Enam tahun berlalu setelah pertemuannya dengan gadis muda cantik berwajah polos nan teduh. Marcell menjadi bajingan kelas kakap serta nyaris menggila karena gadis itu menghilang secara tiba-tiba.
Selama itu pula ia tak pernah berhenti mencari kebera...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Terlalu larut dalam kesedihan dan rasa frustasi yang seolah tak berujung. Marcell jatuh sakit, suhu tubuhnya meningkat tak normal hingga mengalami kejang.
Wanita paruh baya yang dipanggil bibi adalah orang pertama yang menemukan tubuh kejang Marcell di kamar saat hendak berpamitan.
Terkejut bukan kepalang, bibi berteriak memanggil bantuan sedangkan di dalam rumah besar itu hanya ada Kenan.
Kenan yang mendengar teriakan itu sontak berlari dan sama terkejutnya dengan bibi saat melihat tubuh ayahnya kejang. "Papi!"
Bersusah payah Kenan dan bibi membawa tubuh kekar Marcell menuju mobil, hingga Kenan mengendarai mobil dengan ugal-ugalan karena takut akan terlambat untuk menyelamatkan ayahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Kenan bertemu dengan Ricko yang baru saja keluar dari rumah sakit. Sontak saja Kenan memanggil Ricko agar menolongnya membawa Marcell.
Ricko bertindak cepat. Pria itu membawa tubuh Marcell yang masih kejang masuk lalu menanganinya di ruang gawat darurat.
Di luar ruangan, Kenan memandangi dengan cemas pintu itu. Meski kebencian menyelimutinya, tapi saat melihat Marcell seperti itu tentu saja ia merasa ketakutan akan kehilangan sosok ayah kandungnya.
Setelah menunggu dengan harap-harap cemas. Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Ricko yang keluar dengan wajah lelah.
"Om, bagaimana keadaan papi?" sungguh Kenan benar-benar khawatir.
"Sudah membaik." Ricko merangkul Kenan, diarahkan menuju kursi lalu duduk berdampingan. "Sebenarnya apa yang terjadi pada papimu?"
"Aku tidak tahu, Om. Siang tadi papi masih baik-baik saja. Dia bahkan masih makan siang bersamaku."
Ricko melirik bibi yang duduk tak jauh dari mereka. Seolah mengerti bibi mendekat lalu berkata; "Mas Marcell sering memakai itu lagi, Dokter Ricko. Saya sering mendapati benda itu ada di laci nakasnya."
Ricko terkejut sedangkan Kenan kebingungan. "Apa maksudnya dengan benda itu?"
Ricko menoleh pada Kenan, dengan wajah meragu dokter itu membuka suara. "Sudah enam tahun Marcell mengkonsumsi obat penenang dengan dosis tinggi, masalahnya obat itu cukup berbahaya dan berbeda dari sejenisnya."
"Obat penenang? Untuk apa?"
"Untuk melupakan dia sejenak. Marcell menggunakan obat itu kalau dia hampir hilang kendali."
Kenan terdiam dengan raut terkejut sekaligus sedih. "Apa papi belum menemukan orang itu, Om?"
"Belum, Ken. Kalau kamu tahu penderitaan papimu, kamu pasti tidak akan membenci dan menolak bertemu selama bertahun-tahun."