- 10 -

524 37 25
                                    

Sherina beberapa kali menelepon Sadam, setelah membaca pesan tadi ia merasa ini harus di luruskan saat ini juga. Sherina bahkan tak peduli jika ini sudah hampir tengah malam, juga tak peduli dengan badannya yang sebenarnya sudah terasa sangat lelah. Satu lagi, ia melupakan tentang laporan yang harus di selesaikan, urusannya dengan Sadam jauh lebih penting saat ini.

Setelah gagal menelepon Sadam, Sherina kemudian meletakan ponselnya sembarang lalu keluar dari kamarnya menuju kamar Sadam yang berada di seberang kamarnya, bersebelahan dengan ruang tamu. 

"Dam, buka pintunya.. aku perlu jelasin ini.." bisik Sherina sambil mengetuk pintu pelan, tak ingin mengganggu orang lain yang tinggal di satu bangunan yang sama dengan mereka. Butuh waktu beberapa menit untuk kemudian pintu terbuka dan menunjukan wajah datar Sadam di sana. Sherina menelan ludahnya susah payah, takut. Sadam mempersilahkan Sherina masuk hanya dari gerakan kepalanya saja.

"Kamu marah D-am?" tanya Sherina yang masih berdiri di dekat pintu setelah Sadam menutupnya dan duduk di kursi sudut yang ada di dalam kamar.

"Kamu bohongin aku Sher? Kenapa?" Sherina tidak suka nada bicara Sadam yang seperti ini, datar dengan penuh intimidasi.

"Gak gitu Dam, aku bi-" 

"Sejak kapan?"

"Apanya yang sejak kapan?" Sherina masih di tempatnya justru terheran kali ini.

"Tomi berusaha deketin kamu sejak kapan? Flirting-flirting kayak gitu sejak kapan?" tatapan Sadam yang biasanya lembut kali ini tampak tajam. Sherina sama sekali tidak berani membalas tatapnya.

"Kamu tahu dari siapa?"

"Tomi sendiri yang bilang sama aku sebelum aku ke kamar kamu tadi!"

"Aku gak pernah ada respon dia Dam, aku berani sumpah!" Sherina yang masih berdiri di tempatnya kini melangkah ragu mendekat ke arah Sadam setelah diberi isyarat untuk duduk di dekat Sadam yang setengah mati menahan kesal karena tahu Sherina tidak jujur.

"Gimana aku bisa percaya kalau tadi aja kamu terus-terusan mengelak, ngalihin pembicaraan, bahkan pura-pura tidak tahu kalau Tomi tuh ada maksud lain sama kamu! Kalau aku gak ngomong di chat juga kamu gak akan cerita kan?! Kenapa? Emang berniat selingkuh?" aura Sadam yang begini membuat Sherina ketakutan setengah mati.

"Dam? Kok bisa-bisanya? Astaga..." Sherina menatap Sadam dengan tatapan kecewa, terasa nyeri di hatinya, lalu ada suatu perasaan yang mengajak air matanya untuk berkumpul dan bersiap membasahi pipi chubby nya. "Dam, aku tuh takut kalian jadi ribut gara-gara aku.." cicit Sherina, masih menatap Sadam dengan pandangan yang mulai samar, terganggu dengan air mata yang berdesakan disana. "Lagi pula, kamu juga gak ada cerita ke siapa-siapa kan di sini kalau aku pacar kamu? Termasuk bunda Irene, semua orang di sini ngiranya aku ini cuma sahabat kamu dari kecil yang kebetulan seorang jurnalis.." suaranya gemetar, berusaha menahan air matanya agar tidak turun, namun sayangnya sia-sia saja, air mata ikut meluap beriringan dengan emosinya.

Sadam tertegun, baru menyadari jika memang sejak kedatangan Sherina ke tempatnya, tidak pernah dia mengenalkan Sherina sebagai kekasihnya, semua orang hanya tahu jika Sherina seorang Jurnalis yang kebetulan adalah sahabatnya sejak kecil. Bahkan malam itu, saat mereka masih di rumah sakit dan Tomi berkenalan dengan Sherina, Sadam menjelaskan hal yang sama. Dari sini Sadam menyadari, ini diluar kendali Sherina, dia yang salah.

"Aku bingung harus jelasin apa sama Tomi, mau ngaku kalau aku pacar kamu? Aku rasa dia gak akan percaya, bilang sama kamu pun aku takut ini hanya menambah masalah! Aku tahu situasi kamu sekarang lagi gimana Dam, kerjaan kamu, fisik kamu, pikiran kamu itu aja udah cukup bikin kamu sehectic ini.." membuang pandangnya dari Sadam, Sherina mengusap kasar pipinya yang basah, menghilangkan jejak basah disana namun percuma, setelahnya ada jejak air mata baru yang kembali membuat pipinya basah. Lagi-lagi dia menangis karena Sadam.

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang