RS | Part 20

1.7K 108 44
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Selagi merasa paling benar, masalah tidak akan bisa terselesaikan."

Rintik Sendu
by Idrianiiin

HAMZAH mendorong pintu dan langsung disuguhi tatapan membunuh sang ibu, dia mencoba untuk bersikap biasa saja, bahkan berusaha untuk mengambil tangan Anggi agar bisa dia salami.

Namun Anggi menolak, dia bersidekap dada dan menatap sengit sang menantu yang berada di balik punggung putranya. Dia tarik kasar tangan Hamna, bersiap untuk melayangkan tamparan keras. Tapi, dengan cepat Hamzah menggantikan posisi tersebut.

Alhasil pipi kanannyalah yang menjadi korban amukan sang ibu yang sudah sangat murka pada Hamna.

"Kamu apa-apaan sih, Ham!" geramnya merasa bersalah.

Hamzah tersenyum getir. "Seharusnya Hamzah yang ngomong kayak gitu sama Mama. Apa pantas Mama menyambut kedatangan anak serta menantu Mama dengan tamparan?!"

"Kenapa sekarang kamu begitu mudah mendebat Mama?! Kamu lupa atau amnesia, nggak ingat surga kamu ada di bawah telapak kaki Mama?!"

"Hamzah masih sangat mengingatnya."

"Ya terus kenapa sekarang kamu lebih memprioritaskan perempuan itu daripada Mama? Kenapa kamu lebih mendengarkan ucapan perempuan itu dibandingkan ucapan Mama? Kenapa, Ham? Kenapa?!"

"Karena Hamna istri Hamzah!"

Anggi tertawa sumbang. "Dia baru bergelar sebagai istri, itupun hanya satu minggu. Tapi kamu membelanya seolah dia sudah berjasa banyak hal pada kamu. Dia itu hanya perempuan asing yang kamu tarik secara acak di antara kerumunan tamu. Kamu harus ingat itu!"

"Mama yang sudah mengandung kamu selama sembilan bulan, Mama yang sudah bertaruh nyawa melahirkan kamu, bahkan Mama yang merawat kamu sampai sebesar sekarang hingga menjadi sosok yang berpendidikan, bergelar doktor dan menjadi dosen di kampus ternama. Tapi, apa yang kamu lakukan sekarang pada Mama?! Bisa-bisanya kamu lebih mengutamakan dia dibanding ibu kandung kamu sendiri!"

Luruh sudah air mata Anggi, dia sangat kecewa dengan sang putra yang selalu dibangga-banggakannya.

Sedangkan Hamna semakin bersembunyi di balik punggung Hamzah, dia mendadak takut melihat betapa murkanya sang mertua. Baru kali ini dia merasa bersalah, karena secara tidak langsung dirinyalah yang menyebabkan pertengkaran hebat di antara sepasang ibu dan anak tersebut.

Hamzah merendahkan tubuhnya di hadapan sang ibu. "Maafkan Hamzah karena dengan sadar sudah menyakiti Mama. Tapi Hamzah pun tak bisa tinggal diam kalau melihat istri Hamzah diperlakukan kurang baik oleh Mama. Hamzah sudah meminta Hamna pada orang tuanya, maka sudah menjadi kewajiban Hamzah untuk membahagiakannya."

"Hamzah tahu, tidak seharusnya Hamzah meninggikan suara di hadapan Mama, tapi Hamzah terpaksa melakukan itu. Bukan Hamna yang seharusnya Mama benci dan sudutkan, Hamzah yang salah, Hamzah yang sudah membawa Hamna masuk dalam lingkup keluarga kita. Maafkan, Hamzah, Ma."

Dengan tangan bergetar Hamna menarik tubuh Hamzah agar kembali berdiri. Dia menatap lurus ke arah Anggi yang sudah berderai air mata. "Saya tahu Ibu membenci saya, saya pun sangat menyadari kalau memang tidak ada kelayakan dalam diri saya untuk menyandang status sebagai istri dari putra kebanggaan Ibu. Tapi, apakah saya bisa menentang takdir? Nggak bisa, Bu. Kalau memang bisa, saya pasti akan lebih memilih untuk tidak masuk dalam keluarga Ibu, karena kehadiran saya malah membuat perpecahan."

"Saya tidak tahu letak kesalahan saya ada di mana, sampai Ibu sebegitu bencinya sama saya. Tapi saya tidak masalah, itu hak Ibu. Silakan saja. Saya sudah menawarkan perpisahan pada putra Ibu, karena saya tahu pernikahan kami tidak Ibu restui, saya tidak ingin menjadi alasan hancurnya hubungan sepasang ibu dan anak."

Rintik Sendu Musim Pertama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang