28. Selalu Dirayakan

352 59 28
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Perempuan dengan tunik pink melangkah cepat memasuki rumahnya tanpa mengucap sepatah kata. Ia berlari kecil sembari menundukkan wajahnya menuju kamarnya, berharap tidak ada yang tahu matanya merah akibat menangis bersama Maven.

"Mana es krimnya, Cla? Kok kamu lama banget." Shella yang melihat anaknya sudah pulang pun bertanya demikian.

Namun, Clara sama sekali tidak menggubris pertanyaan bundanya. Karena perempuan itu yakin, jika ia membuka suaranya pasti terdengar serak.

Shella menyadari tingkah aneh putrinya. "Kenapa anak itu? Kok keliatan murung padahal katanya mau beli es krim."

"Mungkin Clara lagi pengen istirahat di kamarnya, Bun," ujar Hadi menanggapi istrinya.

"Gak mungkin cuma karena itu, Ayah. Pasti ada apa-apa," pikir Shella tepat.

Tristan juga berpikir hal yang sama. "Bunda, Ayah, Tristan samperin Clara dulu, ya?"

"Nah, cepet kamu samperin deh. Takutnya ada masalah." Shella setuju dengan keputusan Tristan yang ingin menghampiri Clara.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Di dalam kamarnya, Clara menatap nanar selembar foto. Foto dimana ia memegang kue ulang tahun dan buket bunga mawar pink, serta di sampingnya ada laki-laki yang sejak dulu ia cinta. Dia Mavendra.

Clara rindu menanggapi beribu pertanyaan konyol dari Maven. Ia rindu keliling Jakarta seusai sekolah, ia rindu diapresiasi Maven setiap apa yang ia usahakan, ia juga rindu cara Maven membujuknya ketika ia marah.

Sejujurnya Clara rindu semua hal tentang Maven.

Namun, Clara sadar kini ia tidak boleh memikirkan pria lain. Karena statusnya yang sudah menjadi istri Tristan. Sosok pria yang begitu mencintainya dan memperlakukannya dengan baik.

Seharusnya ia bisa mencintai Tristan yang baginya adalah pria yang sempurna dalam segala hal, tapi perasaan tidaklah bisa dihindari. Ia belum bisa sepenuhnya melepas bayang-bayang masa lalu.

Lamunan Clara buyar sebab mendengar pintu kamarnya diketuk dan ada yang memanggil namanya.

"Clara, kamu di dalam? Kamu ada masalah, Sayang?"

Clara sangat mengenali suara lembut itu. Suara suaminya, Tristan.

"Cla gapapa, lagi pengen istirahat sendiri aja." Akhirnya Clara menyahuti Tristan dari dalam kamarnya.

"Ok, saya di depan kamar kamu ya. Kalo kamu butuh sesuatu bilang ke saya."

"Abang turun aja, gak usah tunggu Cla di depan. Cla gak mau keluar kamar."

"Saya gak nunggu kamu keluar kamar, kok. Saya cuma mau jagain kamu dari sini. Saya takut kamu kenapa-kenapa atau butuh sesuatu."

Clara terdiam. Jelas Clara mendengar perkataan Tristan itu. Clara jadi bertanya-tanya dari tanah apa Tristan diciptakan hingga laki-laki tersebut menjadi sosok yang begitu sabar dan perhatian.

Menggenggam Dalam TahajudTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang