- 13 -

329 38 51
                                    

"Aaaa" Sadam memberi instruksi agar Sherina mau membuka mulutnya lagi.

"Dam, aku tuh yang sakit lengan kiri loh.. tangan kanan aku masih bisa berfungsi.." protes Sherina sambil mengunyah makanan di dalam mulutnya.

***

Di Selasa pagi tadi, Sherina di kejutkan dengan keberadaan Sadam di antara Ayah dan Ibu yang menunggu kedatangannya di stasiun Gambir. Sadam sengaja datang ke Jakarta karena ingin melihat langsung kondisi Sherina, setelah di hari Minggu Sadam tahu jika lengan Sherina pendarahan karena tidak sengaja tersenggol peserta JIHW saat berfoto bersama.

"Loh?? Kamu ngapain di sini?" itulah kalimat pertama yang terucap dari bibir Sherina saat ia melihat Sadam.

Ayahnya terkekeh sambil menggeleng melihat kelakuan putrinya yang baru saja sampai di hadapan mereka bertiga bersama Aryo juga Acha di belakangnya. "Kok gitu Sher ngomongnya? Ini Sadam sengaja banget terbang dari Kalimantan kemarin.." ujarnya.

Aryo dan Acha menyalami kedua orang tua Sherina, "Aryo, Acha.. terima kasih ya sudah sangat membantu Sherina selama di Yogya kemarin.. kalau tidak ada Acha sama Aryo sepertinya tante sama sekali tidak bisa tenang.." ibu Darmawan memeluk Acha sambil mengusap lembut kepalanya, bentuk terima kasihnya.

"Sama-sama tante, tanggung jawab kita juga buat saling jaga.." jawab Acha

"Aryo malah mau minta maaf tan, gak bisa jaga Sherina dengan baik sampai harus ada kejadian begini.." sambung Aryo dengan senyuman yang disertai rasa bersalah.

Sherina menepuk lembut pundak Aryo beberapa kali, sebelum pandangannya kembali ke arah Sadam. "Kamu kan di Kalimantan bukannya lagi sibuk-sibuknya Dam? Hutan gimana? Reboisasi? Kok bisa-bisanya lari dari tanggung jawab??" cecar Sherina, sedangkan Sadam sedari tadi terkekeh. Khawatirnya hilang saat mendapati Sherina masih sangat banyak bicara.

"Ada bunda Irene, kita tukar tempat sementara Sher.." jawaban Sadam membuat Sherina mengernyit bingung. "Iya, aku handle kantor yang di Bogor..... sementara."

"Sampai kapan?" tanya Sherina yang kemudian menyerahkan kopernya di bawa sang Ayah menuju parkiran.

Sadam mengedikkan bahunya. "Sampai waktu yang tidak di tentukan. Tergantung bunda Irene kapan mau balik ke Bogor." jawab Sadam. "Gimana lengannya?" pertanyaan yang sudah di dengar Sherina lebih dari tiga puluh kali, sejak hari minggu sore.

Sherina memiringkan sedikit badannya, menunjukkan lengan bagian kirinya yang tertutup jaket "Gak apa-apa." jawabnya.

"Udah yuk pulang, ibu udah siapkan sarapan buat kalian.. Aryo, Acha sekalian mampir dulu ke rumah ya?" ajak ibu Darmawan.

"Aduh tante, bukannya gak mau. Tapi ini Acha udah langsung mau balik kerja.. Pesanan klien sudah harus di kerjakan.." jelas Acha. Iya, Acha seorang Fashion desainer yang bekerja di salah satu butik di ibukota.

"Maaf ya tante, kita pamit.." sambung Aryo yang juga mau tak mau harus melewatkan kegiatan sarapan bareng di rumah Sherina pagi ini.

Dan di sinilah mereka sekarang, di ruang makan keluarga Darmawan dengan Sadam yang sibuk menyuapi Sherina meski tetap di iringi dengan nada-nada protes gadis itu. Sedangkan Ayah dan Ibu Sherina tersenyum menyaksikan dua anak kecil yang sekarang sudah sama-sama dewasa.

Kali ini tangan Sherina menghalau sendok yang akan mendekati mulutnya, "Udah Dam, aku kenyang!" tukasnya.

"Dikit lagi ini Sher.." Sadam menunjukan isi piring di meja makan.

Sherina menggeleng, "Kamu aja yang habisin! Aku mau mandi dulu!" Sherina kemudian beranjak dari tempatnya duduk.

"Lah, awas lukanya jangan sampai basah Sher!" teriak Sadam yang sudah memutar tubuhnya mengikuti arah Sherina berlalu.

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang