بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Tidak ada manusia yang baik-baik saja, semua tengah berjuang dengan polemik masing-masing."
-Rintik Sendu-
by IdrianiiinKALIMAT yang mengatakan bisa bahagia saat melihat sosok yang dicintai bahagia bersama pilihannya itu ternyata tidaklah benar. Karena yang dirasakan Hamzah justru sebaliknya, rasa sesak di dada kian menyeruak hebat.
Dia belumlah sembuh seutuhnya, luka itu masih ada, sangat amat nyata dan sulit untuk dienyahkan begitu saja. Melihat bagaimana hangatnya perlakuan Dipta pada Zanitha, membuat Hamzah termenung cukup lama.
Bisakah dia sejenak menggantikan posisi tersebut?
"Saya dengar kalian akan membangun rumah qur'an, apa benar?" tanya Hamzah tak ingin terlalu larut dengan perasaannya.
"Bukan akan, tapi alhamdulilah sudah berjalan sekitar satu bulan lalu. Kenapa memangnya, Ham?" sahut Dipta meluruskan.
"Enggak papa, saya hanya ingin memastikan saja."
Zanitha yang tengah fokus menyuapi Haleeza ikut angkat suara, "A Hamzah mau menitipkan Haleeza di sana?"
"Memangnya boleh?"
"Boleh, lha, Ham. Itu, kan untuk umum."
"Za mau belajar ngaji di rumah qur'an Tante Zani?" tanya Zanitha.
Kening bocah itu terlipat. "Rumah qur'an?"
Zanitha mengangguk semangat. "Ya, di sana nanti Za punya banyak teman sekaligus belajar ngaji bareng."
Haleeza mengerjapkan matanya beberapa kali. "Za lebih suka ngaji diajari Papa, Tante Zani."
Dengan gemas Zanitha mencubit kedua pipi gempal Haleeza. "Za ini memang benar-benar anak Papa, ya."
Haleeza tertawa kecil. "Za, kan emang anak Papa. Tante Zani lupa ya kalau Za nggak punya Mama."
Kalimat singkat tersebut sangat amat menohok. Ketiga orang dewasa itu saling berpandangan dan diam dalam waktu yang cukup lama.
"Tapi sebentar lagi Za akan punya Mama kok, Tante Zani. Iya, kan, Pa?" sambungnya dengan suara riang.
"Iya," jawab Hamzah singkat.
"Serius, Ham?" tanya Dipta memastikan.
"Insyaallah."
"Kapan?" tanya Zanitha cukup antusias.
"Minggu depan."
"Alhamdulillah," timpal Zanitha dan Dipta bersamaan. Mereka ikut bahagia mendengar kabar baik tersebut.
"Za senang mau punya Mama?" seloroh Zanitha kini beralih pada bocah kecil berusia lima tahun tersebut.
Haleeza menggeleng, lalu mengangguk. Dia seperti bingung dalam menjawab pertanyaan sederhana Zanitha.
"Kenapa, hm?" tanya Zanitha lembut. Dia elus puncak kepala Haleeza penuh sayang.
"Za senang mau punya Mama, tapi Za nggak senang kalau mamanya, Tante Hanum."
"Memangnya Tante Hanum kenapa?"
Haleeza tak langsung menjawab, dia malah melihat ke arah Hamzah. Seperti meminta bantuan.
"Haleeza memang belum dekat dengan Hanum, Tha."
"Kenapa bisa?"
"Zani," tegur Dipta pelan karena merasa istrinya sudah bertanya terlalu banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
EspiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...