Seseorang nampak menghampiri Sadam saat ia baru saja menyimpan ponsel ke dalam saku celananya. Sosok asing yang Sadam tidak kenali itu sepertinya adalah orang yang di lihatnya tempo hari saat menjemput Sherina. Sadam tersenyum ramah saat lelaki itu sudah melangkah semakin dekat tepat ke arah di mana Sadam berdiri, menunggu Sherina.
"Sadam?" sapanya. Membuat Sadam merubah ekspresinya, seolah bertanya. "Saya Sigit." dia menyodorkan tangannya, mengajak berjabat, berkenalan. Sadam menyambut uluran tangan itu, ramah.
"Nunggu Sherina?" tanya Sigit.
Sadam berlagak menengok jam tangannya. "Iya Mas, kecepetan setengah jam." jawabnya.
"Siapanya Sherina?" pertanyaan bernada dingin kali ini membuat Sadam paham, kemana arah obrolannya ini.
"Saya tunangannya, mas rekan kerjanya Sherina ya?" tanya Sadam "Sudah jam pulang memangnya ya? Kok Sherina bilang masih setengah jam lagi ya?"
"Saya baru selesai liputan di luar." tiba-tiba Sigit ikut bersandar di kap mobil, di samping Sadam "Baru tunangan, belum suami. Gak usah belagu.. tempo hari mesra amat peluk-pelukan depan umum.. Udah yakin Sherina tuh beneran sepenuh hati sama kamu? Saya yang deketin dia dari tiga tahun lalu aja susah, kamu orang baru kok bisa-bisanya? Di jodohin ya?"
Sadam mengatupkan mulutnya menahan tawanya, padahal bisa saja Sadam terbahak menanggapi ucapan Sigit, manusia yang baru di kenalnya beberapa menit lalu. "Gak di jodohin juga sudah jodohnya mas.." kali ini Sigit menoleh sesaat dengan smirk tersungging disana.
"Gak usah sok yakin... nanti Sherina berpaling, nangis-nangis.." Sigit beranjak dari posisinya.
"Ya di coba aja mas godain tunangan saya.. kalau dia tergoda ya memang bukan jodoh saya.." Jawaban Sadam kali ini membuat Sigit terkekeh, merasa menang. "Tapi ya mas, kalau almarum bapak B.J Habibie bilang sih Kalau dia dilahirkan untuk saya, mau kamu jungkir balik juga tetap saya yang dapat.." Sadam tertawa, tertahan. Sedangkan Sigit dengan tatapan marahnya berlalu, melangkah menjauh kemudian masuk ke dalam gedung kantor meninggalkan Sadam yang akhirnya bisa dengan bebas tertawa.
"Heh! Kenapa Dam?" Tepukan di bahu Sadam membuatnya menghentikan tawa seketika, berganti dengan batuk berkali-kali karena terkejut.
"Halaaahh kunyuuukk! Ngagetin aja lo Yo!" Sadam menepuk kencang bahu Aryo yang tengah mengedarkan pandangannya mencari-cari sesuatu yang di tertawakan Sadam.
"Ngetawain apa sih lo? Gila ya lo gara-gara tinggal bareng Sherina berapa hari ini?" cerocos Aryo.
"Anjir, ngaco!" Sadam kemudian menetralkan nafasnya yang terengah. "Itu, si Sigit.. Orang yang selama ini berusaha deketin Sherina kan ya?"
"Lah, kenapa? Kok Sigit?" Aryo nampak kebingungan.
"Gentle banget dia ngajak gue kenalan.. segala nakut-nakutin Sherina berpaling dari gue lagi.. gue sih gak takut ya.." Sadam kembali tertawa. "Modelannya begitu, mana Sherina mau.."
"Yang bener? Dia tahu lo dari mana dah?"
"Ya gak tahu juga Yo, tiba-tiba tadi nyebut nama gue, ya gue ladenin, takutnya kan dia senior Sherina apa gimana. Eh taunya ngajak saingan.." lagi-lagi Sadam tertawa mengingat kejadian yang baru saja di alaminya. "Ngomong-ngomong, Sherina mana?" kali ini Sadam menyadari jika Aryo sendirian.
"Masih di ruang pak Ilyas dulu, sebentar katanya sih.." Aryo melipat tangannya di dada saat ikut bersandar di depan mobil. "Nah tuh panjang umur.." sambungnya saat melihat Sherina berjalan tergopoh dengan menenteng jas kerja di tangan kirinya.
"Hai sayang! Lama ya nunggunya? Maaf yaa.." Sherina memeluk Sadam sekilas. "Kirain udah balik Yo.." Sherina menatap Aryo yang memperhatikan mereka berdua disebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...