- 26 -

338 39 87
                                    

H-6 

Satu persatu segala persiapan pernikahan mereka selesai di persiapkan. Jika harus di ubah dalam bentuk persentase, sudah sembilan puluh persen siap. Dan kini keduanya sedang sibuk menatap laptop, karena malam ini harus menyebarkan undangan digital itu pada rekan terdekat mereka. Sherina yang tak banyak memiliki teman dekat hanya mengundang beberapa orang penting di kantor selain Aryo dan Acha yang sudah otomatis menjadi bagian penting dari acara mereka nanti.

"Sigit yakin gak masuk list neng?" tanya Sadam saat melihat tak ada nama itu di sana.

"Ngapain? Mau kamu ajak ribut?" Sherina menoleh singkat ke arah Sadam di sebelahnya.

Sadam terkekeh "Kali aja mau say goodbye, pamit buat jadi istri aku.. kesempatan dia kan udah tertutup.. kasihan loh.."

"Apaan deh, kesempatannya juga gak pernah aku buka.. gak usahlah, gak penting.. terbatas juga kan undangan nih, kebanyakan teman-teman orang tua kita yang diundang." jawab Sherina sambil menyomot sepotong apel di piring.

Sherina dan Sadam, keduanya tidak banyak memiliki teman dekat. Ada, tapi hanya sebatas di sekolah, di luar itu dunia mereka semasa sekolah ya hanya tentang mereka berdua. Begitupun saat kuliah dan bekerja sekarang. Jika di hitung jari sepertinya akan lebih banyak teman yang di miliki Sadam dari pada Sherina.

Sherina menyuapkan sisa gigitan apel di tangannya pada Sadam di sampingnya, "Devano?" ujar Sadam kemudian sambil mengunyah apel di mulutnya.

"Apa sih? Gak usah! Jangan mancing deh kamu tuh.." Sherina kemudian memundurkan tubuhnya, bersandar pada sandaran sofa. "Kamu tuh hobi banget nyebut-nyebut nama orang yang sebenernya gak penting gitu.. sengaja atau gimana?"

"Iih, jangan ngambek dong.. aku kan nanya aja sayang.."

"Itu list yang aku bikin kan sudah hasil filter beberapa kali.. masih aja nambah-nambahin. Tamu terbatas ya Yang!" Sherina kemudian beranjak ke arah pantry.

"Iya sayang maaf.." akhirnya Sadam kembali fokus dengan kegiatannya.

***

H-4

Hari terakhir Sherina bekerja sebelum akhirnya cuti untuk pernikahannya. Seharian benar-benar hanya membereskan berkas-berkas di mejanya karena artikel yang harus naik ke media online sudah rampung ia kerjakan sejak kemarin. Saking asiknya Sherina memilah tumpukan dokumen di meja, membuang kertas-kertas yang tak perlu juga memisahkan arsip-arsip pekerjaannya di beberapa bulan lalu, ia sampai tak menyadari keberadaan Sigit yang entah sejak kapan berdiri di samping mejanya.

"Ekhem.. Sher.." suara itu menginterupsi kegiatan Sherina yang kemudian mau tidak mau menoleh ke sumber suara dengan sedikit terkejut. Nampak Sigut berdiri di sana dengan sebuah kotak kado.

"Eh, Git.." sapa Sherina kaku. "Ada apa?" Sambungnya.

Tangan Sigit yang memegang kotak kado berukuran kecil itu terulur, menyodorkannya tepat di depan Sherina kemudian menunggu wanita itu menerimanya. "Kado, buat kamu.. sebenernya udah aku siapin lama, tapi ya anggap aja kado.....pernikahan?" Ujarnya.

Sherina mengernyitkan dahi, sedikit berpikir dengan ucapan Sigit barusan. "Oh, thanks ya.." kemudian menerima kotak kado itu dengan cengiran kaku, bingung harus bereaksi seperti apa. Satu hal yang mungkin bisa di bilang kelemahan(?) Sherina M Darmawan dalam bersosialisasi, ia tidak bisa menutupi ke tidak nyamanannya akan satu situasi.

"Lancar-lancar ya Sher acaranya.. kalau ada apa-apa, aku selalu ada buat kamu.." kemudian pria itu berlalu.

Ucapan Sigit barusan membuat Sherina tercengang. Apa maksud kata-katanya barusan itu? Mendoakan acara lancar tapi kemudian seperti berharap terjadi sesuatu atas hubungannya dengan Sadam? 'Cowok gila!' Sherina membatin.

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang