Pagi ini, Sherina rasanya masih enggan untuk beranjak dari posisinya. Terbaring di samping Sadam dan bisa dengan leluasa menatap sosok yang bukan lagi sahabat kecilnya itu dengan jarak dekat. Senyuman terukir di wajah cantiknya, Sherina bahkan sejak tadi sesekali mengusap lembut pipi Sadam yang masih terlelap tanpa berniat membangunkannya. Pikiran Sherina mengawang, mengingat hal-hal menyebalkan yang ia buat dan mengingat bagaimana Sadam selalu mampu menyelesaikannya. Sherina diam-diam bersyukur, Tuhan begitu baik karena mau menghadirkan kembali Sadam di kehidupannya. Tidak terbayang jika yang di depannya saat ini bukan Sadam, apakah bahagianya akan sama?
"Pagi sayangku!" Sadam bersuara dengan mata yang masih terpejam namun suara serak itu berhasil menarik Sherina kembali dari lamunannya. "Jam berapa ini neng?" tanyanya kemudian, masih dengan memejamkan mata, menikmati usapan lembut di pipinya.
"Jam tujuh.."
Jawaban Sherina membuat Sadam terpaksa membuka matanya dan tepat menatap Sherina di depannya, sedikit mengernyit bingung. "Kok belum siap-siap ngantor?" Sherina menggeleng.
"Masih mau disini, bareng kamu!" selanjutnya Sherina malah merapatkan diri memeluk Sadam. Nampaknya Sherina Bucin era baru saja dimulai.
"Kenapa? Ada yang ganggu pikiran kamu lagi ya?" Tanya Sadam. Sherina menggelengkan kepalanya. "Terus?"
"Emang gak boleh gitu pengen bareng kamu agak lamaan dulu pagi ini, selagi kamu masih di sini kan?!" jawaban Sherina berhasil membuat Sadam tak habis pikir dengan tingkah gadisnya dua hari ini. "Kamu hari ini ngantor Yang?"
"Ngantor, nanti malam kita packing ya. Jadi jumat sore kita langsung berangkat sepulang kamu kerja. Udah gih, siap-siap ke kantor, aku masih di sini sampai tiga bulan ke depan neng.." Sherina yang mendengar itu tentu saja langsung membulatkan mata antusias kemudian bangun dari posisi terbaringnya.
"Beneran?" pertanyaan yang tentu saja di hadiahi anggukan berkali-kali dari Sadam yang saat ini juga duduk di sebelahnya. "Hihiiiiiyy, asik banget libur ldr tiga bulan!!!" Ujar Sherina girang sambil beranjak masuk ke kamar mandi di kamarnya.
Mereka nampak sedang menikmati sarapan yang sudah Sadam siapkan, "Neng, nanti sore aku pulang ke rumah ayah-ibu ya, kembaliin mobil ayah sekalian ijin mau ajak kamu ke Bandung.." ucapan Sadam membuat Sherina menoleh ke sebelahnya, kemudian mengangguk.
"Ya udah kalau gitu aku pulang kerja langsung ke rumah ayah-ibu buat jemput kamu ya.." sahut Sherina sebelum akhirnya beranjak dari tempatnya.
"Gak di habisin sarapannya?" tanya Sadam melihat roti di piring Sherina masih tersisa separuh.
"Aku udah telat, berangkat dulu ya!" Sherina yang sudah melangkah mendekat ke arah pintu tiba-tiba berbalik kembali mendekati Sadam yang masih duduk di kursinya. Cup, sebuah kecupan berhasil mendarat di pipi Sadam, membuat yang di kecup tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
***
Sadam sudah tiba di kediaman keluarga Darmawan sejak jam empat sore, sedari tadi Sadam asik berbincang dengan ayah Sherina di teras belakang rumah. Sebelum akhirnya pertanyaan serius itu muncul dari pak Darmawan.
"Jadi kapan Dam? Udah tentuin tanggal sama Sherina?"
Sadam terdiam sejenak sebelum menggelengkan kepalanya. "Sadam belum mau bahas ini lebih jauh Yah. Ayah tahu sendiri kemarin Sherina sempet agak menghindari Sadam karena belum sepenuhnya yakin. Mungkin sampai hari ini pun Sher belum sepenuhnya yakin.." Sadam menundukan kepalanya.
Pak Darmawan mengangguk-angguk, mengingat jelas cerita Sadam tempo hari. "Ayah tahu betul usaha kamu meyakinkan Sherina, bahkan mungkin sekarang jadi jauh lebih sulit dari pada orang baru..ada bayang-bayang kamu pergi tinggalin dia di ingatan Sherina, pelan-pelan saja, meski menurut ayah kalian sudah cukup siap untuk menikah. Tapi kalau ibu sih bilangnya masih terlalu muda, padahal dulu ayah sama ibu menikah di usia yang jauh lebih muda dari usia kalian sekarang.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...