Part 44

117 2 1
                                    

Aku kembali membawa kelanjutan bab kemarin.

Happy Reading & jangan lupa tinggalkan jejak kalian😉



Happy Reading & jangan lupa tinggalkan jejak kalian😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu tahun kemudian.

Marcell berlari menyusuri koridor rumah sakit, beberapa kali menabrak pengunjung lain hingga terjatuh tanpa berniat membantu dan hanya mengucapkan permintaan maaf. Sedangkan di belakangnya ada Darwin yang bertugas menyelesaikan masalah, membantu pengunjung yang terjatuh lalu menjelaskan jika temannya sedang kalut.

Darwin tak masalah kalau harus menyelesaikan masalah yang diperbuat oleh Marcell, dengan senang hati dia akan melakukannya.

Pintu besar berwarna putih menjadi tujuan terakhir Marcell, di sana juga ada Wika dan Irgi yang sudah menunggunya.

"Belum?" hanya itu pertanyaan yang keluar dari mulut Marcell, dan Irgi serta Wika hanya menjawab dengan gelengan.

Marcell mendudukkan diri di kursi tunggu bersama Darwin yang duduk tak jauh darinya. Sayangnya, Marcell tak bisa duduk dengan tenang sementara di balik pintu itu ada orang yang sangat dicintainya sedang bertaruh nyawa.

Marcell berjalan ke sana-kemari tak jelas, tangannya saling meremas dengan jantung yang berdebar kencang menunggu pintu di hadapannya dibuka. Darwin yang melihat tingkah pria itu merasa pusing dan memilih untuk memejamkan mata.

Yang ditunggu akhirnya tiba, pintu besar itu dibuka dari dalam oleh seorang dokter yang langsung tersenyum lebar pada Marcell.

Marcell tahu jika dokter itu akan memberikan kabar baik, tapi tetap saja dia membutuhkan kepastian yang lebih jelas.

"Bagaimana? Dia pasti baik-baik saja. Aku yakin dia kuat."

Dokter itu mengangguk disertai senyum yang semakin lembar dan mata berbinar. "Laki-laki. Anakmu laki-laki, Marcell!"

Marcell mematung sesaat sebelum tangis haru pecah, dia tak peduli pada orang yang melihatnya seperti pria cengeng, dia sedang berbahagia saat ini.

"Aku... Aku ingin melihatnya."

Dokter itu mengangguk, memberikan jalan lalu ikut masuk meninggalkan Darwin dan yang lainnya di luar.

Melihat wanita yang dicintainya terkulai lemas di atas meja persalinan memberikan rasa sakit yang tak bisa diungkapnya, tapi saat melihat sosok mungil di atas dada Kessa membuat rasa sakit itu menjadi kebahagiaan yang lebih sulit untuk dijelaskan hanya dengan sebuah kata-kata.

"Baby." Membelai wajah wanita yang dicintainya adalah prioritas utama, meski dia juga ingin membelai sosok mungil yang masih menangis.

"Dia laki-laki, Mas."

Marcell mengangguk. Memberikan kecupan lembut pada kening wanita-nya. "Terima kasih. Kamu sudah berjuang begitu berat, sekarang giliranku yang berjuang untuk membesarkannya."

Mengejar Cinta Gadis Muda - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang