بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Jodoh itu datangnya secara tiba-tiba, dan dari arah yang tidak disangka-sangka."
—Rintik Sendu—
by IdrianiiinHAMNA terperangah kala melihat sebuah hunian bergaya klasik minimalis. Dia melirik ke arah Hamzah, tapi lelaki itu hanya senyum-senyum sendiri. Rasanya Hamna ingin memasukan sang suami ke dalam karung lalu membuangnya ke kali.
"Saya lihat-lihat makin hari Bapak makin sering senyum-senyum sendiri. Ada gejala-gejala kegilaan sepertinya dalam diri Bapak!"
"Sembarangan sekali kamu kalau ngomong, Na."
"Ya, lagian Bapak juga sih. Nggak jelas banget!"
Hamzah hendak menggandeng Hamna, tapi dengan gesit perempuan itu mengamankan tangannya dan memberi Hamzah pelototan tajam. "Nggak usah modus terus!"
"Yuk masuk, insyaallah rumah ini akan kita tempati bertiga. Furniture-nya pun sudah lengkap, rumah ini sudah siap huni. Tapi, saya ingin memastikan dulu apakah rumah ini cocok untuk kamu atau tidak," terang Hamzah lalu membuka pintu selebar-lebarnya.
"Ini beli atau nyicil?" tanya Hamna.
"Saya bangun sendiri."
"Kapan bangunnya?"
"Semalam waktu kamu ngotot mau minggat ke rumah Ibu sama Ayah."
Hamna memutar bola mata malas. "Tuh, kan Bapak sudah benar-benar gila! Dikira kita sedang ada di cerita legenda kali, yang bangun candi dalam waktu semalam."
"Berhubung bangun candi dalam semalam adalah hal yang mustahil, ya sudah saya bangunkan rumah saja untuk kamu."
"Saya serius ini, Bapak jangan bercanda terus!"
"Sebulan sebelum pernikahan digelar saya membangun rumah ini, rencananya akan saya tempati bersama Hanum. Tadinya saya ingin membangun rumah baru, dan menjual rumah ini, karena saya tahu rumah ini dari awal dibangun bukan dipersembahkan untuk kamu. Saya tidak ingin menyinggung perasaan kamu, tapi berhubung ada hal darurat, akhirnya saya memutuskan untuk membawa kamu dan Haleeza tinggal di sini dulu. Itu pun kalau kamu mau."
"Kenapa nggak bilang dari awal sih kalau Bapak sudah punya rumah. Tahu gitu, langsung pindah saja dari dulu."
"Kamu nggak keberatan gitu tinggal di rumah yang saya bangun untuk mantan calon istri saya?"
Kening Hamna mengernyit. "Ya nggaklah, buat apa juga keberatan, toh rumah ini belum pernah kalian tempati. Lagi pula sayang kalau dijual, mending kita tempati saja sekalian."
"Kamu aneh, Na. Biasanya perempuan akan rewel dan merasa nggak dihargai kalau dikasih 'bekas mantan'," herannya.
"Bapak nggak ngaca apa? Bapak juga, kan 'bekas', tapi saya terima-terima saja walaupun terpaksa. Apalagi kalau cuma sekadar rumah."
Hamzah mendelik. "Saya ini masih single, Na, perjaka belum pernah menikah. Seenak jidat kamu bilang saya 'bekas'!"
"Bapak, kan duda anak satu. Saya ngomong fakta ya!"
"Harus berapa kali sih saya bilang sama kamu, kalau Haleeza itu keponakan saya, bukan benar-benar anak saya. Saya bukan duda anak satu, Hamna."
"Dosa itu, nggak mau banget kayaknya ngakuin istri pertama."
Hamzah menghela napas berat. "Saya akan bawa kamu ke makam orang tua Haleeza, Na supaya kamu percaya kalau saya ini belum pernah menikah."
"Paling juga Bapak mau ngibulin saya, kan? Maaf saya nggak semudah itu kena tipu daya Bapak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
SpiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...