بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Namanya juga isi kepala manusia, tidak ada yang tahu betul apa yang ada di dalamnya."
-Rintik Sendu-
by IdrianiiinHAMNA melangkah dengan pasti saat melihat Hamzah tengah asik berkutat untuk membuat adonan cireng. Di mana saat itu dia sedang menyatukan tepung tapioka serta air panas yang benar-benar mendidih ke dalam wadah.
"Apa, Na?" tanya Hamzah sebelum Hamna melancarkan aksinya untuk mengangetkan sang suami.
Hamna mencebik kesal. "Apaan sih, nggak asik banget!"
Tanpa dosa Hamzah malah tertawa puas. "Lain kali berguru dulu supaya ahli, itu parfum kecium dari jarak 5 meter juga. Saya sudah sangat hafal aroma vanilla yang sangat kamu sukai itu."
"Ya, kan pura-pura kaget bisa!"
"Bohong itu dosa, masa kamu nyuruh suami sendiri untuk berbohong sih."
"Berbohong untuk menyenangkan hati istri itu diperbolehkan."
"Daripada kamu protes terus mending bantuin saya," ujar Hamzah tak menanggapi ocehan istrinya.
"Iya saya akan bantu Aa, bantu doa, bantu makan, dan bantu nyuci piring."
Hamzah geleng-geleng, tapi dengan usil dia menoel pipi Hamna dengan tangan yang penuh oleh tepung. Jelas Hamna tak terima akan hal tersebut, dia pun melakukan hal yang serupa bahkan jauh lebih parah.
"Muka kamu sudah kayak balita yang baru dimandikan oleh ibunya. Penuh bedak semua, kayak moci," ledek Hamzah di tengah tawanya.
"Ngaca dong! Muka Aa justru lebih parah, kayak dakocan!" sembur Hamna tak mau kalah.
"Allahuakbar itu mulut kamu asal banget, Na."
"Bodo amat, itu fakta," sahutnya seraya menjulurkan lidah.
"Tepungnya sampai berhamburan ke lantai itu. Kamu tanggung jawab, rapikan."
"Kok saya?"
"Ya, kan kamu yang buat ulah."
"Orang Bapak juga yang mulai duluan!"
"Saya hanya mencoret wajah kamu, itu pun segaris doang. Beda sama kamu yang malah menumpahkan tepung itu ke muka bahkan rambut saya."
"Segaris apanya? Ini muka saya cemong semua!"
"Tapi, kan saya yang lebih parah."
"Bapak kok nggak mau ngalah banget sih sama istri sendiri juga. Katanya cinta, katanya sayang, perkara sederhana saja diributkan."
Hamzah menghela napas singkat. "Iya nanti saya yang bersihkan."
"Isi cirengnya apa?"
"Di kulkas hanya ada bakso dan sosis, jadi saya masak itu sebagai isiannya."
"Cabainya banyak, kan, Pak?"
"Sesuai dengan selera kita."
Hamna mengacungkan dua jempolnya. "Mantap, enak nih kalau punya pasangan yang satu selera makan."
Hamzah hanya mengangguk lalu mulai mencetak cireng isinya menggunakan cetakan pastel. Sedangkan Hamna menonton dengan air liur yang hampir menetes.
"Panaskan minyaknya coba, Na," titah Hamzah.
Hamna menurut tanpa kata, dia sudah sangat tidak sabar untuk menikmati cireng isi hangat yang baru diangkat dari penggorengan. Rasanya pasti sangat nikmat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
EspiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...