LVM - 4

192 25 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

Adam menutup pintu mobil rapat-rapat, setelah itu ia berjalan menuju pintu sembari bersiul penuh kemenangan. Diperhatikannya suasana rumah yang tampak sepi, Adam dibuat menyeringai penuh arti. Kaki panjangnya berjalan ke arah sofa, sampai di sana Adam segera mendudukkan bokongnya.

"Indahnya rumah kalau sepi begini," gumam Adam sembari menyandarkan bahunya yang terasa kaku di punggung sofa. Dipejamkannya kedua mata yang selalu menyorot tajam dan dingin, sementara otaknya mulai berfantasi. Adam bersenandung santai meski terdengar sangat lirih.

Agaknya pria satu anak itu tengah bergembira.

Suara derap langkah kaki yang menuruni tangga terdengar oleh telinga Adam, dan itu membuat seutas senyum terbit di bibirnya. Orang yang ditunggu-tunggu Adam telah hadir rupanya.

"Eh? Udah dateng?" Cira terkejut mendapati keberadaan suaminya di rumah. "Bukannya tadi keluar bareng Lili? Ke mana anak kita, Om, kok aku nggak lihat?"

Adam mengintip Cira dari ujung ekor matanya yang terpejam. Dirinya cukup terkejut melihat penampilan Cira siang ini, namun Adam seolah tidak mempermasalahkan itu. Mungkin Cira ingin tampil beda hari ini, meski hanya berada di dalam rumah saja. Istrinya itu kadang suka aneh-aneh.

"Mau ke mana, bu haji?" tanya Adam diselingi godaan. Ia memutuskan membuka mata dan menatap lamat pada sang istri.

Bukannya menjawab, Cira malah memutar tubuh hingga gamis yang dikenakannya mengembang indah. "Gimana, Om, aku cantik nggak?" Cira ingin tahu penilaian Adam tentang dirinya yang memakai gamis plus kerudung syar'inya.

Mata tajam Adam memindai ke seluruh tubuh Cira yang terbalut gamis. Sampai di wajah sang istri yang tersenyum, Adam menghentikan penilaiannya. "Cantik. Istri saya nggak mungkin jelek, tiap bulan 'kan saya selalu transfer buat perawatan," cakapnya.

Cira memekik girang. "Serius, Om? Nggak sia-sia aku beli gamis yang harganya mehong ini, hihi."

"Berapa emang?"

"Seratus juta. Ini udah yang paling murah."

"Oh," sahut Adam sekenanya.

"Yaudah, kalau gitu aku berangkat sekarang aja deh. Takut telat kalau kelamaan," putus Cira. Dibenahi penampilannya sekali lagi agar tampak memukau, kemudian Cira mengecek isi tas Hermès-nya. Takut-takut yasin yang sudah dipersiapkannya lupa terbawa.

Adam yang mendengar ucapan Cira sontak menegakkan duduknya. Buru-buru ia mencegah kepergian Cira dan bertanya ke mana wanita itu akan pergi. "Mau pergi ke mana kamu, Ci?"

"Pengajian, Om. Masa aku udah tertutup gini perginya ke diskotik. Situ yang bener aja," jawab Cira.

"Pengajian?!"

"Iya. Ada apa? Om nggak ngijinin aku pergi?"

"Bukan." Adam menggerakkan kedua tangannya. Ia bukannya tidak setuju Cira pergi mengaji, tetapi ....

"Ya terus?" Cira memandang Adam yang gelisah.

"Begini ... saya udah semangat banget ungsiin Lili ke rumah Papa Mama supaya kita bisa berduaan di rumah dan nggak ada yang bisa ganggu kita pas lagi 'itu'. Terus ngelihat kamu pake gamis begini, saya pikir kamu cuman mau nyobain gamis yang baru dibeli. Eh, kamunya malah beneran mau pergi. Kalau kamu pergi, nasib saya gimana? Kamu nggak kasihan sama saya yang ngenes ini?"

"Ya nggak gimana-gimana. Habisnya Om punya otak isinya 'begituan' mulu. Itu sih DL ya, Om."

Adam mencebik sebal. "Tega banget kamu sama saya."

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang