بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Dewasa itu kala kita mampu menempatkan diri dengan baik, dan tahu cara menghormati orang yang lebih tua."
—Rintik Sendu—
by IdrianiiinTERDENGAR suara ketukan pintu, dengan langkah malas Hamzah menghampirinya. Dia tersenyum samar saat melihat Haleeza yang tengah membawa sebuah piring.
"Buat Buna dari Oma," katanya lalu menyerahkan piring berisi martabak telur tersebut.
"Omanya mana? Kok malah Za yang kasih."
Haleeza menunjuk ke arah dapur. "Oma masih masak Papa."
Hamzah pun mengangguk. "Za mau masuk?"
Bocah kecil itu menggeleng. "Malam ini Za mau tidur sama Opa."
Hamzah terkekeh lalu mengelus puncak kepala Haleeza. "Bilangin sama Oma, makasih dari Buna ya."
Haleeza mengangguk patuh lalu berlari riang menuju dapur.
"Na, jangan ngambek lagi ya. Ini martabak telur pesanan kamu sudah ada," ujar Hamzah seraya membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh istrinya.
"Makan saja sendiri!"
"Ini Mama buat sendiri lho, khusus buat kamu. Masa nggak dimakan sih," katanya lagi.
Hamna berdecak kasar. "Bapak makan sendiri juga, kan bisa!"
Hamzah tersenyum tipis. "Mama itu sayang dan perhatian lho sama kamu, tapi emang gengsi dan nggak mau menunjukkan langsung di depan kamu. Ini saja Haleeza yang kasih, padahal Mama, kan bisa kasih langsung ke kamu."
"Paling juga takut cucunya ileran, nggak mau nanggung malu di masa depan."
Hamzah menggeleng tak suka. "Jangan buruk sangka terus dong, Na sama Mama."
"Tahu ah Bapak nyebelin!"
"Cobain dulu, martabak telurnya nggak pakai daun bawang. Mama tahu, kamu nggak suka, makanya nggak dipakein."
"Martabak telur tanpa daun bawang mana enak!"
Hamzah menyuapkan martabaknya pada Hamna, meskipun sempat menolak tapi akhirnya diterima juga oleh sang istri.
"Gimana? Enak, kan?"
"Katanya nggak pake daun bawang, itu yang hijau-hijau apa coba?" protesnya.
"Itu sayuran hijau, Na, nggak tahu apa namanya. Kamu itu setipe sama Hanin, bedanya kalau Hanin cuma nggak suka daun bawang, kamu kan semua jenis bawang nggak suka kecuali yang ada di martabak. Jadi, Mama suka ngakalin pake sayuran hijau kalau Hanin lagi mau martabak, karena anak itu antipati banget sama daun bawang."
"Enak, kan?" ulangnya lagi.
Hamna mengangguk. "Enak, rasanya lain dari yang lain. Unik juga, saya baru pertama kali nyoba martabak dengan citarasa kayak gini."
"Kalau kamu suka habiskan ya," sahut Hamzah bernapas lega.
"Mau sama nasi hangat boleh?" tanyanya seraya menampilkan cengiran.
"Sebentar saya ambil dulu," sahut Hamzah lantas berlalu pergi.
Hamna menunggu dengan riang. Mood-nya kembali membaik, sepertinya dia harus mengucapkan terima kasih pada sang mertua.
"Itu bawa apa?" tanya Hamna saat melihat Hamzah membawa nampan.
"Nasi putih hangat pesanan kamu, puding dengan vla vanilla sebagai pencuci mulut, sama jahe hangat supaya nggak mual kata Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Pertama
EspiritualSPIN OFF || EPILOG TANPA PROLOG Melajang di usia matang bukanlah mimpi buruk. Justru mimpi buruk yang sesungguhnya ialah, kala dia harus menerima perjodohan yang telah dirancang sang ibu. Sekadar membayangkannya saja tak mampu, apalagi jika harus t...