H-21
"Iya teh Salsa, gimana?" tanya Sherina saat menerima telepon dari kakak terakhir Sadam.
"Hari ini libur kan neng? Sibuk enggak ini teteh telepon subuh-subuh?"
"Kebetulan sih lagi dijalan, mau live report teh.. aksi bela Palestine di Monas.." Sherina menatap jam tangannya, setengah enam pagi, apakah masih bisa di bilang subuh? Pikirnya.
"Yah, kirain kamu libur.. minggu loh ini neng.."
"Kenapa teh?"
"Ini neng, barang hantaran kamu mau gimana? Mau kamunya ikut belanja atau gimana? Terus itu undangan, kalian teh beneran cuma mau pakai undangan digital? Gak mau sebar undangan yang di cetak juga? Sama satu lagi, surat rekomendasi nikah dari KUA tempat tinggal kamu jangan sampai lupa neng.."
"Teh, satu-satu dong.." Sherina terkekeh.
"Haha, maaf neng.. Jadi itu hantaran gimana? Kan kalau pihak laki-laki mah harus ada kasih barang-barang hantaran.. baju sama barang-barang yang biasa kamu pakai gitu.."
Sherina mengangguk-angguk. "Duh, gimana ya teh? Aku jujur sibuk banget belakangan ini.. ketemu Sadam juga pagi pas berangkat kantor aja.."
"Mau teh Salsa yang ke Jakarta aja neng? Nanti malem, bisa kan cari waktu bentar aja? Kalau teteh yang belanjain, teteh gak tahu selera kamu tuh yang gimana.. takut malah gak kepake nanti mubadzir.."
"Ya udah teh, nanti aku kabarin ya! Sekalian cari cincin juga, belm sempet soalnya.."
"Ya ampuun bisa-bisanya! Ya udah teteh tunggu kabarnya ya, jangan ngedadak ngabarinnya ya, teteh dari Bandung biar gak ngepot bawa mobilnya.." terdengar tawa di sela ucapan Salsa. "Terus itu neng, undangan gimana? Teteh nanya Sadam mah dia terserah mulu jawabnya.."
Sherina menggaruk kepalanya yang tak gatal. Kebiasaan Sadam yang apa-apa terserah ini kadang juga jadi menyebalkan disaat-saat seperti ini. "Undangan sih aku sama Sadam maunya digital aja teh, kan yang di undang juga orang-orang deket aja.. Mubadzir kartu undangannya, nantinya jadi sampah teh.. tapi sih kalau mami mau cetak beberapa ya gak apa-apa, buat rekan-rekan papi kan ya?"
"Ya udah nanti teh Salsa tanya mami deh berapa orang temen papi yang di undang.. Satu lagi neng, surat rekomendasi nikah dari KUA tempat kamu loh... kan kamu nikah hitungannya di luar kota, harus ada surat itu.. jangan lupa ya, pendaftaran KUA tuh paling lambat sepuluh hari sebelum hari H.."
"Iya teh, iya.. besok Sherina urus surat rekomendasinya ya.." kali ini Sherina memijat keningnya. "Teh, aku udah mau sampe ke Monas nih.. nanti aku kabarin ya teh, malem ini aku bisa apa enggaknya.. Makasih banyak teh, maaf di repotin.."
"Iihhh dengan senang hati atuh.. teteh malah excited banget bantuin kalian.. di tunggu kabarnya ya.. kamu sehat-sehat neng, jangan kecapekan!" ujar Salsa, anak ke tiga dari keluarga Ardiwilaga itu bahkan rela terbang lebih dulu dari Belanda meninggalkan suaminya yang belum bisa libur dari pekerjaannya demi membantu segala persiapan untuk pernikahan sang adik bungsu.
"Udah mau sampe Monas pala lu Sher?" sambar Aryo saat melihat Sherina sudah memasukan ponselnya ke dalam tas di barengi dengan helaan nafas yang terdengar sangat lelah padahal memulai liputan saja belum.
"Pusing banget gue Yo! Ampun deh nikah tuh ternyata banyak hal yang harus di siapin.. Mana Sadam kerjaan terserah-terserah terus lagi.." Sherina mendongak memejamkan matanya, berusaha menenangkan diri. "Diskusi juga susah banget karena tiap dia balik gue udah tidur, pagi-pagi bangun udah keburu harus berangkat kerja gue.. ini hari ini pun gue sama dia sama-sama gak libur.. kerjaan kita kayak gak merestui kita mau nikah nih.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...