LVM - 9

150 21 1
                                    

Happy Reading ✨️

***

Cira mengantar Adam ke depan rumah dengan tangan kiri yang membawa tas kerja pria itu. “Nggak apa-apa kerja? Nanti kalau drop lagi gimana?” tanyanya begitu mereka sampai di teras.

Sembari membetulkan letak jam tangannya, Adam menjawab, “Semisal saya drop palingan Aydin telepon kamu. Hari ini ada rapat penting, Cira. Sayang banget kalau saya nggak masuk, Zhafir Group bakal kehilangan kesempatan emas.”

“Kerja! Kerja! Kerja! Bisa nggak sih, Om, jangan terlalu memforsir diri untuk kerja? Kasihan sama diri Om sendiri. Om yang ngerasain capeknya, apalagi kalau sampe sakit.”

“Saya kerja buat kamu, Cira, supaya kehidupan kamu terjamin. Saya cuman nggak mau kamu pergi karena uang yang saya punya sedikit dan malah bikin kamu kesusahan hidup,” ucap Adam serius.

“Persetan sama uang! Om baru aja sembuh, aku khawatir Om bakal sakit lagi kalau tetep maksain kerja. Aku nggak butuh uang, yang aku butuhin cuman Om yang sehat dan nggak sakit-sakitan.” Cira dapat melihat senyum tipis yang terpasang di wajah datar itu.

“Saya terharu sama omongan kamu, Ci. Tapi itu nggak bakal mempan, hari ini saya tetep kerja.” Tegas pada pendiriannya, Adam sampai tidak memikirkan perasaan sang istri yang sangat sayang dan perhatian kepadanya. Sudah beberapa hari Adam tidak masuk kerja karena sakit tifus, agaknya sudah lebih dari cukup ia memulihkan tubuhnya selama ini. “Mending kasih saya working kiss sebelum berangkat. Buruan, waktu saya nggak banyak nih.”

“Nggak ada working kiss pagi ini!” tolak Cira, menyerahkan tas kerja yang sedari tadi dipegangnya kepada Adam. “Sana berangkat. Aku nggak peduli mau Om tetep kerja atau keluyuran nggak jelas. Pokoknya kalau sakit jangan pernah ngeluh lagi ke aku.”

Cira sudah tidak peduli dengan pagi suram yang diciptakannya untuk Adam. Rutinitas memberi working kiss setiap pagi selalu Cira lakukan meski awalnya ditolak Adam, tetapi lama kelamaan pria itu menikmatinya juga. Seperti tadi saat Adam meminta working kiss-nya namun tidak Cira berikan.

Wajah yang tadi menampilkan raut datar, kini berubah menjadi layaknya orang bingung. Adam menatap tas kerja yang ada di pelukannya lalu menatap ke arah pintu yang telah menghilangkan sosok istrinya. Sejurus kemudian, Adam mengumpat lirih. Bukan untuk mengumpati Cira, melainkan keadaan yang terjadi.

Sudah pasti Cira merajuk kepadanya karena perkara Adam yang sangat ingin berangkat bekerja. Pria itu mengacak-acak rambutnya yang sudah tersisir rapi, sungguh frustrasi jika Cira sudah dalam mode merajuk begini. Mau bagaimana lagi, hari ini ia ada rapat penting untuk memenangkan tender yang besar. Kalau Adam melewatinya, Zhafir Group akan kehilangan kesempatan emas ini.

Meminta Aydin untuk menggantikannya tentu tetap tidak bisa. Rapat ini memang harus Adamlah yang turun tangan sebagai CEO. Setelah beberapa saat menenangkan emosinya agar stabil, Adam berjalan menuju pintu dan berteriak, “CI, SAYA JANJI NGGAK BAKAL LEMBUR! JAM EMPAT SORE SAYA PASTIIN UDAH SAMPE DI RUMAH!”

Desahan lelah keluar dari mulutnya. Adam menyandarkan dahi di daun pintu dan menatap nanar ke dalam rumah yang sepi. Cira tidak menyahutinya, hanya ada keheningan yang dapat Adam rasakan. Lalu ia berpamitan kendati mungkin tidak terdengar oleh istrinya. “Saya berangkat.”

Ketika mobil yang dikendarai Adam hendak keluar gerbang, wanita bernama Camila datang menghalangi. Berkali-kali Adam membunyikan klakson, namun wanita itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyingkir dari depan mobilnya.

Sudah suasana hatinya yang buruk karena memikirkan Cira, lalu ditambah lagi kedatangan tetangga sebelah rumahnya yang menjengkelkan, Adam semakin dibuat kesal. Buku-buku jarinya memutih disebabkan cengkeramannya pada setir mobil sangat kencang. Mata Adam menyorot tajam ke arah Camila yang berusaha mengintip ke dalam mobilnya lewat kaca. Ia bersyukur kaca film yang dipasangnya sudah yang tergelap dan tidak bisa diintip dengan begitu mudah dari luar.

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang