9. Wanita Reseh!

17 5 2
                                    

"Aish! Iya, iya, bawel! Kamu hebat, kamu jago main bassnya. Puas?"

"1-0," ucap Senja yang melewek, lalu beranjak mendekati Pita dan Ajay.

"Cewek nggak jelas!"

Mereka berempat menghabiskan waktunya di rumah Ajay. Mereka saling bercerita dan tertawa. Tentunya, Wira hanya sebagai pendengar saja, karena sangat sulit untuk membuatnya bisa tertawa lepas seperti yang lain. Hingga, waktu pun tidak terasa sudah semakin sore.

"Pita, kamu aku antar pulang, ya?"

"Iya, Jay." Pita melirik Wira yang sedang duduk santai di bangku halaman rumah Ajay.

"Kamu gimana, Senja? Apa mau diantar Wira?"

"Enggak usah, Jay. Aku dijemput. Tadi, aku udah menghubungi supirku. Enggak papa kan kalo aku dijemput di sini?"

"Enggak papa, dong. Kita tungguin kamu sampai dijemput."

Sekitar 20 menit berlalu, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumah Ajay.

Tin.. tin..

Senja, Ajay, Pita menuju gerbang rumah Ajay, diikuti Wira di belakang mereka.

"Wah..." ucap Ajay pelan begitu melihat mobil milik Senja.

Seorang pria berpakaian serba hitam turun dari kursi kemudi lalu membukakan pintu belakangnya.

"Kalo gitu aku pulang duluan ya, teman-teman. Sampai ketemu besok di sekolah."

"Iya. Hati-hati, Senja."

Senja pun masuk ke mobil, dan tak berapa lama mobil sedan itu melaju meninggalkan kediaman Ajay.

"Pasti Senja orang kaya banget, deh. Liat aja dia dijemput pake mobil, mana punya supir pribadi lagi," ucap Ajay.

"Saya udah tau sih," sahut Wira tetibaan.

Ajay dan Pita menoleh ke belakang. Mereka berdua diam menatap Wira seakan menuntut lanjutan kalimatnya.

"Keliatan dari penampilannya kalo dia anak orang kaya." Wira lalu mengambil kunci motornya yang tergeletak di kursi halaman. "saya pulang."

"Hati-hati, Wir," ucap Pita.

Wira mengangguk lalu menoleh ke Ajay, "Anterin Pita sampe rumah, Jay."

"Siap!"

Wira melajukan motornya menuju rumahnya. Di tengah perjalanannya, Wira melihat Ibunya.

"Ambu, baru pulang dari sawah? Kenapa sore sekali?"

"Iya, soalnya hari ini Ambu kesiangan. Kamu teh baru pulang dari sekolah?"

"Enggak. Wira dari pulang sekolah main ke rumah Ajay. Ayo naik, Ambu."

"Sudah kamu duluan saja. Celana Ambu teh kotor, nanti sepeda motor kamu ikutan kotor."

Wira tidak menggubris Sari, ia mengambil caping, topi berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman bambu milik Ibunya.

"Kalo kotor ya tinggal dicuci. Tapi, kalo Ambu sampai kecapekan kan bisa sakit."

Ambu Sari terdiam memandangi wajah putranya itu.

"Ayok atuh Ambu, Wira teh kebelet," keluhnya.

"Iya iya, Ambu naik."

"Gitu dong," ucap Wira terkekeh merasa menang telak dari Ibunya sendiri.

"Pegangan yang kenceng, Ambu. Kita meluncur sekarang."

Tanpa diminta pun Ambu Sari sudah memegangi pinggangnya. Wanita paruh baya itu tertawa karena ulah anaknya. Sifat dan wajah Wira itu tidak sinkron, wajahnya bisa di bilang serius tetapi sifat pria itu ternyata bisa juga seperti Ajay. Receh.

Lentera Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang