar lelah. “Coba pemikiran Adam sama kayak kamu. Anak itu susah sekali disuruh rekrut pekerja di rumahnya, dia pikir Cira nggak butuh bantuan tenaga di rumah? Mending abangmu dengan suka rela bantuin istrinya, ini mah harus disuruh dulu baru gerak. Kadang Mama suka kasihan sama Cira.”
“Cira sering curhat begitu ke Mama?”
“Nggak sih, cuman ini perasaan Mama aja. Ya pokoknya Adam jangan gitulah jadi suami. Untungnya papamu orangnya inisiatifan, kalau nggak ... heuh! Udah Mama tuker tambah.” Gerakan tangan Redyna seolah-olah sedang meremas kertas dengan begitu kuat.
“Lambat laun pasti Adam berubah kok, Ma,” celetuk Gavin yang duduk di sebelah kiri sang istri. Posisi duduk Redyna di tengah-tengah, diapit oleh anak dan suaminya.
“Dalem mimpi,” seloroh Erza, menciptakan tawa geli kedua orang tuanya.
Suara derap langkah seseorang terdengar mendekat. Sosok Adam yang jangkung dengan tubuh proporsional berjalan mendekati kedua orang tua dan adiknya berada. Mata tajam pria itu dapat melihat ketiga orang di depan sana sedang tertawa, entah apa yang tengah mereka tertawakan. Adam pun mengedikkan bahunya tak acuh.
“Pa, jadi?” Begitu sampai di hadapan sang Papa, Adam langsung bertanya.
“Jadi.” Gavin lekas berdiri, ia mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk melihat jam. Pukul sepuluh pagi, masih ada waktu untuk membeli mobil dadakan.
“Beneran mau beli mobil? Mobil Erza ada satu di garasi, sisanya kita bisa pake taksi online. Jadi, nggak harus beli mobil baru,” ujar Erza. Acara lamaran akan diadakan sore hari. Mengingat rombongan mereka banyak, belum lagi seserahan untuk lamaran, tentunya membutuhkan kendaraan tambahan untuk menampung semua itu.
Tetapi Gavin lebih memilih membeli sebuah mobil baru di banding menyewa atau memesan taksi online karena gengsi.
“Erza, kamu jangan malu-maluin jadi cowok. Taksi online, huh?” olok pria empat anak itu. Tak lupa, Adam pun ikut memberikan senyum remeh pada adiknya.
“Apa salahnya? Atau kalau perlu, Erza bisa pinjem mobil Bagas.” Bagas yang dimaksud ini adalah sekretaris Erza bukan mendiang Bagaskara Zhafir, kebetulan saja nama mereka sama. Erza pikir, tidak buruk juga kalau meminjam mobil Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Very Much [On Going]
Romance[Yuk, follow dulu akun ini sebelum membaca] * Cerita ini adalah season kedua dari 'The Angry Husband'. * Bagi kalian yang ingin membaca 'Love Very Much', disarankan untuk membaca 'The Angry Husband' terlebih dahulu supaya lebih mudah memahami alurny...