بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Perluas jaringan, perbesar silaturahim, karena dengan demikian kita bisa banyak belajar dari orang-orang sekitar."
-Rintik Sendu-
by IdrianiiinSEBUAH restoran cepat saji yang menyediakan berbagai hidangan khas Sunda menjadi pilihan mereka. Di meja sudah terhidang nasi liwet, ayam goreng, tahu, tempe, lalapan, sambal, kerupuk, serta tentu saja ikan asin sebagai pelengkap.
Hamna termenung memperhatikan Dipta yang tanpa diminta langsung menyodorkan mangkuk kecil berisi air untuk mencuci tangan pada Zanitha. Bahkan, lelaki yang baru pertama kali dia temui itu membantu istrinya mencuci tangan.
Hal-hal sederhana semacam ini yang membuat perempuan merasa dihargai serta dikasihi dengan sepenuh hati. Act of service-nya tidak main-main.
"Cukup atau tambah lagi, Mas?" tanyanya begitu sopan dan lembut.
Sebagai perempuan yang bar-bar dan gemar berteriak-teriak tak jelas, Hamna merasa tertampar dan insecure dalam waktu yang bersamaan.
"Cukup, Zani, terima kasih," sahutnya tak kalah halus.
Hamna hanya mampu menelan ludah, melihat keromantisan yang tersaji gratis di depannya.
"Ayo, Ham silakan," tutur Dipta.
Hamzah menyenggol Hamna yang tertangkap basah tengah memperhatikan Zanitha dan juga Dipta. "Hamna," panggilnya.
Hamna terkesiap. "Iya apa, A?"
Hamzah geleng-geleng. "Malah bengong, kenapa?"
"Aman, nggak papa," sahutnya seraya tersenyum tipis.
"Silakan, Na dimakan mumpung masih hangat," timpal Zanitha.
"Iya, Teh."
Dia pun mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi serta teman-temannya yang lain. "Nih buat, Aa dulu saja."
"Makasih, Na."
Hamna hanya mengangguk lalu kembali melakukan hal yang sama.
Keheningan menyelimuti karena mereka fokus pada hidangan masing-masing. Setelah selesai barulah perbincangan dimulai.
"Gimana kelanjutan Rumah Qur'an kalian?" tanya Hamzah lebih dulu.
"Alhamdulillah, sekarang sudah semakin banyak anak-anak yang diamanahkan di tempat kami. Iya, kan, Zani?"
Zanitha mengangguk singkat. "Oh, ya, Rumah Sang Pemimpin yang A Hamzah amanahkan pada saya pun sekarang semakin berkembang pesat. Sekali-kali tengoklah ke sana."
"Benar sekali, Ham, tapi ada beberapa bagian yang kami rombak dan perbaiki untuk membuat pengunjung merasa nyaman. Rumah Qur'an kami pun sengaja dibangun berdampingan dengan Rumah Sang Pemimpi."
"Alhamdulillah, insyaallah kalau ada waktu senggang kami akan menyempatkan ke sana. Iya, kan, Na?" sahut Hamzah seraya melirik ke arah Hamna yang hanya diam menyimak.
"Ya."
"Haleeza di mana? Kok nggak dibawa?"
"Lagi di rumah Mama, sudah seminggu lebih menginap di sana."
"Tumben A Hamzah bisa berjauhan lama dengan Haleeza," cetus Zanitha sedikit heran.
"Namanya juga pengantin baru, Sayang, wajar kalau mau punya banyak waktu berduaan. Bukan begitu, Ham?" ungkap Dipta diakhiri kekehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
EspiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...