- 29 -

425 34 47
                                    

"Ya gak bisa gitu dong Sher, ada yang harus kita bicarakan dulu sebelum kamu berangkat.." jawaban pak Ilyas kali ini jelas di luar prediksi Sherina.

"Tapi pak, kan bisa kita bicarakan lewat telepon atau zoom meeting?" masih berusaha agar bisa mendapat ijin dari sang atasan. Sadam yang tengah fokus dengan jalanan hanya menggelengkan kepalanya.

"Gak bisa Sher.. Sudah ya, kebetulan saya mau ada meeting dengan timnya Sigit.. Senin nanti saya tunggu di kantor, saya perlu mengecek materi yang sudah di siapkan.."  

***

Hening, Sadam sama sekali tidak mau bertanya bagaimana keputusan pak Ilyas atas permintaan Sherina karena tanpa perlu ia tanya, sudah tampak jelas Sherina sedang kesal saat ini. Tangannya terulur mengelus pelan kepala istrinya ketika mereka sedang berada di dalam lift menuju ke unit apartemen mereka. 

Sepertinya suasana hati Sherina masih belum baik-baik saja meski saat ini ia tampak sibuk dengan laptop di depannya. Duduk bersila di karpet ruang tengah, fokus mengumpulkan data untuk materi liputannya. Sadam yang tengah memasak makan malam di dapur sesekali memperhatikan istrinya.

"Sher, makan dulu yuk?!"

"Belum laper.." jawab Sherina singkat. Wangi makanan yang di masak sang suami bahkan sama sekali tidak menggugah seleranya.

Sadam menggeleng, memutuskan untuk hanya menyiapkan satu piring makanan saja untuk di makan berdua. "Aku suapin ya?!" berjalan mendekat ke arah Sherina yang bahkan sama sekali  tidak menengok ke arahnya.

Suara berisik dari keyboard laptop yang di tekan dengan kecepatan tinggi dan tenaga yang berlebihan itu membuat Sadam akhirnya meraih jemari istrinya. "Rusak nanti laptopnya neng.." Sadam berujar lembut, si anak bungsu itu paham betul bagaimana memperlakukan si anak tunggal di sampingnya, karakter masa kecil dari istrinya sama sekali tidak ada yang di buang.

"Makan dulu neng, nanti lanjutin lagi.. aku bantu, ya?" ucapan Sadam kali ini membuat Sherina mengangguk mengiyakan setelah melihat isi piring di atas meja. Selanjutnya satu suapan berhasil masuk ke dalam mulut Sherina.

"Aku tuh kesel! Pak Ilyas gak kasih aku buat pergi duluan ke Kalimantan bareng kamu!" gerutunya, setelah berhasil menelan satu suapan pertama.

"Ya kesel ke pak Ilyas tapi kok aku yang di diemin? Aku kan gak salah?!" sahut Sadam yang kembali menyuapi Sherina. "Kebiasaan kamu tuh!" dan terlihat Sherina menelan cepat makanannya, ingin segera menjawab ucapan Sadam.

"Ya kan kamu sumbernya, kenapa pak Ilyas gak ACC tuh karna kamu gak ijinin aku ikut pergi sama kamu duluan!" dengan cepat Sherina melontarkan satu kalimat itu membuat Sadam mengernyit, "Iya, kan setelah menikah hak suami atas istrinya adalah seorang istri tidak diperbolehkan keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suami. Gitu kan?" 

Kali ini Sadam tergelak, "Ya sudah tahu gak aku kasih ijin, kenapa masih ngotot mau pergi duluan bareng aku sih?" 

"Lah, ya salah kamu juga ini kenapa majuin tanggal buat pergi ke Kalimantan padahal satu minggu nikah juga belum?!" masih terdengar rasa kesal disana sebelum Sherina menerima suapan berikutnya.

"Iyaa aku yang salah.." Sadam terkekeh. "Ya udah, tiga hari lagi deh ya aku pergi nya?"

Sherina menghitung dengan jarinya, "Jumat?" Sherina menoleh ke arah Sadam yang menganggukan kepala sebelum menyuapkan lagi makanan ke mulut Sherina. "Ini dari tadi kenapa aku terus yang makan sih? Kamu gak makan??" tanyanya kemudian.

"Aku gampang, nanti.. yang penting kamu dulu." Sherina kemudian menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Nanti kabarin aku, kapan kamu berangkat ya, aku yang jemput di bandara.."

Akan Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang