- 19 -

342 38 53
                                    

"BULAN DEPAN???" Sherina terkejut saat ayahnya menyebutkan tanggal untuk rencana pernikahan mereka dan segala persiapan yang sudah mereka rancang. Konsep pernikahan sederhana yang di buat Sadam, garden party di The Green Forest Resort yang tak jauh dari kediamannya di Bandung dan rencana jumlah tamu yang akan di undang hanya sebanyak seratus undangan saja. Intimate wedding katanya.

"Loh, ya kenapa? Selagi Sadam masih di sini, apa salahnya kita membahas rencana pernikahan kalian kan?" jelas Ayahnya. 

"Ini kok Ayah yang tentuin? Aku sama Sadam yang mau menikah aja belum ada obrolan tentuin tanggal.." Sherina dengan kesal yang tertahan.

"Rencana sayang, baru rencana.." sahut mami Sadam.

"Hhhhh..." Sherina menghela nafas sebelum akhirnya beranjak menarik tangan Sadam yang duduk di samping maminya. "Kita harus bicara.." ujarnya dingin. 

"Yah, ribut lagi ini sih..Kebiasaan anak itu tuh.." bisik pak Darmawan.

Sherina menarik tangan Sadam ke teras belakang rumah keluarga Ardiwilaga, dengan view citylight kota Bandung terhampar di sejauh pandangan mata. 

"Ini maksudnya apa sih? Kemarin kamu bilang jangan maksain kalau aku belum siap, mau nunggu sampai aku siap.. kenapa tiba-tiba mutusin rencana pernikahan sepihak kayak gini sih?" kekesalan Sherina tertuang di sana, sedikit mendongak menatap Sadam di hadapannya seolah menantang.

"Aku diskusi sama ayah ibu juga mami kok.. di grup whatsapp.." kali ini jawaban Sadam membuat Sherina semakin terkejut. "Ya kan, waktu sebulan sambil menunggu kamu siap gak ada salahnya kita membuat rencana dulu, itulah kenapa aku akhirnya mutusin tinggal di apartemen, biar kamu terbiasa. Itupun atas saran dan ijin dari Ayah."

"Yang mau kamu nikahi itu aku atau ayah ibu sih? Kok bisa-bisanya gak libatin aku sama sekali?" Sherina melipat tangannya di dada setelah menarik cardigannya untuk menghalau dingin udara lembang malam ini. "Kamu gak pikirin tentang gimana kerjaan kita nanti? Karir aku? Kerjaan kamu di Kalimantan? Gimana bisa kita jalanin long distance marriage?"

"Itu bi-"

"BISA DI PIKIRIN NANTI? Pikiran kamu tuh selalu ngegampangin segala hal! Pernikahan loh Dam.. PER-NI-KA-HAN! Banyak hal yang harus di pikirkan! Bukan cuma persiapan resepsi!" Sherina memotong kalimat yang akan Sadam utarakan. Membuat lelaki itu akhirnya terduduk di undakan tangga teras belakang. "Kenapa diem? Ngerasa salah? Lagi mikir gimana cara bilang maaf?"

"Siapa yang merasa salah? Enggak kok. Aku merasa keputusan aku buat segera mengikat kamu di pernikahan itu bukan sesuatu yang salah kalau kamu benar-benar sudah siap. Kamu mungkin yang anggap semua rencana ini suatu kesalahan.. Lagi pula, melibatkan kamu dalam diskusi ini juga pasti berujung gamang meski masih rencana. Jangankan keputusan untuk menikah, tentang perasaan kamu sendiri aja kamu masih selalu melibatkan keraguan.." Sadam terdengar lebih dingin dari angin malam yang berhembus malam itu. Kalimat terakhir yang terlontar membuat Sherina tidak terima.

"Gamang gimana? Apa yang aku lakukan beberapa hari ke belakang ini memang tidak cukup meyakinkan kamu ya Dam?!" Sherina masih berdiri di posisinya, beberapa langkah di belakang Sadam.

Sadam kemudian berdiri, melangkah mendekati Sherina dan menatap tepat di mata gadisnya. "Yang perlu di yakinkan itu perasaan kamu, bukan aku! Hati kamu.." Sadam menaruh telunjuknya di dada Sherina, mengetuk-ngetuknya. "Yang selama ini labil, selalu berubah-ubah perasaannya itu kamu, sebentar A lalu jadi B, tiba-tiba maunya begini tapi sekejap berubah jadi begitu. Contohnya di jalan tadi, tiba-tiba minta nikah dekat-dekat ini, giliran benar-benar mau di bahas reaksinya begini.. Kalau kamu memang belum siap, bahas rencana pernikahannya bisa kita tunda dulu. Masih REN-CA-NA Sher, kamu gak denger tadi mami bilang baru rencana? Belum benar-benar akan di adakan saja kamu sudah kesal sebegininya." Sadam yang sedingin itu sudah cukup membuat Sherina merasa tercekik.

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang