- 25 -

392 37 73
                                    

Sejak tiba di Kalimantan pagi hari tadi, Sadam sama sekali tidak memiliki waktu luang bahkan untuk sekedar mengecek notifikasi ponselnya. Ia hanya akan menerima telepon dari rekan kerjanya kemudian kembali fokus dengan empat orang dari IUCN yang membutuhkan banyak info darinya. Begitu juga Sherina, yang kali ini paham betul seberat apa tanggung jawab Sadam di sana. Ia bahkan hanya akan mengabari tanpa menunggu balasan pesan dari Sadam.

Hingga hari ke empat, ketika tanggung jawabnya sudah sedikit berkurang. Sadam baru menyadari. Jika selama empat hari ini Sherina tak ada lagi mengabari. Dan sore ini sudah berkali-kali Sadam menghubungi semua orang terdekat Sherina dan juga keluarganya di Bandung, namun tak ada satu pun yang menjawab. Panik? Tentu saja! Apalagi setelah ia mencoba menghubungi Aryo dan Acha yang juga sama, tidak menjawab panggilannya.

Berjalan mondar-mandir di depan wisma. Membuat Bunda Irene yang melihat kegelisahannya itu menghampiri.

"Kenapa Dam?" Tepukan di bahu Sadam, menghentikan pergerakannya.

Sadam membalik badannya dan mendapati bunda Irene dengan raut khawatirnya. "Ini bund, handphone ku yang eror atau orang-orang yang lagi eror handphonenya ya?" Sadam menatap layar ponselnya. "Aku coba telepon orang-orang kok gak ada yang jawab satupun?!"

Bunda Irene terheran, berpikir sesaat sebelum mengelus lengan Sadam, menenangkan si calon pengantin itu. "Mungkin sedang technical meeting Dam?!" ujar bunda Irene.

Sadam ingat betul, technical meeting baru akan di laksanakan nanti, sepulang ia dari Kalimantan. Tapi ucapan bunda Irene terdengar masuk akal untuknya, bisa saja tiba-tiba WO meminta waktunya di majukan?

"Coba tunggu dulu saja, pasti nanti mereka ada yang menelpon balik begitu acaranya selesai Dam.." bunda Irene menepuk pelan lengan Sadam kali ini sebelum meninggalkannya di depan wisma, menuju ke wisma lain, tempat yang di huni oleh orang-orang dari IUCN. Sadam mengangguk, sekali lagi menatap layar ponselnya sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam wisma untuk membersihkan diri sebelum jam makan malam.

Ponsel Sadam berdering beberapa kali, saat ia baru saja keluar dari kamar mandi. Membuatnya segera berlari menuju ke dalam kamar, berharap jika itu adalah telepon dari salah satu orang yang coba di hubunginya tadi. Benar saja panggilan video dari Calon Istri, adalah nama kontak yang terlihat disana.

"Ne-" Sadam terpaku melihat layar yang menunjukan wajah Sherina. Kata-kata yang hendak di utarakannya seketika raib, wajahnya berubah terkejut.

"Hai cintakuu! Baru selesai mandi ya?" sapa Sherina saat melihat Sadam yang topless dengan rambut yang basah dan handuk di sebelah pundaknya."Dam?!"  Sherina melambaikan tangannya disana karena melihat Sadam yang bahkan tidak berkedip menatapnya."Sinyalnya jelek ya? Kok ngefreeze.. Dam!! Haloooo!!"

"AH!? Iya neng, astaga.. Aku kaget.. ku pikir bidadari tadi!" ucapan Sadam berhasil membuat Sherina tertawa. Bagaimana Sadam tidak terpana, melihat Sherina yang mengenakan pakaian berwarna putih dengan selendang putih yang menutupi kepalanya dan juga riasan wajah yang makin menambah kecantikannya.

"Maaf yaa, baru ngabarin! Kamu panik ya sampe semua di telponin..?"

"Ya siapa yang gak panik neng, nyadar kamu gak ada ngabarin apa-apa.. maaf ya, aku sibuk banget kemaren neng, gak ada niat cuekin kamu sama sekali.. masalahnya-"

"It's oke Yang, aku juga.. bukan karena gak mau ngabarin, kemarin ini ibu tiba-tiba mau adain pengajian di Jakarta, gak enak katanya sama temen-temen kajiannya ibu karena kita resepsi di Bandung, itupun undangan kan seratus limapuluh orang aja.. jadi ya dadakan siapin ini itu.. mami, teh Salsa sama om tante kamu juga baru aja pulang dari sini.." 

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang