22. Resepsi Day

505 108 8
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Cuaca berawan di pagi hari ini sangat mendukung resepsi pernikahan yang kini diselenggarakan di salah satu hotel mewah di Jakarta.

Acara yang telah dimulai sejak satu satu jam lalu kini banyak sekali tamu berdatangan memberi ucapan selamat kepada pasutri muda yang sedang duduk dikursi pelaminan itu.

Clara merasa cukup pegal karena sejak satu jam terakhir ia selalu berdiri untuk bersalaman dengan para tamu yang banyak itu. Tristan yang peka pada Clara yang sepertinya merasa tidak nyaman langsung menyuruh Clara duduk.

"Clara, kamu duduk aja. Biar saya yang menerima tamu," kata Tristan seraya mengelus kedua bahu istrinya.

"Cla gapapa kok, Bang," elak Clara takut dibilang lemah.

"Saya tau kamu pegal kan berdiri terus, apalagi kamu sedang pakai sepatu hak. Jadi, kamu duduk sekarang ya." Itu bukanlah suatu permintaan tapi perintah. Tristan memaksa Clara untuk duduk dan menyodorkan segelas minuman.

"Saya coba lihat kaki kamu sebentar ya? Takut memar." Clara hendak menolak, tapi dengan cepat Tristan menunduk dan melepas sepatu hak yang Clara kenakan.

Dengan telaten, Tristan memijat pelan area mata kaki Clara yang terlihat sedikit memar itu membuat Clara tersentuh dan melting.

"Yaelah pengantin baru mesra-mesraan mulu dah, gak kasian apa sama gue yang jomblo ini?" celetuk Jena, teman satu fakultas Clara yang kini menghampiri Tristan dan Clara untuk memberi ucapan selamat.

Clara hendak bangun dan bersalaman dengan Jena, tapi Tristan menahannya. "Maaf istri saya kakinya lagi sakit, jadi tidak bisa berdiri dulu."

Mendengar pernyataan Tristan, Jena mengerti dan ia sedikit membungkukkan tubuhnya agar bisa bersalaman dengan teman se-fakulfas nya itu.

"Selamat ya, Ra. Semoga samawa, sorry banget nih gue datengnya kelamaan," ujar Jena seraya berpelukan.

"Btw, ditunggu ponakan gemes nya..." bisik Jena dengan cengengesan.

Setelah memberi sepatah dua patah kata kepada Clara, Jena beralih pada Tristan yang sedari tadi berada disamping Clara. Jena mengulurkan tangannya ingin bersalaman juga pada Tristan, tapi Jena malah kena mental.

"Maaf, saya tidak bisa bersalaman dengan yang bukan mahrom." Dengan sopan Tristan menolak ajakan bersalaman dari lawan jenisnya.

Entah mengapa Clara menyunggingkan senyumnya ketika melihat itu.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Di lain tempat, tepatnya di rumah sakit. Akhirnya seorang pemuda yang koma selama satu bulan membuka matanya secara perlahan.

"Maven! Lo udah sadar?" kaget Zio.

Kini mata maven sudah sepenuhnya terbuka, bahkan kepalanya menoleh kesana kemari seperti sedang mencermati apa yang terjadi.

"Zio..." panggil Maven lirih.

"Gue disini, Ven," sahut Zio. "Alhamdulillah akhirnya lo sadar juga."

"Gue dimana?"

"Lo di rumah sakit, Ven."

Dahi Maven mengerut. "Rumah sakit? Kenapa gue bisa ada disini, Zi"

Dengan ragu Zio menjawab, "Lo... keracunan, Ven."

Mendengar kata 'Keracunan' membuat sekelibat memori terlintas di ingatan pria itu. Ia mengingat terakhir kali ia ada di kos-an nya dan meneguk sebuah detergen.

Menggenggam Dalam TahajudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang