LVM - 24

84 16 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

Seorang anak kecil yang duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 4 tengah menunggu kedatangan abangnya dari Surabaya. Semalam ia mendapat kabar dari Kak Vivi kalau Jaja yang lebih memilih mengelola anak cabang Zhafir Group memutuskan pulang secara mendadak. Terlebih lagi Jaja-nya itu datang bersama calon istri. Karena alasan itulah yang membuat Zaky sejak satu jam lalu duduk di pos satpam rumahnya.

“Nggak mau tunggu di dalem aja, Den?” tanya satpam yang menjadi teman berbincang Zaky sembari menunggu sosok Erza.

Anak itu menggeleng. “Males. Mending tungguinnya di sini bareng Pak Joko.” Dadu yang sudah dikocoknya menunjukkan titik berjumlah lima, lantas ia pun menjalankan bidaknya sesuai jumlah titik yang didapatnya dari dadu. “Ayo, gilirannya Pak Joko. Inget ya, kalau dapet enam Pak Joko kocok lagi dadunya. Dua kali kesempatan.”

“Siap!” Kini gilirannya Pak Joko. Sialnya dia mendapat dua titik yang mana bidaknya tepat berhenti di tanda ular. Maka turunlah bidak Pak Joko melewati bidaknya Zaky.

Melihat itu Zaky dibuat tertawa keras, namun di lain sisi ia dibuat kasihan. Sudah mendekati finish tapi keberuntungan belum memihak pria paruh baya itu.

“Kalau begini ceritanya, mending saya udahan aja, Den. Udah satu jam saya cuman menang sekali,” keluh Pak Joko.

“Kamu jangan pesimis gitu dong, Jok. Saya yakin kamu bisa menang lagi. Ayo semangat!” imbuh Pak Mali, satpam kediaman Zhafir yang lain. Dia tidak ikut bermain monopoli bersama Zaky dan Pak Joko sebab harus menjalankan tugasnya sebagai satpam. Kalau dia ikut bermain monopoli, maka tidak ada lagi orang yang menjaga gerbang.

“Ayo, Pak Joko, semangat!” Zaky mengepalkan tangannya.

“Ya udah saya tetep lanjut, tapi ini yang terakhir ya, Den. Saya nggak enak kalau ninggalin kerjaan terlalu lama, takut Tuan besar tahu dan saya bakal kena marah.”

Zaky juga merasa kasihan kepada Pak Joko. Kalau dia ketahuan Gavin dan dimarahi, tidak menutup kemungkinan Zaky juga akan kena semprot papanya itu. Sebenarnya boleh saja mengajak ngobrol atau bermain santai seperti ini kepada para pekerja di kediaman Zhafir, tapi tidak dalam waktu yang lama. Akhirnya Zaky mengabulkan permintaan Pak Joko, setelah ini mereka selesai.

Tin! Tin! Tin!

Suara klakson yang berbunyi tiga kali terdengar kencang, mengejutkan dua paruh baya dan satu anak kecil di pos satpam. Senyum Zaky merekah saat menebak Erzalah yang datang bersama Vian.

“Cepet buka gerbangnya, Pak Mali,” titah Zaky dengan nada riangnya.

Pak Mali mengangguk dan membuka gerbang tinggi itu selebar mungkin. Kemudian masuklah mobil BMW milik Vian ke pekarangan rumah. Ketika melewati pos satpam, Vian tahu Zaky menatap mobilnya dengan binar bahagia. Membayangkan senyum sang adik, senyum Vian pun ikut berkembang dalam artian lain.

“Berharap apa lo, bocah?” ledek Vian sebelum turun dari mobil. Pria itu dikejutkan oleh Zaky yang sudah berdiri di samping mobilnya. “Bisanya ngagetin orang aja lo!” Vian melotot.

“Kak Vivi-nya aja yang jantungnya lemah. Dikit-dikit kaget,” cibir Zaky.

“Sial, emang dasar bocah laknat. Lo nyari siapa?” Pria itu bertanya saat Zaky berusaha melongok ke dalam mobilnya melalui kaca.

“Mana Jaja?” Anak itu yakin tidak melihat adanya Erza di dalam mobil Vian. Bukankah abang ketiganya itu berkata akan datang bersama Vian? Tapi kenapa sekarang tidak ada. Huh, Zaky seketika dibuat kecewa oleh Erza.

Tanpa menunggu jawaban dari Vian, putra bungsu Gavin dan Redyna berlari ke dalam rumah dengan mata yang berkaca-kaca. “Mama ....” Bibirnya bergetar kala memanggil Redyna. Isak tangisnya pun mulai terdengar.

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang