بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Di malam yang cukup sunyi dan tenang itu, Letta masih setia menemani sahabatnya unboxing kado dari sang mantan.
"Cangkirnya bagus ya, Ra?" ujar Letta seraya terus memperhatikan raut wajah sedih Clara.
"Iya, Ta. Bagus banget."
Senyum Clara mengembang melihat sepasang cangkir pemberian Maven. Namun, setitik demi titik air matanya jatuh. Apalagi setelah ia membuka surat yang ada dalam paper bag itu.
Clara membaca tulisan Maven dalam surat itu dengan gemetar.
Air mata Clara tumpah usai membacanya, ada rasa bersalah yang menyeruak dalam dirinya. Bahkan kini kepala perempuan itu terasa pening akibat banyak hal-hal pilu yang kini memenuhi isi pikirannya.
Letta dengan sigap memeluk Clara guna menenangkannya dan telapak tangan Letta pun turut mengelus-elus bahu sahabatnya itu.
"Gapapa Ra, nangis aja. Keluarin semua rasa nyesek lo. Gue paham pasti semua berat banget," ucap Letta. "Tapi pelan-pelan lo harus ikhlasin dan belajar terima keadaan sekarang ya."
Clara mengangguk lirih dalam dekapan Letta. Sesaat kemudian, terdengar ketukan pintu yang Clara yakini itu adalah Tristan yang telah pulang dari masjid.
"Gue buka pintu dulu, Ta. Itu pasti Bang Tristan."
"Iya, Ra. Hapus air mata lo. Jangan sampe Bang Tristan tau lo habis nangis," balas Letta.
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
"Assalamu'alaikum, Zaujati." salam Tristan seraya mengulurkan tangannya pada Clara dan Clara yang paham langsung menyalami suaminya itu.
"Wa'alaikumusalam, Abang udah pulang?" Clara berbasa-basi.
"Udah, Sayang. Ini saya beliin makanan buat kamu," ungkap Tristan. "Oh ya, Letta udah dateng?"
"Udah Bang, Letta ada di dalem. Ayo kita masuk."
"Tunggu sebentar, kenapa mata kamu merah? Kamu habis nangis?" Ternyata Tristan menyadari hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggenggam Dalam Tahajud
SpiritualApa kalian pernah mendengar cerita tentang seorang abang yang melamar adik perempuannya? Mustahil bukan? Tapi hal tersebut terjadi pada Clara Hafizah. Tristan Al-Zhafi, dialah orangnya. Demi bisa menjaga dan menuntun adiknya ke jalan yang lebih bai...