بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Tugas kita sebagai manusia hanya berbuat baik, tak usah terlalu memikirkan ihwal timbal balik."
—Rintik Sendu—
by IdrianiiinUNTUK kali pertamanya Hamna makan bersama dengan keluarga Hamzah. Dia cukup menikmati, terlebih hidangan yang tersaji memang sangat memanjakan lidah.
Dia akui, bahwa masakan mertuanya lezat tiada tanding, tapi mulut pedasnya pun tak mau kalah saing.
"Ditambah lagi, Na, yang banyak supaya kenyang. Jangan sungkan-sungkan," tutur Lingga begitu ramah.
Hamna mengangguk. "Iya, Pak, ini juga sudah lebih dari cukup. Alhamdulillah kenyang."
"Panggil Ayah kayak Hamzah, kayak sama siapa saja. Kamu, kan mantu Ayah, Na," ujarnya.
Hamna tersenyum lebar. "Baik, Yah."
Meskipun dia dikaruniai ibu mertua yang kurang baik dan teramat julid, tapi setidaknya ada ayah mertua yang tulus dan mampu menerimanya dengan baik. Setidaknya itu bisa jadi obat sekaligus pelipur lara.
"Za mau tambah ayam goreng lagi, Mama," pintanya pada Hamna.
"Boleh, mau dada atau paha?"
"Haleeza lebih suka sayap, Na," jawab Hamzah memberitahu.
Hamna manggut-manggut lalu mengambilkan potongan ayam sesuai instruksi Hamzah.
"Perkara sederhana saja kamu salah, memang dasarnya kamu itu nggak tahu apa-apa!" omel Anggi jutek.
"Saya ini orang baru dalam keluarga Ibu, jadi wajar kalau banyak yang tidak saya tahu. Harusnya Ibu memaklumi, bukan malah menghakimi."
"Benar apa yang Hamna katakan, seharusnya Mama tidak perlu mempermasalahkan hal sesederhana itu," imbuh Lingga.
"Apa?! Mau ikut bela istri kamu juga, Ham? Berani banget kamu sekarang ngelawan Mama!" ujar Anggi saat melihat Hamzah yang akan angkat suara.
Hamzah menggeleng lemah. "Hamzah bukan mau bela Hamna ataupun membangkang sama Mama. Tapi memang apa yang Hamna dan Ayah bilang itu benar."
Anggi bangkit dari duduknya. "Puas kamu karena sudah merebut simpatik anak dan suami saya, hah?!"
"Saya tidak merebut hak Ibu atas anak dan suami Ibu."
Anggi berdecih. "Lama-lama kamu besar kepala kalau dibela terus!"
Hamna mengukir senyum tipis. "Kalau saya dibela, itu artinya saya benar. Kalau saya salah, pasti akan ditegur."
Anggi tak lagi menjawab, selera makannya sudah hilang. Dia berlalu meninggalkan meja makan.
"Maafkan saya, Yah masih pagi sudah membuat kegaduhan," tutur Hamna sedikit tidak enak.
Lingga mengangguk maklum. "Biasanya Hanin yang berani mendebat Mama, sekarang ada kamu yang kembali ambil peran itu. Nggak papa, sudah biasa juga. Jangan dimasukin ke hati omongan Mama ya, Na."
Hamna hanya manggut-manggut saja.
"Mama itu sebenarnya baik, tapi memang omongannya saklek dan pedas," imbuh Hamzah.
"Pada dasarnya semua orang juga baik, tapi ada syarat dan ketentuan khusus yang harus dipenuhi."
"Lambat laun Mama pasti akan bisa menerima kamu, saya akan berusaha untuk meyakinkan beliau kalau memang pilihan saya tidak salah," katanya diakhiri sunggingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
SpiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...