Lima hari berlalu, Sadam hilang kabar. Segala upaya Sherina untuk menghubunginya sia-sia. Ketakutan Sherina akan kejadian tujuh tahun yang lalu kembali menguasai pikirannya. Bagaimana jika kali ini Sadam tidak akan kembali? Ia sadar ini salahnya, tapi sekedar meminta maaf saja ia tidak tahu harus bagaimana.
Jumat lalu, Sherina ijin dari kantor untuk membuka jahitan di lengannya ke rumah sakit. Di saat itu juga ia berusaha menyambangi kantor OUKAL di Bogor, tempat Sadam bekerja untuk sementara waktu. Namun nihil. Sadam tidak ada di tempat, salah satu staff di sana menyebut jika Sadam sedang ada meeting di luar. Dan di hari minggu ini, Sherina berniat kembali ke Bogor untuk mencari Sadamnya untuk menyampaikan maaf yang di abaikan.
Saat sudah siap untuk berangkat, baru saja akan masuk kedalam mobilnya, tiba-tiba nampak mobil milik Ayahnya masuk ke dalam halaman rumah. Yang Sherina tahu, beberapa hari ini Sadam pergi menggunakan mobil milik Ayahnya itu. Dan benar saja, tak berapa lama setelah mobil terparkir, nampak Sadam di sana dengan mengenakan tshirt biru dongker, celana dan topi berwarna hijau army tak lupa dengan sling bag berwarna hitam.
"Mau kemana?" tanya Sadam saat mendekati Sherina yang terpaku di sebelah pintu mobilnya yang sudah terbuka lebar. "Sher??" Sadam melambaikan tangan di depan wajah Sherina.
"GILA YA KAMU?!" berbarengan dengan teriakannya itu Sherina menubrukan diri, memeluk Sadam di susul dengan tangisannya yang pecah.
Sadam terkekeh, balas memeluk Sherina erat. Mengusap-usap punggungnya saat mendengar suara tangis gadisnya. "Gimana lima hari ini aku ngilang?" pertanyaan ini membuat Sherina mengeratkan pelukan di leher Sadam.
"Maafin aku.." suara Sherina terpendam karena wajahnya yang ia tenggelamkan di bahu Sadam.
"Its oke.." Sadam mengecupi pundak Sherina. "Udah dong nangis nya.. ayo, kita selesaikan ini baik-baik.. ada yang perlu aku omongin sama kamu.."
Kalimat Sadam kali ini membuat Sherina menegang. Kata selesaikan di kepalanya hanya memunculkan arti berakhir, Sadam ingin mengakhiri hubungan mereka. "M-maksud kamu?" Sherina terbata.
Sadam melepas pelukan mereka, memegang pundak Sherina hati-hati, memberi jarak di antara mereka.
"Ayah-ibu ada di rumah?" Tanya Sadam setelah mengedarkan pandangannya di garasi rumah dan tak mendapati vespa tua milik Ayah di sana.
Sherina menggeleng, "Kondangan.." jawabnya singkat. "Kamu, mau kita selesai?" Mata basah itu menatap Sadam penuh tanya.
"Kita bahas di rumah, boleh?" Setelahnya mereka melangkah masuk ke dalam rumah, berhadapan duduk di ruang tamu.
"Karena pertanyaan ayah tempo hari, beberapa hari ini aku jadi berpikir. Kita pun belum pernah membahas tentang hubungan kita ini.." Sadam menatap Sherina di hadapannya. "Kamu tuh jalani hubungan sama aku, maunya gimana?" Tanya Sadam to the point.
"Gimana? Gimana?"
"Aku ngerasa, kamu jalanin ini gak seserius yang aku pikir Sher. Hal sesimple kasih tahu ayah-ibu tentang hubungan kita aja kamu skip. Sedangkan aku, setelah hari itu langsung kasih kabar mami dan kakak-kakak ku.."
Telak. Sherina tertegun. "Ya enggak gitu Dam.." Sherina kehilangan kata untuk menjelaskan.
"Lalu?"
"Jalani aja, seperti yang ibu bilang. Aku bisa bareng-bareng kamu lagi aja juga harusnya udah bersyukur. Bukan ngajak ribut.." Sherina tertunduk sambil memainkan ujung bantal kursi yang ada di pangkuannya.
Rabu pagi, Sherina tengah menyantap sarapannya bersama Ayah dan Ibunya sebelum berangkat ke kantor. Beberapa kali menanyakan tentang perginya Sadam ke Bogor pada orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Ku Tunggu
FanfictionTentang Sherina dengan segala keraguannya dan Sadam yang setia menunggunya. Jika kalian percaya dengan peribahasa "Mati satu tumbuh seribu". Tidak dengan Sherina. Baginya, satu yang hilang meski diganti dengan seribu tetap tidak akan sama. Begitu...