RS | Part 17

1.6K 118 25
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Berjuang dalam mempertahankan hubungan itu haruslah dua belah pihak, bukan hanya satu pihak."

Rintik Sendu
by Idrianiiin

SETIAP rumah tangga memiliki ujian yang berbeda-beda, dari mulai masalah finansial yang tak kunjung stabil, direcoki ipar serta mertua, bahkan ada pula yang kehidupannya terlihat sempurna tapi tak kunjung diberikan momongan oleh Sang Pencipta.

Pada dasarnya semua orang memiliki masalah, yang membuatnya beda hanyalah kemasan yang membungkusnya. Ada yang mampu memperlihatkan keharmonisan, padahal tengah porak-poranda, tapi tak jarang ada juga yang apa adanya hingga semua orang tahu bahwa rumah tangga mereka sedang diguncang prahara.

"Malam ini kita pindah rumah, sekarang kita siap-siap dan berkemas," putus Hamzah setelah cukup lama berkawan geming.

Hamna menggeleng. "Sekarang bukan itu yang saya inginkan, saya sudah benar-benar lelah dan ingin menyudahi pernikahan ini. Tolong Bapak pahami saya."

"Jangan bicara seperti itu, Na. Pernikahan kita baru berjalan satu minggu, apa harus berakhir secepat itu?"

"Saya rasa itu lebih baik, toh untuk apa juga bertahan?! Di antara kita tidak ada cinta, tidak ada juga alasan yang lebih kuat untuk menentang restu orang tua Aa."

Hamzah menatap Haleeza yang tengah tertidur pulas lalu beralih pada Hamna. "Apa kamu tidak kasihan dengan Haleeza, Na? Dia baru bisa merasakan ketulusan kasih sayang seorang ibu dari kamu. Apa harus secepat itu dia kehilangan apa yang selama ini dia impikan?"

Hamna sedikit menunduk. "Saya lebih mengasihani diri saya sendiri. Bukan bermaksud untuk egois, tapi mental saya sudah dirusak dengan sangat brutal oleh Ibu Anda."

"Bapak punya segalanya, Bapak bisa dengan mudah mendapatkan pengganti saya. Maafkan saya, karena ternyata berumah tangga tanpa restu orang tua itu menyiksa. Saya tidak sanggup!"

Hamzah hanya mampu diam dengan pandangan menatap lurus pada Hamna. Lidahnya kelu, tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

Hamna bangkit dari duduknya. "Saya akan pulang malam ini juga. Terkait rumah yang sudah Bapak berikan untuk orang tua saya, nanti akan saya bayar. Untuk perihal biaya kuliah yang sudah Bapak keluarkan pun akan saya ganti. Tapi, mungkin akan saya cicil secara bertahap. Saya harap Bapak tidak keberatan akan hal itu."

Hamzah mencekal lengan Hamna, lalu memeluknya dari belakang. "Jangan pergi, Na, jangan pergi, saya mohon."

Hamna berusaha untuk menjauhkan diri, tapi tenaganya tidaklah sekuat Hamzah. "Kalau terus dilanjutkan, pernikahan ini hanya akan memberi dampak buruk bagi Bapak dan juga saya."

"Tapi saya ingin mempertahankan pernikahan kita, Na. Saya masih menginginkan kamu sebagai pendamping saya."

Sekuat tenaga Hamna melepaskan diri dari kungkungan Hamzah. "Saya tidak menginginkannya!"

Hamna bergegas mengemas barang-barangnya ke dalam tas. Setelah selesai, dia menghampiri Haleeza yang masih terlelap dengan tenang.

"Maafin Buna ya, Za ...," bisiknya lalu mengecup kening Haleeza cukup lama.

"Saya tahu kamu perlu waktu untuk menenangkan diri, saya akan antar kamu pulang. Kamu jangan salah mengartikan, saya tidak mengabulkan permintaan kamu. Saya hanya memberi kamu ruang, kalau kamu sudah tenang, hubungi saya, saya akan menjemput kamu."

Hamna tersenyum getir. "Bapak tidak perlu repot-repot menjemput saya, karena saat saya melangkahkan kaki dari rumah ini. Maka saya tidak akan pernah kembali lagi."

Rintik Sendu Musim Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang