بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Bukannya padam, api permusuhan akan akan kian berkobar jika dua belah pihak saling melempar bara panas."
—Rintik Sendu—
by IdrianiiinDICAP sebagai duda anak satu sudah biasa bagi Hamzah, tapi dia merasa sangat keberatan kala kata itu disematkan oleh Hamna. Semacam ada bentuk ketidaksukaan, dia merasa ternistakan, padahal dirinya merupakan seorang bujang.
"Deal ya, Na mulai sekarang dan seterusnya jangan panggil saya duda lagi?"
Hamna menggeleng. "Nggak mau janji saya, berabe kalau nggak bisa nepatin."
"Berkilah saja terus!"
"Lagian Aa juga aneh, nggak ingat apa dulu waktu pertama kali kita kenalan? Aa memperkenalkan diri sebagai duda pada saya. Ya jangan salahkan saya kalau hal itu sudah sangat melekat dalam diri Aa."
"Kapan? Perasaan nggak pernah?"
"Tuh, kan mendadak amnesia, perasaan saya nggak punya hutang sama Aa. Nggak usah pura-pura lupa!"
"Saya titip putri saya, ini kartu nama saya. Kalau ada apa-apa kamu bisa langsung hubungi nomor yang tertera di sana?"
"Kenapa harus dititipkan pada saya? Saya sedang bekerja? Saya bukan baby sister apalagi ibunya!"
"Putri saya sudah tidak memiliki ibu."
"Kenapa senyum-senyum? Sudah ingat. Masa mau pikun dini sih!"
"Mulut kamu itu, Na, rasanya pengin saya taliin supaya nggak ngoceh terus."
"Kalau ditaliin pedes dong!"
"Dikira gado-gado kali."
"Yang talinya dua pedes ya, Pak," katanya lalu tertawa puas.
Hamzah geleng-geleng lalu menjitak kening Hamna. "Malah ngelawak ni anak."
"Saya masih kepo," katanya tiba-tiba.
"Kepo apa lagi?"
"Kenapa bisa Aa gagal ke pelaminan sama doi?"
"Masih berlanjut ini?"
Dengan semangat 45 Hamna mengangguk.
"Intinya bukan jodoh saya, sudah itu."
"Ya, kan ada sebab akibat. Nggak mungkin tiba-tiba nggak jodoh, padahal sudah dekat."
"Saya kalah cepat."
Hamna tertawa terpingkal-pingkal. "Ditikung rupanya. Jalur mana, Pak? Sepertiga malam ya!"
Rasa hati ingin sekali dia memasukan Hamna ke dalam karung lalu membuangnya di rawa-rawa.
"Sudah deh, Na, jangan mancing-mancing. Mendadak campur aduk lagi ini perasaan saya."
"Ya itu sih salah sendiri, kenapa harus nyalahin saya!"
"Kamu itu aneh, Na. Dikasih rumah 'bekas' mantan istri diterima dengan senang hati. Bahas mantan sampai ke akar-akarnya, malah ketawa-ketawa sendiri. Saya tahu sih, kita ini nikah mendadak karena keadaan mendesak, tapi kok ya nggak ada cemburu-cemburunya. Saya jadi curiga, kamu itu normal nggak sih?"
Tawa Hamna terhenti seketika, dia langsung menimpuk Hamzah dengan bantal dan cukup brutal. "Ringan banget itu mulut bilang saya nggak normal!"
"Ampun, Na, ampun! Ya wajar dong, saya tanya kayak gitu. Kamu itu nggak ada jaim-jaimnya di depan saya, bar-bar yang ada. Perempuan itu, kan biasanya malu-malu kucing, apalagi depan suami sah. Lha, kamu malah kayak macan betina yang lagi nyari mangsa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
SpiritualeSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...