"Ajay! cepetan! Nanti kita ketinggalan bus."
Kedua pria itu berlari menuju pemberhentian bus. Saat mereka berdua tiba, bus yang membawa ke sekolahnya terlihat ingin pergi. Dengan cepat, Wira dan Ajay menggedor-gedor bagian samping bus berwarna biru itu.
"Pak!!! Tunggu!" Teriak Ajay, ternyata didengar oleh wanita paruh baya yang duduk di pinggir jendela.
Untung nasib masih berpihak kepada dua sekawan. Wira dan Ajay berhasil masuk ke bus. Ajay yang saat itu sedang mengatur nafasnya terlihat celingak-celinguk. Hari ini, bus tampak sepi. Biasanya, kalau pagi selalu dipadati anak sekolahan, tetapi saat ini hanya Wira dan Ajay lah yang memakai seragam sekolah, sisanya ibu-ibu maupun bapak-bapak yang sepertinya ingin berangkat kerja.
Setelah berpikir cukup lama, Ajay langsung menepuk jidatnya sendiri, lalu menoleh ke kanan. "Wir? Ini hari apa?"
Wira yang sedang memejamkan matanya itu menjawab dengan santai. "Senin."
Sedetik kemudian matanya terbuka sempurna dan menoleh ke sahabatnya.
"Kita terlambat!" ucap Wira dan Ajay secara bersamaan.
Sekitar 20 menit kemudian, bus biru berhenti di halte yang tidak terlalu jauh dari SMU Mandala. Begitu turun dari bus, dua sekawan langsung berlarian menuju sekolah.
Dan... sesuai prediksi, gerbang sekolah sudah tertutup rapat. Beberapa murid yang terlambat sudah menunggu di depan gerbang.
Melihat murid yang terlambat sudah sangat jelas di pandangan, dua sekawan yang semulanya berlari kini berjalan santai mendekati gerbang SMU Mandala.
Wira menengadahkan tangan kirinya, dan langsung dibalas oleh Ajay. Dua sekawan bertos ria setelah mengetahui bahwa mereka terlambat. Emang aneh.
"Kira-kira hukuman hari ini apa, ya?" Tanya Ajay yang menyusul Wira duduk di trotoar.
Wira mengedikkan bahunya sebagai jawaban bahwa dirinya juga tidak mengetahui hukuman yang akan mereka dapatkan. "Yang jelas, saya senang gak masuk di kelas Bu Leli."
"Oiya.. saya juga lupa menyelesaikan tugas Bu Leli. Niatnya, sih, mau lihat jawaban Pita sebelum bel upacara."
Wira menoleh ke samping, ia mengernyitkan dahinya, terlihat sedang berpikir, "Emangnya ada tugas, Jay?"
"Akh!"
Bukannya menjawab pertanyaan Wira, Ajay justru memukul punggung sahabatnya. "Apa coba yang kamu ingat, Wira! Kan, semalam saya udah kasih tau kamu."
Wira hanya mangut-mangut dan kembali mengalihkan pandangannya. Dia tidak peduli dengan segala macam tugas sekolah.
Beberapa menit kemudian gerbang besar berwana hitam itu terbuka dan menampilkan guru sejarah, tidak lupa pula dengan bambu kecil yang selalu ia bawa. Guru bernama Pak Abas sedang berdiri di dekat pos satpam sambil memukul-mukul pelan bambunya.
Para murid yang terlambat mulai masuki perkarangan sekolah. Jika, murid lain akan merasa kesal kalau mendapatkan hukuman, beda halnya dengan dua sekawan. Kedua manusia itu menampilkan senyum sumringahnya begitu Pak Abas memberikan hukuman hormat kepada tiang bendera selama satu pelajaran penuh, yang artinya mereka akan menjalankan hukumannya selama 2 jam.
"Pak Abas nggak ngajar? Kenapa jadi patung di sana?"
"Tenang saja, Pak. Mereka tidak akan berani kabur, paling saya yang melipir ke kantin." suara bariton menyauti ucapan seseorang sebelumnya.
Mendengar suara yang sangat familiar baginya membuat guru itu terlihat celingak-celinguk mencari sesorang. "Sepertinya Bapak mendengar suara dua biang onar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja
Fantasy"Wira, kenapa suka Senja?" "Karena cantik." "Ih! bukan Senja aku, tapi itu, Senja di langit!" "Iya. Kalian sama-sama cantik. Aku suka." Mahawira Samudra, cowok berhati batu yang sama sekali tidak tertarik soal asmara. Wira terkenal sebagai jagoan da...