27. People Come & Go

372 66 10
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Matahari tampak semakin naik dan memanas, angin pun tak sering menyapa. Langit yang cukup terang benderang menandakan kini memasuki waktu siang hari.

Sesekali Tristan menoleh pada perempuan disampingnya yang tak lain adalah istrinya sendiri. Terlihat dari raut wajahnya, suasana hati Clara pasti sedang tidak baik. Ia yang biasanya ceria dan senang menebar senyum manis, kali ini hanya diam dan menatap nanar ke arah jalanan.

Tristan membuka suaranya. "Clara, kamu mau kita ke Gramedia dulu?"

Clara terdiam. Tak menyahuti pertanyaan suami tampannya itu.

"Cla, saya tanya loh. Kamu mau ke Gramedia sekarang atau nanti aja?" tanya Tristan sekali lagi.

"Cla mau ke Bunda." Akhirnya Clara menanggapi pertanyaan Tristan, meskipun dengan nada yang lumayan dingin.

Tristan menghentikan mobilnya ditepi jalan dan melepas seat belt nya. Ia juga mencondongkan kepalanya ke arah Clara.

Clara yang heran pun spontan memundurkan kepalanya yang kini hanya berjarak beberapa senti meter dari kepala Tristan.

"Kenapa berhenti?" tanya Clara dengan gugup.

"Menurut kamu, kenapa?" Tristan justru bertanya balik.

"Abang jangan aneh-aneh deh, kita lagi di mobil!" peringat Clara.

"Berarti nanti kalo di rumah, saya boleh aneh-aneh?" Bola mata Clara melebar mendengar pertanyaan nyeleh itu. Ini bukan seperti Tristan yang ia kenal kaku.

"Mending Abang minggir deh. Lanjut setir mobil, Cla mau cepet ketemu Ayah Bunda."

Tristan menampilkan senyumnya. "Saya lebih suka lihat kamu ngomel seperti gini, daripada cemberut seperti tadi."

"Saya minta maaf ya atas sikap adik saya ke kamu," sambung Tristan serius.

"Udah berapa kali Abang minta maaf? Cla bosen dengernya. Kan udah Cla bilang, Abang gak perlu minta maaf."

"Saya tau, tapi saya gak suka kamu diperlakukan seperti itu oleh Safiya."

"Ini bukan sepenuhnya salah Safiya. Cla juga salah karena kepancing emosi berujung ribut dan malu-maluin Abang. Padahal sebenarnya yang dibilang Safiya itu bener, Cla bukan perempuan yang baik untuk Abang yang sholeh." Cla mengatakannya sambil menunduk dan setetes air matanya jatuh.

"Kamu gak salah dan gak malu-maluin saya, Clara. Saya hanya gak ingin melihat istri dan adik saya gak akur. Wajar kamu kepancing emosi, karena perkataan Safiya pasti sangat menyakitkan untuk kamu. Saya benar-benar minta maaf karena belum bisa mengajarkan Safiya dengan baik," ungkap Tristan sembari menghapus buliran air mata Clara.

Menggenggam Dalam TahajudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang