LVM - 22

92 16 1
                                    

Happy Reading ✨️

***

Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Adam. Bibirnya tetap merapat, tetapi tangannya terangkat mengusap lengan sang istri.

“Marah ya?” tanya Cira. Mencuri lihat ke wajah Adam yang datar, sebenarnya ingin tahu bagaimana ekspresi suaminya sekarang.

Ia mencebik sedih. “Beneran marah ini.” Desah napas keluar dari sela-sela bibir mungil Cira. “Aku tuh sebenernya nggak mau ngebahas yang tadi, Mas. Udah dari lama aku kepengen nambah anak, cuman aku kadang masih kepikiran sama Lili. Kira-kira kalau kita punya anak lagi, dia bakal nerima adiknya atau nggak. Bakal sayang nggak sama adiknya. Bakal cemburu atau nggak kalau kasih sayang kita terbagi buat adiknya. Atau misal, udah cukupkah kasih sayang yang kita kasih ke Lili selama ini sebelum nantinya kita punya anak lagi? Aku takut Lili ngerasa dirinya udah nggak disayang lagi sama papi maminya kalau dia punya adik.”

“Tapi setelah aku amati, semua kekhawatiran itu sirna, Mas. Lili udah cukup ngerti untuk hal itu, aku lihat sendiri gimana dia pas ditanya sama mamanya Zamar tentang kasih sayang dan sesiap apa semisal Lili punya adik. Dia antusias! Tapi Lili cuman nggak suka kalau aku dan Mas punya perhatian ke anak lain yang bukan bagian dari keluarga kita.” Netra wanita itu mengamati Adam meski posisinya dari belakang

Adam menggeleng pelan. “Maaf. Mas nggak bisa ngorbanin kamu demi takhta itu, Cira.”

“Ini bukan soal takhta, Mas. Aku siap hamil anak kedua Mas bukan demi takhta tertinggi itu, alasannya karena aku memang mau.” Cira memaksa Adam agar berbalik badan menghadapnya.

Tatapan tajam itu sudah tidak ada dan digantikan dengan tatapan yang begitu lembut sarat akan besarnya cinta pria itu terhadapnya. “Ci, satu alasan lain. Mas nggak sanggup lihat kamu kesakitan pas ngelahirin anak Mas. Itu fase tersulit buat Mas, Cira.” Apalagi kalau sampe gagal, sambung Adam dalam hati.

“Sebelumnya aku udah pernah ngelahirin, Mas. Aku punya pengalaman, paling nanti aku cuman mengulangi apa yang pernah aku rasain pas ngelahirin Lili,” ujar Cira. Jemarinya terulur membelai rahang Adam yang ditumbuhi bulu-bulu halus. “Percaya sama aku, kita pasti bisa ngelewatin fase itu sama-sama, Mas. Kehamilan aku kali ini bukan untuk mempertahankan takhta penerus utama Zhafir Group, tapi demi kita. Aku dan Mas. Lagian, Mas belum pernah lihat aku hamil secara langsung ‘kan?” Adam menggeleng.

“Ini ....” Cira mengusap perut ratanya. Bibirnya tertarik sempurna saat membayangkan ia akan merasakan yang namanya mengandung kembali. “Perut aku akan membuncit seiring bertambahnya bulan mengandung anak Mas. Serius nggak mau buat aku hamil lagi? Mending hamil sekarang, Mas, biar kita sekalian capek daripada nanti-nanti.”

Melihat Adam yang diam seakan tetap menolak untuk membuatnya hamil, Cira hanya pasrah. Ia tidak bisa memaksakan kehendak, jika Adam memang belum siap menambah anak maka tidak apa. Senyum Cira belum redup, tangannya terulur semakin tinggi sampai kedua tungkainya berjinjit agar bisa mengacak-acak rambut sang suami yang basah.

“Lanjut mandi ya?”

Anehnya, kali ini Adam tersenyum dan mengangguk. Menerima tawaran mandi bersama dengannya. Adam menarik Cira mendekat supaya terkena guyuran air shower. Mereka pun akhirnya mandi bersama dan seolah melupakan permasalahan pewaris utama dan anak.

Cukup lima belas menit yang dibutuhkan untuk mandi, kini keduanya keluar dari kamar mandi dengan masing-masing menggunakan sehelai handuk. Cira berjalan lebih dulu menuju ranjang dan mengambil baju ganti di dalam paper bag yang memang sengaja ia letakkan di sana. Namun seseorang mendorongnya hingga tubuh mungil yang cuma ditutupi sehelai handuk pun terjatuh di atas kasur dengan posisi setengah telentang. Kakinya menjuntai di atas ranjang sedangkan matanya memelototi si pelaku.

“Siapa bilang Mas nolak buat ngehamilin kamu lagi? Mulai malam ini, kita lepas kontrasepsi. Ayo kita buat anak dengan santai tanpa mikirin setoran ke Papa.” Buru-buru Adam membuka handuknya dan handuk sang istri.

Sorot mata Adam langsung berbeda saat melihat tubuh polos sang istri yang tergolek pasrah di atas ranjang. Adam merunduk dengan kedua tangan yang menjadi penyanggah tubuh besarnya agar tidak menindih Cira. Digapainya bibir Cira yang terbuka sedikit, Adam mulai mencium benda kenyal yang menjadi candunya itu. Rasanya masih sama seperti pertama kali Adam merasakannya.

Ciuman yang pria itu berikan semakin lama semakin dalam dan menuntut. Sebuah tangan lentik melingkar di bahu dan leher Adam, menekan kepala pria itu agar semakin memperdalam ciumannya. Mereka saling melumat dan bertukar saliva, bahkan ada yang sampai keluar dari sela-sela bibir.

Tubuh mungil Cira meremang kala benda pusaka Adam yang sudah berdiri tegak bak tombak beberapa kali bergesekan dengan bagian bawahnya. Apalagi Cira mulai merasakan kewanitaannya basah akibat perbuatan Adam.

Saking bernafsunya Adam mencium istrinya, ia sampai tidak merasakan bahwa Cira sudah mulai kehabisan napas. Tidak ingin mati konyol malam ini, Cira menjenggut rambut Adam demi menghentikan ciuman pria itu.

“Gila!” umpat Cira dengan deru napasnya yang kencang.

Alih-alih tersinggung terhadap umpatan yang keluar dari mulut yang baru saja dilumatnya, Adam malah tersenyum pongah seraya menegapkan kembali tubuhnya. “Mas memang gila kalau udah di ranjang, Sayang.”

Sejurus kemudian ia menarik kedua tungkai Cira yang sudah dirapatkan, perlakuannya itu memicu pekikan keras sang istri lantaran terkejut. Namun Adam tetap memasang senyumnya sebelum mengangkat tubuh polos itu dan memutari sebagian ranjang. Setelah mendapati posisi yang pas, Adam langsung melempar kembali tubuh seksi itu ke ranjang.

Tidak ingin memberikan kesempatan sang istri untuk protes, Adam bergegas naik dan merenggangkan kaki Cira sebelum menempati posisi di tengah-tengah. “Mas nggak nyangka bisa seseneng ini,” aku Adam sembari menciumi leher Cira dan membuat banyak tanda di sana.

“Emang kenapa?” Cira sungguh penasaran.

Meski enggan menjeda kegiatan yang sedang dilakukannya saat ini, akan tetapi pria itu tetap mengubah posisinya menjadi duduk dengan kedua sikut yang diletakkan di atas dengkul Cira. Satu tangannya menopang dagu, sementara matanya menatap penuh makna ke arah Cira.

“Mulai malem ini dan seterusnya, Mas nggak perlu ngerasa waswas lagi kalau bercinta.”

Selain takut kebobolan, Adam juga memikirkan usia Lili yang masih kecil untuk memiliki seorang adik. Adam belum bisa memberikan Lili adik sebelum putrinya itu mengerti arti kata ‘adik’ secara menyeluruh, di mana nantinya kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya akan terbagi untuk sang adik. Alasan lainnya karena Cira, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Adam belum siap melihat langsung sang istri kesakitan saat melahirkan.

Haha, bukan Mas doang ternyata.”

Mereka tidak ingat ada satu malam di mana keduanya lupa untuk memakai pengaman.

***

Adult content only available at KaryaKarsa 21+

***

TBC

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang