LVM - 11

142 19 5
                                    

Yang vote dikit ya? Padahal pembacanya lumayan lho, nggak cuman 1, 2, atau 3 orang yang baca.

Tinggal pencet bintang dan segampang itu woilah, kalian nggak perlu bayar buat baca LVM. Masa sih kalian sama sekali nggak mau ngasih apresiasi buat Author-nya. Mengsedih hayati 🥲🥲🥲

Ayo semangatin aku dong 💪🏻💪🏻💪🏻😗

Jujurly, kalian tahu ceritaku yang sempet dipublish sebentar itu? Judulnya Stuck With Strangers. Aku mau lanjut nulis itu, cuman nggak bisa.

Nggak tahu kenapa, tapi bisa jadi juga block writers. Mangkanya kasih aku semangat biar bisa lanjut nulis lagi 🥹

Pokoknya aku tungguin mulai dari bab 11 ini. Kalau semisal vote per babnya masih dibawah 10, mohon maaf LVM bakal aku unpublish dari Wattpad.

Terima kasih and happy reading ✨️

***

Hari yang ditunggu keluarga Cira tiba juga. Pagi ini tepatnya jam tujuh, Cira beserta anak dan suami telah rapi menggunakan kebaya dan batik yang sama. Ketiganya keluar kamar hotel dan berpapasan dengan Indah dan Fahmi yang memang ingin menjemput Lili.

"Kalian udah pada sarapan?" tanya Indah, menatap anak dan menantunya.

"Udah, Ma," jawab Cira sekaligus mewakili Adam yang irit bicara.

"Baguslah." Fahmi berlalu dari sana bersama Lili, ia akan mengajak cucunya jalan-jalan sebentar di sekitar hotel.

Kini tinggallah Indah, Cira, dan Adam di depan pintu kamar. Ibu dan anak itu tampaknya asyik bercerita hingga tidak menyadari keberadaan Adam yang masih ada di sana. Baru ketika Adam berdeham, Cira dan Indah menghentikan pembicaraan mereka.

"Gimana perjalanan ke sininya, Dam?" Indah asal bertanya pada menantunya, tak lupa ia sedikit menampilkan sebuah senyuman.

"Buruk." Satu kata jawaban yang Adam berikan dan berhasil mendapatkan cubitan di pinggangnya dari Cira. Pria itu menatap protes terhadap sang istri.

Sedangkan Indah terkekeh sumbang mendengar jawaban singkat menantunya. Tidak lama Indah juga pamit untuk bergabung bersama Fahmi dan Lili yang entah sedang berada di mana. Indah juga sempat menyuruh Cira untuk menyambangi kamar pengantin pria, itu pun kalau putrinya mau.

Agaknya anak dari kakaknya Fahmi mengalami gugup sebelum acara dimulai. Mangkanya Indah meminta Cira datang ke kamar sang keponakan untuk menyemangatinya.

"Om mau ikut aku atau nggak?"

"Ikutlah!"

Sesampainya mereka di kamar pengantin pria, Cira yang pertama mengetuk pintu. Setelah sahutan didapatinya, barulah ia masuk dan diikuti Adam dari belakang. Di kamar itu tidak banyak orang, hanya ada tiga sepupunya termasuk si pengantin, dan juga kedua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum." Cira memberi salam lalu mencium tangan om dan tantenya. Perlakuannya itu lagi-lagi ditiru oleh Adam yang membisu sejak tadi. "Ih, Tante cantik banget pake kebaya gini," pujinya.

"Bisa banget kamu mah bikin Tante salting. Omong-omong, kamu juga tambah cantik pake kebaya, seragaman sama suamimu," balas Tante sembari mencuri pandang ke arah menantu adiknya.

"Eittsss ... jangan salah, Tan. Ini semua aku persiapkan khusus buat acaranya Bang Dika." Sedikit tertawa yang mengundang tawa juga dari om dan tantenya. "Om sehat?" Pertanyaan Cira dibalas baik oleh om-nya.

Kemudian wanita itu menghampiri si pengantin setelah bercengkerama sedikit dengan kedua sepupunya. Ditepuknya pundak Dika keras hingga membuat sang empunya tersentak kaget. "Ngaca mulu lo. Entar kacanya retak tahu rasa."

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang