Sherina menggeret koper berukuran delapan belas inchi berwarna hitam dari dalam kamarnya setelah ia selesai menyiapkan segala kebutuhan Sadam untuk pergi ke Kalimantan esok hari. Sedangkan di saat yang sama calon suaminya itu masih berkutat dengan kegiatan memasaknya di dapur yang tidak luas itu.
Sadam menoleh saat mendengar suara dari roda koper yang bergesekan dengan lantai. "Ih berasa di usir loh aku.."
"Di usir gimana? Kan memang mau pergi besok Yang.." jawab Sherina yang kemudian menepuk-nepuk tangannya setelah menaruh koper Sadam di samping meja tv.
"Ya iya, tapi gak perlu di bawa keluar kamar sekarang juga dong neng kopernya.. perginya juga masih besok.."
"Biar tinggal geret aja sih Dam atau perlu aku masukin mobil sekarang?" tanya Sherina sambil mendekat ke arah Sadam yang tengah menata makanan di atas piring.
"Gak gitu juga dong neng.."
"Wuaahh enak nih kayaknya.." sahut Sherina kemudian saat menatap steak dengan mesh potato yang selesai Sadam buat.
"Yang ngajak masak siapa, yang akhirnya masak siapa, kamu nih.." Sadam kemudian menyerahkan satu piring pada Sherina.
"Dih, gitu.. kan aku siapin baju-baju kamu ituuu." Sherina kemudian membawa piring di tangannya ke meja makan, lalu duduk disana menunggu Sadam.
Sadam duduk di hadapan Sherina, meletakan piringnya di atas meja. "Kalau bukan karena tanggung jawab tuh aku males berangkat besok.. meski masih di Jakarta juga tapi harus banget ngeguide tamu-tamu dari IUCN.."
"Gimana sih Yang, akunya udah rela loh kamu berangkat.. malah kamu yang jadi males pergi.."
Sadam terkekeh, "Lama loh neng lima hari itu.."
"Yaa, anggap aja latihan sebelum nanti ldr lagi kan?" ujar Sherina sebelum akhirnya menyantap makanan di depannya.
***
Dan saat ini entah sudah kali ke berapa Sherina terbangun dari tidurnya yang gelisah malam ini. Berganti posisi menghadap kanan dan kiri tanpa berniat mengganggu Sadam yang terlelap nyenyak di sebelahnya. Berusaha kembali memejamkan matanya namun kali ini rasa kantuknya hilang entah kemana, tenangnya Sherina saat makan malam tadi tentu hanya menutupi kegelisahannya, agar Sadam bisa pergi ke Kalimantan tanpa harus di iringi dramanya. Sherina kembali merubah posisinya yang membelakangi Sadam, kali ini menatap langit-langit kamarnya.
Sibuk bergelut dengan pikirannya, hingga tak menyadari jika Sadam sejak beberapa menit lalu ikut terbangun dari tidurnya yang terganggu dan kini tengah memperhatikannya. Sherina memang sudah sedikit lebih baik dalam mengelola emosinya, namun bukan berarti dia jadi tidak overthinking. Jika di tanya tentang keyakinannya akan Sadam, tentu Sherina akan menjawab tanpa ragu jika ia yakin dengan lelaki yang sebentar lagi akan menjadi teman hidup di sepanjang usianya, tapi yakinnya tidak juga mampu mengenyahkan pikiran buruknya.
"Kenapa sih?" Suara serak Sadam membuat Sherina terkesiap menoleh ke arah kanannya.
"Kok bangun?" Sherina balik bertanya, mengalihkan.
"Ya gimana gak bangun, orang yang di sebelah gak bisa diem.. kenapa? Mikirin apa?"
"Gak apa-apa kok.. gak tahu kenapa tidurnya kebangun-bangun terus.." Sherina akhirnya bangkit, duduk bersandar di kepala ranjang. "Kamu tidur lagi aja Dam.."
"Terus ngebiarin kamu melamun sendirian gelap-gelap gini?" Sadam akhirnya juga bangun, duduk bersilang kaki menghadap Sherina, menatap wajah wanita itu di tengah temaram lampu kamar. Menghela nafasnya sejenak, Sadam kali ini beringsut duduk di samping Sherina, menarik Sherina ke dalam pelukannya. "Kadang, asumsi diri sendiri yang bisa menyakiti hati. Yang sebenarnya jernih akan terlihat keruh karena adanya buruk sangka.. Percaya aku kan?" Sherina mengangguk beberapa kali, kemudian menarik nafas dalam-dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...