"Kamu yakin Sher?" pertanyaan Sadam terlontar saat mereka sudah dalam perjalanan menuju Bosscha.Sherina menoleh ke arah Sadam yang fokus menatap jalanan yang cukup ramai di Sabtu pagi ini. "Yakin apa?"
"Itu, tiga bulan lagi?"
"Yakin.. menurut aku itu gak terlalu buru-buru.. kenapa? Kamu gak yakin?" Sherina memiringkan posisi duduknya, menatap Sadam dengan tangan terlipat di dada.
"Gak gitu... kamu udah benar-benar pikirin? Jangan nanti di tengah persiapan kamu minta di undur lagi.." Sadam mengusap kepala Sherina sesaat.
"Aku udah yakin Yayang... ya lagian kita nunggu apa lagi sih? Udah lama kenal, orang tua kita udah sama-sama setuju, apa lagi?" Sherina masih menatap lekat laki-laki yang sibuk dengan kemudi itu. "Aku juga yakin, sama kamu aku pasti bahagia... apa pun keadaannya.." Sherina tersenyum tulus. Kali ini Sherina sudah sangat memantapkan hatinya untuk melangkah ke pernikahan bersama Sadam. Satu-satunya manusia yang bisa selalu menghadapi dan menanganinya dengan baik.
Tanpa terasa mobil yang Sadam kendarai sudah terparkir rapi di area observatorium Bosscha, mereka berdua sejenak tampak berkaca-kaca tak percaya akhirnya bisa menginjakkan kaki mereka kembali di sana setelah terakhir saat usia mereka sembilan tahun, melarikan diri dari para penculik saat itu.
"Wuaaahh.. Bosscha Dam!" pekik Sherina takjub menatap bangunan berbentuk kubah itu dari kejauhan. Sadam membiarkan Sherina berdiri di tempatnya dengan tatapan berbinar, sedangkan Sadam segera menghampiri petugas untuk menukar e-tiket dengan name tag berwarna hijau sebagai tanda bahwa mereka adalah pengunjung di hari itu.
"Neng," Sadam mengalungkan name tag itu di leher Sherina, kemudian menariknya agar segera bergabung dengan pengunjung lain untuk mendapatkan pengarahan karena waktu kunjungan sebentar lagi akan di mulai.
Untuk sampai ke gedung putih berbentuk kubah dari parkiran itu tidak dekat, butuh berjalan cukup jauh namun Sherina sama sekali tidak terlihat keberatan, binar matanya bahkan sama sekali tidak hilang. Padahal sebenarnya Sadam bisa saja datang tanpa reservasi, ia mengenal baik peneliti senior yang hingga sekarang masih mengelola observatorium Bosscha, pak Irvan namanya. Karena ketika kecil dulu Sadam sering sekali berkunjung ke Bosscha seorang diri, ditemani pak endang, hanya untuk bermain-main di pelatarannya saja. Namun tak jarang juga pak Irvan mempersilahkannya masuk untuk melihat-lihat. Tapi kali ini Sadam ingin merasakan menjadi seperti pengunjung lain.
Masih dengan mata yang berbinar, "Aku jadi ingat kejadian waktu itu Dam, panik tapi aku harus bisa bantu kamu pulang.." bisik Sherina. Tangan Sadam dengan otomatis mengusap punggungnya.
"Harusnya aku booking untuk lima puluh orang pengunjung ya Neng? Kita napak tilas. Nanti kesini lagi, untuk foto.. mau gak?" tentu saja tawaran Sadam kali ini di tanggapi dengan anggukan penuh antusias dari Sherina meski dengan mata yang berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...